BUBUR PANGKALAN, 11.01

lowercase.


“kamu gak jadi makan nasi? itu di sebelah ada abang jual nasi soto kamu mau aku pesenin ke dia aja kah?”

jave menoleh, mengelus pucuk kepala rain sebentar. “aku makan apa yang kamu makan. kenyang kok, santai aja. nanti kalo kurang aku beli deh sotonya.”

“padahal kamu bilang kalo makannya jangan setengah-setengah loh. makan aja, nanti mangkuknya dibawa kesini. orang abang2nya yang jual berteman juga kayak gak masalah sih?”

jave menggeleng, tersenyum, mulai menyendok bubur ayamnya. “ini aja, sama juga kuahnya model soto. seriusan gak masalah.”

hening.

“kenyang rain ya Tuhan seriusan kamu gak pikir perutku model gentong kan?” jave membela diri melihat rain yang menatapnya sangsi.

gadis itu spontan tertawa, mulai ikut menyendok sendiri isi mangkuknya.

jalanan hari ini ramai. angin bergerak sepoi-sepoi dan panasnya matahari tidak begitu menyiksa. biasa saja. ini cuaca pukul 11 seperti kebanyakan hari sebelumnya. tidak terik, tidak mendung, cukup normal.

orang-orang yang berlalu-lalang masuk ke toko ataupun menyabrang kesana kemari tampak jelas. kesibukan siang hari yang sudah biasa dilihat mata telanjang.

“omong-omong kak jave kamu mau ayamnya enggak?”

“hm? kenapa rain? ayamnya alot? gak bisa ditelen?”

“bukan. aku lagi gak kepengen makan ayam.”

“terus kamu mau makan apanya kalo ayam kamu kasih ke aku sayang?”

“buburnya. itu kalo kamu mau ambil kedelai sama cakuenya juga aku oke banget.”

jave sempurna menolehkan wajah. “kamu lagi sakit?”

“hah enggak amit-amit aku sehat segar bugar ini aku gendong kamu pake kekuatan superman juga kuat.”

jave menggeleng, lalu meneleng wajah. “ya udah kamu makan. habisin. udah deket-deket hari H jangan sampe jatuh sakit. stamina sama kesehatan harus dijaga baik-baik. kita makin sibuk urus ini itu nanti kamu gak kuat sayang.”

gadis itu menghel napas, diam saja akibat ucapan jave memang benar adanya. sebagai gantinya, ia hanya diam-diam menyingkirkan separuh ayamnya ke pinggir. tidak ingin makan. entahlah, sebagian dirinya sedang tidak mood, sebagian lainnya, ia memang merasa tidak lapar. keinginan makannya akhir-akhir ini seperti meluap sempurna entah kemana. mungkin ke jave, karena sebaliknya, selera makan laki-laki itu membaik 100%.

“loh loh, kok dipinggirin?” jave langsung berkomentar, matanya melirik cepat melihat isian mangkuk yang hanya terambil setengah padahal tadi ia sudah memesankan makanan rain dengan porsi yang sudah setengah juga. dengan kata lain, rain hanya makan bubur ini seperempat, yang entah hanya setara dengan berapa sendok suapan kecil saja.

“kenyang kak jave. aku kayak gak enak makannya betulan.”

jave menilik lagi mata rain, dan sialnya, gadis itu memang benar tampak tidak berselera makan. pandangannya jujur. bahkan kini rain sudah hampir menutup alat makannya, ingin berhenti.

“sini-sini aku abisin itu ayam sama kedelai cakuenya.” laki-laki itu menengahi, mengambil isian bubur rain dan ia pindahkan ke miliknya dengan sigap. “sekarang isinya udah gak ada, buburnya harus habis. gak boleh nyisa. deal?”

rain mengangguk lamat-lamat, menggaruk keningnya sebentar karena merasa bersalah, tapi tetap menurut.

“kamu lagi banyak pikiran kah rain?”

“enggak kok kak aku aman.”

“gak biasanya selera makanmu jelek kayak gini loh. udah dari kapan kamu begini terus? aku bener gak mau kamu sakit rain. inget jadwal kita kedepan padet banget, jangan sampe limbung. oke? makan usahain tepat waktu. jangan diulur-ulur karna meski gak selera perut itu tetep harus diisi.”

rain menyeringai singkat, geleng-geleng kepala. jave dan omelannya sudah sangat khas di telinga sekarang.

“kan, kamu kalo dibilangin cuma diem senyum doang. aku ini khawatir seriusan.”

“iya sayang nanti makannya aku banyaaaaaaaaaaaaaaak. janji.”

“lagi-lagi.”

“apa?”

“ulangi lagi coba sayangnya, itu barusan kayak merdu banget aku mau denger lagi.”

“gak.”

“SAYANGMU TUH EKSKLUSIF TAU GAK? AYO LAH RAIN.”

“gak.”

“pelit.” jave berakhir mendengus, lanjut makan dengan sesekali mencibir. tindakannya membuat rain spontan gemas dan tertawa senang.

“apa ketawa?”

“kamu lucu loh, sayang.”

“DIEM RAIN.”

“hahahaha apa sih tadi katanya disuruh ulang?”

“tadi ya tadi kan yang ini aku gak ada persiapan lagi buat dengerinnya?”

“hahahahahahaha kak javeee.”

“udah sana abisin itu buburnya, habis ini langsung persiapan.”

“nanti sore aku temani makan makanan apapun yang kamu mau janji.”

“gak mau aku ditemenin.”

rain bingung.

“maunya makan bareng. aku gak mau diliatin doang.”

oh. rain mengangguk. paham. jave hanya khawatir ia tidak mau makan lagi seperti hari-hari terakhir ini.