R A K A N A S Y A.
▪︎ 18+
▪︎ mentioning anything that doesn't suitable for underage.
■□■□■
“Sorry to call you up this night.” Lelaki itu membuka obrolan ketika pantatku baru saja terduduk mulus disampingnya.
Aku mengangguk, lalu mengeluarkan hp dan menyalakannya. Tidak berminat untuk membalas ataupun sekedar berbicara pada lelaki yang kini tengah menatapku bingung.
“Put down your phone Nas, your eyes gonna get hurt.”
Lagi, dia lagi-lagi peduli pada hidupku tanpa aku minta.
Aku menghela napas keras dan mematikan benda layar datar tersebut, lantas menoleh ke arahnya.
Raka, lelaki itu masih tidak berubah sedikitpun. Rahangnya yang terbentuk jelas dan bahu tegapnya yang siap melindungi itu membuat pertahanan hatiku sempat goyah sepersekian detik.
Teringat jika mata itu yang dulu menatapku teduh dan tangannya yang harusnya menuntunku naik ke atas altar, hatiku langsung mencelos.
Sadar Nas! He's gonna married soon.
“Nas, kok ngelamun?” Raka bertanya seraya melambai tangan di hadapanku.
Aku menoleh dan memberanikan diri untuk menatap maniknya, “Kamu mau apa ngajakin aku night drive di jam segini? Sama tunanganmu kan bisa?”
Lelaki itu tersenyum samar dengan tangannya yang bergerak mematikan bunyi-bunyian dari dalam mobil.
Shit. Suasana menjadi makin sepi dan canggung.
Jalanan gelap dengan redupnya lampu kota serta cuaca mendung tanpa bintang di luar sana semakin membuat perutku mulas tidak terkendali.
“Pernikahanku besok siang Nas.”
Deg.
Seperti di hantam palu berukuran raksasa, hatiku terasa pecah begitu mendengarkan ucapannya yang tanpa dosa barusan.
“Then why told me? You should keep it as secret, aku nggak mau tau.”
“Nas, i feel bad to us. As you know aku beneran nggak cinta sama Rena. I just need you and love you.” Ucapnya dengan tangan yang bergerak pelan menyentuh tanganku.
Aku diam, mataku panas menahan tangis dan tanganku kebas dalam genggamannya.
“Aku tau aku egois Nas, tapi serius aku cuma kepengen ngabisin malem ini sama kamu doang sebelum aku nikah di depan publik besok.”
Aku menunduk menatap jemari kekar nan halus tersebut dengan tatapan nanar, “Aku mau move on, tapi kenapa kamu selalu nahan tanganku kayak gini sih Ka?”
“Karna aku nggak pernah mau kamu pergi..”
Aku menoleh, “Tapi besok justru kamu yang pergi ke tangan orang lain kan?”
Raka mengelus tanganku pelan dan meremasnya kecil, “Spend this night with me Nas. Ayo bahagia sebelum matahari terbit besok pagi.”
Aku menggeleng dan tangisku langsung pecah. “I swear cowok paling jahat di muka bumi itu kamu Ka.”
Lelaki itu kaget mendengar ucapanku dan buru-buru menarikku dalam pelukan.
Hangat. Pelukannya masih tetap terasa hangat seperti kala itu.
“Sorry nggak bisa jaga hubungan kita Nas, tapi pernikahan ini penting buat nunjang perusahaan papa aku. Aku kepaksa, dan aku nggak bisa nolak.” Raka mengelus punggungku dan berulangkali mengecup kepalaku.
“Don't cry, you make me feel more sad tonight.” Lanjutnya seraya melepas peluk dan merapikan rambutku dengan ujung jarinya yang baru kusadari telah mengenakan cincin tunangan.
Demi apapun, aku benar-benar tidak sanggup.
“Raka sorry tapi aku mau turun aja.” Putusku dengan suara bergetar seraya berusaha menarik handle pintu disampingku.
Dalam pikiranku kini aku hanya ingin masuk ke kamar dan menumpahkan semua tangisanku diatas kasur. Tidak lebih.
“No, kita bahkan belum jalan. As i said, aku mau habisin malem ini bareng kamu Nas. Just you and me, please?” Tahannya memelas seraya mencekal pergelangan tanganku.
Shit.
Aku mendadak mengerang ketika merasa cincin Raka menggores kulitku.
Kulihat lelaki itu kaget dan dengan segera melepas cincinnya dan mengangkat tanganku.
“Berdarah Nas, i'm so sorry.” Ucapnya menyesal seraya mengelap kulitku dengan selembar tissue yang baru saja ia tarik dari atas dashboard.
Aku hanya diam dan membiarkan ibu jarinya mengelus pipiku lembut, “Sorry to hurt you in many times Nas, aku nggak bermaksud.” Ucapnya menyesal.
Aku mengangguk dan menatap mata Raka yang terlihat begitu khawatir di hadapanku, lalu dengan perlahan kugerakkan tanganku untuk menyentuh pelan jemarinya yang masih berada disekitar wajahku. “Thanks udah ngajarin aku mencintai orang tanpa harus memiliki ya Raka. Tentang hatiku mungkin cuma waktu dan Tuhan yang bisa sembuhin, kamu nggak perlu ngerasa bersalah buat itu.”
Raka tercekat, mendengar penuturanku yang begitu panjang malam ini matanya mendadak berkaca-kaca.
Tangan kanannya yang bebas ia gerakkan untuk menarik tengkukku maju mendekat, “I do love you Nas, so much, and i swear no one can change the fact.” Ucapnya bergetar seraya menatap mataku dalam.
Tangannya yang berada di tengkukku bergerak pelan dan turun ke punggung menimbulkan berbagai efek liar yang mendadak keluar dan menggelitik perutku, “And please let me spend this night with you only. Just us Nas.”
Aku menelan ludah dan menatap bibir Raka yang terlalu dekat di depan wajahku dengan nafas tidak beraturan. Dengan perlahan kusentuh bibirnya pelan dan mengelusnya dengan ibu jariku.
“Besok ini jadi punya orang ya Ka?” Tanyaku dengan suara pelan setengah bergetar.
Lelaki itu hanya terdiam dan membiarkan jemariku naik mengelus rambutnya yang sedikit berantakan malam ini.
“Baru keramas? Wangi soalnya.” Pujiku nanar seraya menyisir anak rambutnya halus.
“Biasanya kamu suka ngendus kepalaku, nggak mau?”
Aku menggeleng, “Aku cuma mau ngelus aja. Takut kalo besok udah resmi jadi punya orang terus aku kangen wanginya jadi nyium sia....” Ucapanku terhenti karna bibir Raka tiba-tiba maju dan membungkam bibirku.
Lelaki itu mengelus punggungku yang menegang dengan gerakan lembut dan menekannya sesekali.
Aku merintih pelan ketika merasakan sebuah gigitan pelan jatuh pada bibir bawahku,
“Sorry Nas, aku kebablas. I just can't handle it.” Ucapnya memundurkan wajah dengan nafas memburu.
Aku mendongak dan mengatur degup jantungku yang menggedor-gedor liar dari dalam sana, “No need to sorry, we have each other this night, right?” Tanyaku lirih seraya menatap matanya yang lagi-lagi memandang bibirku.
“You want it?” Lanjutku bertanya memastikan.
“Fvck¡n bad, Nas.” Lelaki itu membalas dengan suara rendah seraya menerkam kembali bibirku dengan rakus.
Disesapnya kuat bibirku bergantian atas bawah seraya sesekali kembali memberi gigitan halus untuk sekedar menyuruhku membuka bibir.
He want more.
Dengan perlahan kupejamkan mata dan kulingkarkan tanganku pada lehernya. Kubalas perlahan cumbuannya yang kian menuntut itu dengan sabar hingga akhirnya ia melepas ciumannya dengan kesal.
“Hhh Nash, kenapa kamu nggak buka bibir sih?”
“Why must i?“
“Cause i miss the taste, Mrs. Nasya Geovanny.” Erangnya seraya mendorong senderan kursiku hingga tertidur.
Aku menelan ludah secara kasar merasakan hembusan nafasnya di atas wajahku.
“Nas i swear kamu cantik banget. Like everything about you just pretty dan jujur aku nggak sanggup.”
“Don't make me blush if you aren't going to take my hand in the end.”
“Lupain tentang pernikahan. Please bahagia sama aku malem ini..”
Aku menghela nafas sekali lagi dan menangkup wajahnya halus, “Kamu mau ngajak bahagia atau crazy in touch bareng, Ka?”
“Dua-duanya.” Balasnya mengawang ketika bibirnya kembali menghunjamku dengan penuh tuntutan.
Seperti menyalurkan emosi, rindu dan rasa takut untuk saling melepas ikatan, aku memejamkan mata dan membiarkannya meneroboskan lidah masuk demi memperintim keadaan.
“Nas, want to make out with me?” Tanya Raka meminta ijin seraya mencumbu telingaku dengan gerakan liar.
Aku mendesah, antara mendesah nikmat dan mendesah pasrah kepada jalan setan yang meracuni otakku malam ini.
Dengan pikiran yang begitu kabur akupun mengangguk setuju dan membiarkannya melakukan apapun yang ia mau.
Bodoh?
Yaa.. Aku memang bodoh.
Tentang pernikahan Raka dan Rena besok siang?
Entahlah, aku akan berusaha menghadapinya.
Atau mungkin sama sekali tidak akan pernah bisa merelakannya.