ABOUT HIS FEELING.
Disinilah lelaki itu berdiri sekarang. Dengan setelan jas hitam lengkap dengan pantofel mengkilap dan jam tangan yang melingkar mulus di pergelangan tangan kanannya.
Pukul 7.20 malam. Saka terlambat hadir sekitar satu jam dari waktu yang tertera di dalam undangan. Tapi tidak apa, toh dia hadir di pesta ini hanya untuk menemui Kayna, gadis beraroma cokelat yang sudah sangat berhasil mencuri seluruh sudut hatinya.
Saka tersenyum ringan seraya mematut diri di depan pintu kaca. Ingin sekedar memastikan bahwa memar yang perlahan memudar itu tidak terlihat di bagian kulit tubuh yang terbuka karena concealer yang ia kenakan terkadang hilang tergores oleh permukaan kain baju.
Mengangguk puas karena dirasa tampilannya sudah sempurna, lelaki itu segera melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang pesta yang dijaga cukup ketat setelah menunjukkan digital invitation kepada security.
Saka membawa langkah besarnya bergerak menjauhi pintu, lantas mengedarkan pandangannya jauh dari sudut ke sudut agar bisa menemukan dimana posisi Kayna sekarang.
Belum jauh langkahnya berpindah, Saka sudah dikejutkan oleh teriakan kencang seorang gadis berambut sebahu yang rupanya hampir mirip dengan Kayna di depan sana.
Gadis itu nampak frustasi, lengkap dengan rambut yang sepertinya baru saja ia tarik sendiri dan raut wajah yang terlihat begitu depresi di saat bersamaan.
Saka mengerutkan alis bingung, lalu memutuskan untuk berhenti bergerak dan melanjutkan aktivitasnya sendiri mencari sosok Kayna yang akhirnya ia temukan tengah berdiri kaku di ujung ruangan.
Gadisnya menangis. Rambut panjangnya yang terurai cantik itu bahkan tidak bisa menutupi sedikitpun raut wajahnya yang terlihat kaget dan sendu di bawah temaram cahaya lampu pesta.
Ada apa? Saka membatin singkat seraya menatap satu persatu wajah tamu yang juga terlihat sama terkejutnya dengan Kayna saat ini. Bahkan suara bisikan keras mereka yang tengah menyebut nama Kayna berulang kali seraya menatapnya terang-terangan membuat jantung Saka berdetak kencang tanpa alasan.
“Ya ampun kasian banget, gak nyangka Gavin meninggal digituin sama keluarganya sendiri.”
“Salut sama anaknya Gladion juga, dia berani speak up di acara terbuka kayak gini gak takut sama sekali.”
“Anaknya Gavin tadi emang ada di pesta, aku dikenalin sama Christian juga. Namanya Kayna Calandra kan?”
“Yang cantik berdiri di pojokan itu?”
“Iya. Yang rambutnya panjang sehat, banyak bapak-bapak ngelihatin dia juga tadi. Emang turunan Calandra auranya gak ada yang main-main.”
“Eh eh tolongin! Anaknya pingsan!!!”
Bagai disentak oleh kilat petir, Saka yang masih termangu mendengar percakapan kiri-kanan itu segera berlari kencang mendekati Kayna yang hampir saja ambruk menatapkan kepala di lantai.
Suara teriakannya yang tengah mengelukan nama Kayna dan ketangkasannya dalam menangkap tubuh gadis itu juga membuat sensasi baru di dalam pesta. Namun siapa yang peduli?
Kayna yang selama ini ia kenal begitu kuat dan bermental baja itu ambruk lemas di dekapannya. Air mata yang melumer keluar itu bahkan juga belum sempat dihapus oleh pemiliknya.
Hati Saka spontan ngilu dan matanya memerah dalam sekejap. Tidak ada waktu lagi untuk memperhatikan betapa cantiknya rupa Kayna yang berada dekat dalam pelukan ketika suasana runyam terjadi kala ini.
Pekik kaget dan kericuhan akibat kakek Kayna yang juga terkapar di depan sana membuat kondisi pesta semakin tidak karuan.
Dengan cepat lelaki itu menarik tubuhnya sendiri agar bangkit berdiri dan segera membawa Kayna yang pingsan itu keluar dari ruangan menuju mobilnya yang terparkir di basement hotel.