.


markiel tidak percaya akan penglihatannya sendiri saat ini. bagaimana tidak? amelnya yang selalu kalem dan santai menghadapi kestressan kini tampak kacau sekali. baru markiel ingat beberapa saat lalu ia mengajak amelia untuk lari sebentar dengan menawarkan wine.. namun kali ini?

markiel hanya mampu memijat pelipisnya sendiri.

melihat amel mabuk di kota lain sampai seperti ini tentu tidak pernah lewat dalam benak markiel meski sekali. pria itu lantas menyuruh dua asisten rumah yang barusan membantu amel berganti pakaian itu agar pergi meninggalkan kamar hotel. ia ingin ruang untuk berdua dengan gadisnya yang baru pertama kali ini membuat ulah sampai sebegininya.

“mel?” markiel menyapa, menepuk pundak amelia yang kini terduduk lemas sambil menyender di head board. habis muntah, tentu saja kepalanya juga masih pusing setengah mati.

“maaf ya markiel. aku lagi sebel banget sama semua-semua.” gadis itu sambat, mencekali lengan markiel yang tadinya mau hinggap di pipinya itu agar bisa ia peluk saja kali ini.

“sama saya juga ya berarti?” guraunya sebagai balasan. membiarkan kepala gadisnya hinggap di lengan atas.

“no no.. aku gak sebel sama kamu.”

“kamu tidur dulu saja ya sekarang? besok pagi kita kembali subuh. oke?”

amelia menarik kepala, menggeleng kuat. “gak mau. kamu balik sendiri aja.”

“ada apa sebenarnya mel? mau cerita ke saya?”

amelia tertawa layaknya orang gangguan jiwa. “aku nih ibarat pendosa dan tukang bikin aib di keluarga tau mark..”

markiel meneleng wajah, menghadapkan tubuh sepenuhnya ke arah amelia. “apa maksudnya? kenapa bicara begitu? siapa yang bilang kamu aib dan pendosa di keluarga?”

“gak ada sih. tapi feelnya gitu.”

“ada apa sayang?” markiel melunakkan suaranya yang memang sudah tenang itu agar semakin kalem dan sabar. dan karena mendapatkan perlakuan sebaik itu dari markiel, mata amelia mendadak berkaca-kaca.

“kesel aja. masa iya aku digibah sama ibu-ibu katanya mandul kiel? mana mamaku juga kemakan omongan pake acara tanyain aku pernah periksa ke dokter atau gak.. terus papa juga lagaknya gak mau aku balik kerja lagi. ya udah sih kalo emang gak pengen terima orang teledor kayak aku ya bilang aja jujur gitu gak usah sok bawa-bawa pernikahan pake acara aku disuruh urus rumah segala. apa lah begitu tuh?”

oh. markiel seketika paham kenapa amelia bisa emosi sampai begini. dikatai mandul di saat keduanya bahkan belum saling menyentuh tentu saja sangat menyakiti perasaan gadis itu. lagi pula, apa urusan tentang keturunan amelia bagi mereka? apa mereka akan membiayai persalinan amelia jika istrinya nanti hamil? tidak, kan?

lelaki itu lantas mengelus-elus pucuk kepala gadisnya pelan. ibu jari tangan kirinya yang menganggur ia gunakan untuk mengusap air mata amelia yang nyatanya enggan menetes lagi. hanya tertahan di pelupuk saja. rupanya, kesal gadis itu sudah terbayar dengan mabuk sampai tepar.

“biar saya yang ngobrol sama papa mama ya?”

“gak guna. mereka tuh keras kepala markiel.. papa gak bakal ijinin aku balik, dan mama.. sampe aku hamil mungkin baru bisa diem.”

markiel kehabisan kalimat. sudah pada dasarnya lelaki itu memang diam malah makin diam saja malam ini. lelaki itu hanya berakhir memeluk amel dari samping guna menenangkan. toh ia mengerti, amelia sebenarnya tidak butuh saran.. gadis itu hanya ingin didengarkan.

“maaf ya kiel aku bikin kamu kesini. aku aslinya tadi semisal habis muntah juga bisa balik rumah kok. cuma pak pandu aja tuh lebay dikit.”

markiel mengangguk. mengawasi legamnya bola mata amelia yang kini menatapnya lekat meski sayu mendominasi. dan dengan pipi yang masih merah lantaran kepalang mabuk itu, amelia bergerak maju untuk mengecup pucuk kanan bibir markiel singkat. “good night, kiel..” ucapnya, lantas menyelinap di sela tubuh markiel agar ia bisa meletakkan kepala di atas bantal. berniat untuk tidur saja meski perutnya terasa tidak enak.

“demi apa saya bisa gila kalau kamu begini amelia.” markiel berbisik pelan seraya menelan ludahnya bulat-bulat, mengesampingkan hasrat untuk menciumi benda kenyal yang barusan sudah mencuri kecup miliknya tanpa aba-aba tersebut.

markiel menghela napas kasar. sebab dengan pakaian lengkap seperti ini saja istrinya sudah tampak sangat indah. ia jelas tak mau membayangkan detik ketika gadisnya melepas blazer seperti ucapan pandu beberapa jam lalu. karena ia sangat yakin, mata lelaki waras pasti akan melihat amelia secara terang-terangan.

lelaki itu lantas mengelus rambut amelnya agar lekas terlelap sebelum mulai menarik ponsel dari dalam saku jasnya yang masih belum berganti. ia ingin menelpon seseorang.