06-08-21 ; waterrmark.

FOR THEIR FIRST TIME.

Kayna melangkahkan kaki keluar dari arah kamar khusus yang biasanya memang hanya ditempati olehnya itu dengan jantung berdebar.

Nafasnya tercekat dan perutnya terasa mulas tidak terkendali, begitu terasa tidak masuk akal.

Dari sudut matanya ia dapat melihat Marco yang tengah memandang lekat, seakan ingin memanggil mendekat dan menyuruh gadis itu agar duduk di samping tubuh masuk ke dalam dekap, namun atmosfer canggung yang tercipta akibat adanya kesalahan sesaat itu menghentikan keinginannya dalam sekejap.

Gadis itu masih kecewa, pikir Marco seraya menatap Kayna lamat-lamat.

“Nik! Di depan ada mobil berhenti, temen kamu bukan?” Oma berucap dari arah taman depan sembari melangkahkan kaki masuk kembali dalam ruang tamu.

Kayna tersentak, lalu mengangguk kaku. “Iya oma. Bentar ini Kayna mau jalan nyusulin ke depan.”

“Temen siapa Kay?” Suara Marco yang tiba-tiba terlontar di udara itu mendarat ke telinganya, terasa asing dan begitu mengusik hening.

Gadis itu menegak ludah secara kasar lantas menjawab tanpa menolehkan sedikitpun pandang, “Saka.”

Mendengar nama itu keluar dari bibir Kayna pagi ini membuat Marco segera bangkit berdiri dari duduknya dan menarik pergelangan tangan gadis itu hingga tubuh Kayna menghadap total ke arahnya.

Kesal. Tatapan itu dilemparkan cuma-cuma oleh gadis itu ketika Marco mulai memutuskan untuk mengendorkan sedikit cekalannya.

“Lepas sekalian Mar, gue mau jalan ke depan.”

“Kenapa Saka bisa sampe kesini? Ngapain?” Bukannya menuruti keinginan Kayna lelaki itu justru kembali mengeratkan genggamannya.

Lelah dan malas berdebat, Kayna memilih untuk menghela nafas kuat. Percuma juga ia adu kekuatan dengan Marco karena sadar bahwa tidak akan pernah menang.

“Kay. Kenapa?” Ulangnya bertanya.

Gadis itu kembali melempar tatapan penuh sindir, “Ya mungkin karena dia peduli dan mau jagain gue aja.”

Marco menunduk menatap tangan yang masih bertaut satu sama lain dibawah sana dengan hati yang entah kenapa terasa begitu tidak nyaman, “Kita nggak bisa gini terus Kay. Iya gue salah karena gak dengerin omongan lo dulu kapan hari, tapi lo juga salah karena ngejauhin gue dan gak mau dengerin penjelasan gue dulu tentang apa yang terjadi.”

Kayna menyerah. Didongakkannya wajah demi menatap Marco yang sudah nampak putus asa tersebut sembari menghembus nafas berat. “Nanti aja.”

“Apa?”

“Ngobrolnya, nanti.”

Sial.

Untuk pertama kali dalam hidup, Kayna yang ada di hadapannya ini terasa begitu jauh walaupun tangannya masih berada hangat dalam genggaman.