kalandra duduk di atas motor dengan tenang. biasanya ia datang paling lama hanya 30 menit saja. itupun 2 hari terakhir ia datang tidak bersuara. hanya duduk, mengamati.. yah, setidaknya ia tau jika celine memang masih belum kembali dan ia tidak ingin merepotkan penghuni kos-kosan yang lain, terutama mbak milla.
lelaki itu masih mengusuk kedua tangannya ketika sorot lampu mobil mulai terlihat dari arah berlawanan. dua mobil putih, yang akhirnya berhenti pula tepat di depan gerbang putih bangunan kos.
kalandra sudah ingin memakai helmnya untuk pergi ketika ia perlahan di klakson pelan. satu kepala muncul dari arah jendela penumpang sambil memberi isyarat untuk menunggu.
itu celine! kalandra sampai mengerjap beberapa kali saking terkejutnya. kakinya yang tadi kaku kedinginan itu mendadak lemas bukan main. ia ingin memaki, namun jauh di lubuk hatinya ia juga ingin merengkuh.
celine, gadis itu membuatnya sinting hampir satu bulan lamanya.
lelaki itu lantas perlahan meletakkan helm, lalu memutuskan untuk melangkah mendekati mobil.
“udah lo turun bawa tas lo aja. paracetamolnya lo minum lagi jam 10. ntar gue telpon kali ketiduran.” jordan berujar ketika celine masih kebingungan bagaimana memasukkan mobilnya karena akses masuk masih terhalangi mobil alexa.
“udah gak usah lo pikir, lo masuk aja ini nanti gue yang bilang milla biar dia kontak alexa.”
“lo parkirin kah?” celine menoleh.
“iyaaaaaa nyonya..”
kalandra menggaruk kening sebab kegaduhan itu membuatnya tidak terlihat. “mau parkir mobil ke dalem kah? biar gue bantu aja kak.” tawarnya kemudian.
“nah, kal.. tugas lo bukan parkir mobil.” jordan, yang memang mengenal kalandra karena terakhir kali ia mengantarkan celine pulang itu mendadak meraih kresek hitam dari jok belakang. “nih, lo tolong awasin nih bocah makan. di rumah gak cocok lauk dia ogah-ogahan.”
“mulut gue pait bukan gue yang ogah-ogahan.”
jordan mengedik pundak, “sakit dia. awasin bentar ya kal? gue abis masukin mobil langsung balik juga. lo gak usah keluar nemenin.” jordan mengusir adiknya agar lekas turun, lantas memerintahkan pak jefta agar menunggu sebentar selagi ia menghubungi milla.
“kal.. jangan diem mulu dong.” celine menggoyang lengan kalandra yang kini duduk di meja dapur panjang tempat makan anak kos itu sambil menggeletakkan kepala disana. pusingnya menyerang lagi. ia lantas hanya bisa memperhatikan kalandra yang mempelajari tata letak piring dan segala peralatan makan itu sebentar sebelum akhirnya menarik asal satu set dari dalam lemari. lelaki itu membuka bungkusan dan mengeluarkan sterofoam berisi koloke dan nasi putih itu, lalu menuangnya sedikit ke dalam piring.
“makan dulu tuh.”
“pait lidah gue kal.”
“iya tau makanya gue ambilin dikit doang. penting keisi cel. yuk buruan gih. 2 sendok doang gak papa.”
“ambilin minum bentar di tas gue.”
“yang botol apa?”
“merah.”
kalandra mengambil tas celine lalu menarik botol merah yang dimaksud celine dan membukanya. “sakit tenggorokan?” tanyanya kemudian ketika menyerahkan botol tersebut ke tangan gadis itu.
“sakit hati.” jawabnya asal.
“nelen sabar ya gue ini cel..”
celine terkekeh, lalu menggeleng. “gak ngerti gue kal. pusing aja.”
kalandra menyerah, lantas menopang pipinya menghadap celine. “abisin terus lo masuk kamar, tiduran.”
“lo mau kemana?”
“balik. gue udah liat lo setelah sekian lama bagi gue cukup.”
“lo gak mau misuhin gue?”
“gue gak misuhin orang sakit. lo sembuh dulu biar bisa gue maki. ngerti?”
celine tertawa, mengangguk. “kalo gitu makannya gue lama-lamain aja.” ujar gadis itu, kali ini kepalanya ia tumpu dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menyendok nasi.
“biar apa?”
“soalnya kalo gue udah kelar lo pulang.”
kalandra mencibir tanpa suara dengan tangan kiri bergerak menyelipkan rambut celine ke belakang telinga agar tak jatuh masuk ke piring.
“sorry ya kal.. buat yang kemarin-kemarin, gue minta maaf..”