15 juni 2024


bolehkah kusebut jika ini adalah hari yang luar biasa membahagiakan? setidaknya, bagiku pribadi. karena nyatanya, hati yang sudah sempat mati rasa sejauh tujuh tahun ini akhirnya bisa menemukan detaknya kembali.

sejujurnya hal ini sangat di luar kuasa dan kendaliku. aku tidak pernah menginginkan ataupun mendambakan datangnya kisah cinta dengan embel-embel kalimat pandangan pertama. karena omong kosong, menurutku.

namun melihat sosok itu hari ini, tersenyum dan bersenda gurau bersama banyak anak kecil, nyatanya mampu menggetarkan 95 persen hatiku yang sebelumnya tak pernah berhasil digoyah lagi.

kejadian tepatnya adalah 10 jam yang lalu. aku menemukannya berdiri tepat di sebelah pohon pucuk merah, mengenakan setelan hitam dan celana jeans sepanjang mata kaki. sepatu hitamnya tertali rapi. tampak sopan, menawan. tidak tertinggal pula bingkai persegi panjang yang ada di depan matanya, entahlah, aku tidak pernah tahu bahwa lelaki berkacamata bisa memikat hatiku sampai sebegininya, namun, itu lah yang memang terjadi.

aku masih merasa biasa saja kala pandangan kami mendadak berserobok tak tahu malu, tapi semuanya lantas berbalik menyerang kala senyum manis yang tak pernah kuduga itu mengembang tanpa aba-aba.

tampan? tidak. lelaki yang tak kuketahui namanya itu faktanya tak begitu tampan. wajahnya pun sama saja seperti kebanyakan manusia pada umumnya. tidak ada yang begitu spesial selain kesan manis di kaca matanya dan...

tidak! kakiku lemas bukan main. lelaki itu pandai sekali bergaul dengan makhluk-makhluk kecil yang bahkan masih belum bisa menghitung sederhananya satu ditambah satu. caranya menggoda, mengajak bergurau, ataupun menghibur jika menemukan ada yang menangis benar-benar menggelitik perasaanku.

mungkin kamu bertanya-tanya dimanakah aku berada kali ini, dan ya, tidak ada jawaban aneh yang akan kulayangkan selain fakta bahwa aku tengah duduk di tengah lapangan. tepat di bawah terop biru tua, duduk di kursi plastik putih, persis di dekat pohon pucuk merah..

ya, posisiku dan posisinya memang hanya terpaut 2 meter saja.

dan sialnya aku bisa merasakan wajahku memanas mendadak, tanganku bahkan sudah kebas dan kakiku semakin mati rasa. sangat terasa dusta sekali jika aku tidak bisa merasakan sebuah tatapan jatuh ke arahku kali ini.. namun, apa pula yang bisa aku perbuat selain diam? ini adalah acara rapat penutupan tahun ajaran. pelepasan murid kelas akhir, lebih tepatnya.

dan kini rentet acara yang sudah kuikuti sejak pukul 8 itu sudah berakhir dengan pengumuman bahwa kami, para wali, dipersilakan meninggalkan lapangan setelah berjabat tangan dengan para pengajar yang kini sudah berderet memanjang sampai ke gerbang.

kutolehkan wajah sekali lagi ke arah pucuk merah yang berdiri menjulang itu sebelum aku benar-benar melangkahkan kaki. namun, kosong. dan rasa kecewa yang datang tak diundang itu menerobos lurus ke jantung tanpa bisa dicegah.

lagi pula, apa yang memangnya akan kulakukan jika sosok berkacamata tersebut masih berdiri disitu? akankah kuhampiri sosoknya? akankah kami akan berkenalan? tidak juga, bukan?

maka dengan langkah kaki yang makin melemas, aku menyeret langkah kakiku dan adikku yang kini sudah lulus proses pembelajaran itu agar melewati deretan para guru untuk bersalaman.

kusalami semua guru yang beberapanya pernah mengajarku dulu dengan sopan, sampai akhirnya hampir sampai di penghujung jalan keluar, aku melihatnya.

ya, sosok itu..

berdiri tepat di jajaran para pengajar sambil menyalami banyak sekali wali murid. tak jarang pula kulihat ia berjongkok demi mengajak high five anak-anak kecil yang diajak orang tuanya ke dalam acara. beberapanya memang adalah anak kecil yang tadi sempat bergurau dengannya di dalam tadi.

tak dapat kucegah, tanganku sudah berkeringat dan jantungku memompa lebih dahsyat dibanding sebelumnya. sebeginikah efeknya orang jatuh cinta?

dan ketika uluran tanganku maju ke depan secara perlahan, disambutnya tegas tanganku dengan dua tangan. terasa salah, namun aku merasa tidak ingin ia melepaskan genggamannya.

senyumnya lagi-lagi mengembang, kali ini bisa kulihat jelas lubang di pipi kanannya yang sudah jelas makin berpotensi membuatku kelabakan.

dan tentu saja hal tersebut tidak bisa larut terlalu lama, sebab antrian keluar terus berjalan memaksaku maju dan lepas pagar.

yang kuketahui kali ini adalah tanganku mendadak saja bergetar-getar tak bisa berhenti. jantungku pun berdetak tidak terkendali.

aku kembali menoleh ke belakang, menatap sosoknya sekali lagi sebelum aku benar-benar hengkang dan menaiki mobil untuk kembali pulang.

diam-diam bertanya dalam hati, bisakah Tuhan mengatur pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya setelah ini? karena mungkin, aku diam-diam telah menjatuhkan hati.