day 1 honeymoon, at night. 10 p.m


sepulang dari berjalan-jalan di beachwalk dan putar-putar untuk makan atau menyegarkan mata, keduanya segera kembali ke villa. sudah sejak pukul 8 waktu setempat sebenarnya mereka kembali, namun..

“beneran mau sekarang? kamu engga capek? engga dingin?” rain bertanya, melirik ke arah jave yang kini mengedik pundak sebentar.

“waktu itu kita renang juga malem, enak sih, anget.”

“mending besok pagi kak jave. hari pertama nanti kamu tepar duluan loh.” rain berusaha mencegah, mencekali pergelangan tangan jave agar menurut.

ya, setidaknya lelaki itu memang tersenyum dan mengangguk. ia langsung luluh. “ya udah besok aja, sekarang kita mau apa? nanti keinginannya gak bisa di checklist cepet-cepet loh rain.”

“gak perlu nurutin keinginanku cepet-cepet, aku ada kamu aja udah seneng meski diem-diem di dalem bangunan aja. serius.”

jave seperti disiram ratusan bunga, sumringah sekali wajahnya. dengan sigap ia segera menarik langkah mereka masuk ke kamar. ingin manja-manja disitu, maksudnya.

televisi mereka nyalakan dan segera sambung ke netflix. entah, buat bunyi-bunyian saja karena sepi.

“agak sini loh tidurnya.”

“engga, engep banget dijadiin guling sudah 2 hari!!!!”

“hahahahahaha lucu sih, sini rain buruan.” jave tak sabar dan memutuskan untuk segera mendekat saja agar bisa memeluk gadisnya.

“duh duh ini apa sih wangi banget?” ia berujar, menciumi pucuk kepala rain dengan gemas.

“hhhh besok-besok aku gak keramas aja gimana?”

“boleh. terserah kamu. aku tetep suka apapun bentuknya.” jave terkekeh pelan sambil ciumannya turun ke dahi. posisinya sekarang sudah setengah tidur akibat tangan kanannya menumpu badan.

“apaaaaaa sok-sok serius..” rain berusaha tetap melihat ke tatapan jave yang tiba-tiba menghunjam intens itu sambil menahan gejolak untuk tidak kabur saking groginya.

“haha, nothing. but, may i kiss you?

rain terkejut hingga bola matanya membesar sesaat. sudah tentu mereka sering melakukannya, tapi, ketika jave bertanya sedemikian rupa untuk mendapat ijinnya tetap saja membuat jantungnya disko bukan main.

rain reflek menggigit bibir atasnya kala perutnya mulas berulah. laki-laki itu selalu saja berhasil membangkitkan segala hewan dan apa saja yang membuat rusuh tubuh hingga bulu-bulunya merinding sempurna.

tubuh rain yang tidur normal itu perlahan ditindih dari samping. jave mengecup keningnya sebentar sebagai bentuk sapaan karena tak kunjung direspon, lalu turun perlahan menuju kelopak mata, turun lagi ke hidung, ke pipi kiri, lalu ke dagu dan terakhir ke bibir, cukup lama hingga benar-benar menempel setiap sudutnya.

“yang ini aku nggak mau ngecup aja.” jave menambahkan informasi sambil mengelus bibir rain dengan ibu jari.

rain menegak ludah, meski perlahan ia sudah jatuh terlena oleh buaian, ia masih diam. pikirannya kabur kesana kemari.

“sebenernya kamu gak perlu nanya sih, kak. maksudku, itu terserah kamu mau apa. kan sekarang, aku memang punyamu.” rain akhirnya menjawab patah-patah sembari menatap mata jave yang mengintimidasi tersebut. tatapannya memang tetap lembut, namun ada beberapa titik di mata lelaki itu yang berkobar sekali.

“cium aja, gak papa.” rain kembali melanjutkan ketika jave tidak bergerak. lelaki itu hanya sibuk mengelus wajah rain yang sudah merah itu dalam diam.

tangan rain reflek bergerak, menangkap tangan jave yang masih mengelus itu agar diam sebentar sedang tangan satunya mulai menarik tengkuk jave agar mendekat ke arahnya.

“kiss me. just do it. or you want something more about me tonight... just do it. aku gak papa.” rain berucap setengah berbisik akibat posisi jave memang sudah dekat dengannya. sebagai pembuktian kalimatnya barusan, gadis itu segera mencium bibir jave dengan lembut. menyesapnya perlahan seperti yang sudah-sudah seraya melumatnya bergantian, atas dan bawah.

lelaki itu langsung tersihir, belum membalas dan malah diam kaku. tangan rain terus bergerak menekan tengkuk jave agar ia bisa memperdalam ciumannya. namun merasa jave yang tumben pasif, ia segera merubah posisi dan menjatuhkan tubuh jave perlahan agar ia bisa ganti menindih tubuh lelaki itu. bermain dari atas, untuk pertama kalinya.

bibir rain memerah sama seperti pipinya yang sudah menahan malu bukan main. rambutnya yang terurai berantakan akibat tadi habis diusel-usel oleh jave itu ia benarkan perlahan dengan jemari.

rain tersenyum, ragu sesaat karena benar merasa canggung. menatap bola mata jave lama sebelum akhirnya dengan tanpa banyak bicara ia kembali menjatuhkan bibir di tempat semula. memulai semuanya dari awal dengan tangan yang bertumpu pada dada bidang jave.

ciumannya pelan, dengan diselingi oleh sapuan lidahnya yang mencicip permukaan bibir jave yang lembut itu secara halus. jave terbuai sempurna, pikirannya kacau dadakan. dengan pasti ia segera membalas ciuman lembut itu dengan sedikit aktif, mulai memainkan lidahnya sendiri agar ia bisa mencicip balik sensasi lama yang sudah beberapa minggu tak ia rasakan.

enak. bibir rain memang enak. jave sampai mabuk sekali dibuatnya. suara decakan yang awalnya tak terdengar karena permainan lembut itu perlahan menguar, rain sampai bergidik ketika tangan jave bergerak naik menekan kepalanya agar terus menunduk dan menempel sempurna dengan miliknya.

lelaki itu meraup isi bibir rain lama, memainkan lidahnya di milik rain sambil menyapukannya terus ke seluruh bagian dalamnya. rain curiga ia akan tersedak jika terus dihajar seperti ini. napasnya bahkan sudah tersengal bukan main.

jave tidak puas, perlahan kembali membalik posisi tubuh dengan rain ada di bawahnya. “i just brutally in love with you. kenapa bisa begini?” jave berucap serak sekali, wajahnya bahkan sudah ikut memerah menahan segala hasrat agar tak mendadak berbuat kasar.

rain mengambil napas banyak-banyak, memanfaatkan kesempatan agar ia bisa selamat di gempuran jave babak kedua. dan betul saja, setelah mengucap kalimat tadi laki-laki itu langsung menekan ciumannya ke bibir rain, rakus sekali, lidahnya menyerobok masuk dan bermain kembali. sesekali melilitkan lidah dan menyesap milik rain kuat, sesekali lepas untuk meraup bagian luar bibir seperti dagu dan apa saja di sekitarnya.

jave benar jujur jika ia menginginkan rain, terlihat dari tatapan matanya dan ciuman yang tak segera berakhir ini.

rintih pelan mulai terdengar ketika jave aktif menggigit gemas bibir bawah rain. menyedot isinya kuat sampai rain ingin berteriak. antara nikmat dan takut jika paru-parunya bablas tersedot saking kuatnya hisapan jave barusan.

lelaki itu menyesap isi bibir rain lama sekali, ekspresinya bahkan sudah seksi totalitas karena benar-benar merah padam, ditambah lagi oleh urat lehernya yang kekar itu mulai menyembul keluar akibat ia mengerahkan tenaga untuk menghisap. sempurna sudah.

perlahan ciumannya lepas, ia mengusap bibir rain yang setengah tak manusiawi karena hampir bengkak itu dengan ibu jarinya. jave tersenyum, kembali mengecup bibir rain lembut seakan mengucap maaf karena sudah menciumnya sedikit brutal barusan.

kecupannya lepas, namun kali ini segera turun ke dagu. rain menggeleng, “please, please skip leherku. aku gak kuat. sumpahhhh, duh kak javeeeee.” teriakan kecilnya yang sedikit frustasi itu terdengar gemas sekali menurut jave. lelaki itu tak mendengarkan permintaannya, tentu saja. karena siapa pula yang mau melewati leher cantik ini? hanya lelaki bodoh menurutnya.

kecupan jave mulai terdengar, semakin lama semakin ke bawah. kadang berhenti lama di ceruk leher guna menghirup wangi, kadang juga mulai menggigit kecil akibat gemas setengah mati. rain mencekali kepala jave, wajah gadis itu sudah semakin merah akibat lehernya memang mudah sekali merasa geli. titik sensitifnya, karena sekali tersentuh maka mudah sekali untuk membuat rain aktif atau sekedar mengeluarkan suara-suara ancaman bagi kesadaran jave yang sudah terlampau minim.

benar saja, sekali lidahnya terjulur untuk menjamah, urat leher rain langsung menyembul secara perlahan. seakan mengerti jika ia memang diinginkan kali ini. jave mengangkat pandang, menatap rain yang kini menggigit bibirnya akibat tak ingin teriak-teriak. karena percuma, buang energi, jave tak akan mendengarnya.

“seksi.” satu kata itu keluar dari bibir jave ketika ibu jarinya bergerak melarang rain untuk lanjut menggigit. “tapi itu punyaku, jangan diterusin. kalo mau ngomel geli ya ngomel aja, jangan ditahan.”

“iya memang geli. aku udah bilang looooh kakkkh..” ucapannya mendadak kembali tertahan karena jave sudah menjatuhkan kepalanya lagi di area leher rain. tanpa basa-basi segera meraupnya, menciptakan banyak tanda merah karena ia sedot tidak cuma-cuma.

rain menggelinjang, mengaduh pelan dalam hati akibat tangannya yang sudah dikunci kanan dan kiri. jave betul menginginkannya.

“lepasin tanganku bentar boleh enggh..” ucapannya kembali tertahan ketika jave menjilati area lehernya tanpa ampun, bunyi sedotannya yang keras bahkan sampai tembus ke telinga. kuat sekali, sepertinya memang sudah kepalang bernafsu.

jave menilik hasil karyanya, “udah merah semua, tapi aku belum puas.”

“kamu brutal banget.” rain mengatur detak jantung dan napasnya sendiri setelah berucap. pun jave yang kini malah asik menatapnya dengan tatap puja.

tak membiarkan jeda terlalu lama, jave kembali mendekatkan bibir. kali ini mendekati telinga rain. dan sebelum rain melarang, ia segera menciumi daun telinga tersebut dan mulai menjulurkan lidahnya memutari area.

basah sekali suaranya, membuat rain spontan menahan napas dan hampir saja mengeluarkan suara aneh yang asing sekali untuk didengarkan. tubuhnya menegang ketika jave benar memasukkan telinganya ke dalam mulut, melumatnya di berbagai sisi sambil menggigitinya gemas.

satu suara kecil tak bisa ditahan dan berhasil lolos keluar, membuat jave semakin hilang akal karena deru napas rain di depan lehernya berhembus tak beraturan.

“rainy..”

“gak pake y.” masih sempat pula mengajak debat.

“you okay?” jave yang sudah menghentikan kegiatannya itu memutuskan untuk kembali memberi jeda gadisnya agar tak terlalu terkejut.

rain mengangguk, ia aman, hanya jantungnya saja yang sudah kena mental. “aku selalu penasaran deh, kamu belajar dimana?”

jave tertawa. “belajar apanya?”

“ya itu.. cium-cium...”

“hahahahaha, gak belajar lah.. cuma ikutin aja hatimu nyuruh jajah kemana. terus nanti pas nyampe pasti tau mau ngapain.”

“tapi kok aku bingung ya kalo mau gituin kamu..”

jave tersenyum, wajah rain itu lucu sekali, “ya karena kamu nahan diri. lepasin aja sesekali, aku sama sekali gak pernah keberatan kamu apa-apain aku.”

rain menggeleng, malu, “diem ah, gak usah ngobrol-ngobrol.”

jave menurut dan kembali terdiam, fokus memandangi seluruh sudut wajah rain sambil mengelus rambutnya. “u're so totally my type rain.. super cute, but, hot? kinda spicy, but actually sweet.”

“gak ngerti gak ngerti diem aja udah please gak mau mendengar.” pipi rain panas sekali digempur tak henti sejak tadi.

jave terkekeh sebentar dan memutuskan untuk benar diam, hingga ia merasa tangan rain yang tadi pasif dalam cengkramannya itu perlahan balas menggenggam. gadis itu menatapnya fokus.

“aku gak jago ngobrol serius, jadi selama ini mungkin kamu mikirnya kenapa selalu kamu yang ngasih banyak kata-kata bagus ke aku. maaf gak bisa bales balik, soalnya ya itu tadi, aku gak bisa ngobrol serius kayak, malu aja gitu.”

“okay.” jave terkekeh, masih mendengarkan.

“tapi kalo kamu penasaran aku sebenernya mau bilang apa aja itu gampang, soalnya perasaanku gak jauh sama kamu, alias, sama aja. gitu.”

jave mengangguk, ia tak pernah meragukan ucapan rain karena gadis itu polos sekali. dari melihat pantulan matanya saja sudah terlihat bagaimana isi hatinya yang paling jujur.

rain tersenyum, melepas tangannya pelan dalam genggaman dan berganti mengalung pada leher jave. menariknya mendekat sebentar lalu meluknya erat.

bau wangi segar jave segera menyerobok masuk ke hidungnya, menusuk-nusuk kuat seakan mengundangnya agar mau berbuat hal lain yang sedikit menyenangkan.

suara televisi yang sudah dikecilkan itu menjadi satu-satunya suara yang bisa mereka dengarkan selain deru napas yang tentunya sama berat disana.

jave mendusel masuk ke ceruk leher rain, menciumi kembali area harum yang menjadi favoritnya itu dalam-dalam. membuat yang dicium berjengit pelan akibat kembali merasa geli. seluruh kujur tubuhnya semakin melemas kala jave meniup-niup lubang telinganya pelan. menggoda.

“kak jave jangan gitu..” rain merengek kecil, sayangnya, rengekan yang keluar tepat disamping telinga jave akibat posisi mereka masih berpelukan dalam tidur itu membuat jave semakin ingin berbuat lebih jauh.

satu larangan adalah perintah menurut sarafnya.

“kamu gak mau coba?” jave menjauhkan sebentar wajahnya.

“hm?”

“try this one.” ia menjawab, menunjuk lehernya yang terpampang.

lagi-lagi rain terkejut, ucapan jave efeknya besar sekali bagi kesehatan jantungnya. dan seakan mengerti jika rain merasa malu, lekaki itu segera beranjak untuk duduk.

“sini-sini.” ajaknya, menaikkan tubuh rain agar duduk di pangkuannya.

“lalu?”

jave mengedik pundak, menyerahkan dirinya secara total pada rain agar setidaknya gadis itu bisa mencoba meniliknya sebentar saja.

rain memejamkan mata, jantungnya berdebum gila akibat jave yang kini ia duduki itu mulai sedikit rebah ke belakang dengan dua tangan sebagai tumpuan.

“kamu suruh aku menyentuh-nyentuh kah?”

“hahahahaha iya, nih.. terserah kamu, cobain sesekali kalo penasaran..”

rain menggigit bibir bawahnya gugup, “tapi jangan ketawain aku...”

“eh betulan mau?” jave malah kaget sendiri.

“hrrr, ya gak papa. kamu memang mau kan?”

“ya siapa yang gak mau?”

“hihhh..”

“ini beneran kamu mau?”

“rrrrr, iyaa? tapi janji gak boleh ngeledekin aku nanti apa besok-besok gitu ya betulan aku malu banget soalnya.”

pikiran jave mengawang sekali, ia lantas mengangguk. setuju.

rain mengajak berjabat tangan.

“deal?”

“hahahaha apa sih? tapi oke, deal.”

rain menarik napas perlahan, mulai menumpukan tangannya di bahu jave yang terbalut shirt putih tulang. matanya mengerjap beberapa kali akibat kesempurnaan jave yang kini ia sadari lagi terlihat begitu luar biasa. dadanya tegap dan lebar, alisnya tebal, bibirnya merah, rahangnya bahkan terbentuk jelas. definisi sempurna yang sesungguhnya.

jemari kanan rain terangkat, perlahan mengelus wajah jave tanpa sadar dari atas turun ke bawah. ia terus menelusur, menikmati setiap lekukan wajah yang tersuguh pasrah di hadapannya itu sambil sesekali menelan ludah. situasinya gila memang, sanggup membuat rain panas dingin secara mendadak. belum lagi jika jave sudah menangkap jemari rain lalu mengecupnya lama, pecah sudah.

rain bergerak mendekat, dulu ia pernah hanya sekedar mengecup leher jave sekali, namun sekarang rupanya jave menginginkan lebih. ia ingin dibalas sama, atau setidaknya, ia penasaran bagaimana rasanya ketika lehernya dimainkan oleh lidah gadis yang dicintainya.

rain mengecup kelopak mata jave, menyuruhnya agar memejam sebentar hingga ia bisa merasa tenang ketika awal mencoba.

jave menurut, memejam matanya sebentar ketika bibir rain berpindah turun menuju bibirnya. gadis itu menciumnya, menarik atensi agar jave terbuai perlahan. tangannya yang tadi kembali bertengger di atas bahu itu perlahan bergerak naik, ganti bercekalan pada leher jave yang putih bersih.

rain mengusap pelan area itu ketika akhirnya memberanikan diri untuk menyicipnya sebentar. mata jave masih memejam, lelaki itu menuruti keinginannya, namun...

“shithhh, rainh..” jave berucap berat ketika lidah rain terjulur pelan, menekan kuat arah lintasan urat jave yang menyembul itu dari bawah ke atas. hangat dan basah. membuat alam kesadaran jave terkikis sempurna dan yang ada hanyalah rasa ingin dan ingin saja.

rain merinding, melirik ke atas sebentar dan mendapati wajah jave sudah makin padam. gadis itu merasa aneh sekali karena ada sesuatu dalam dirinya yang bangun ketika mendengar suara seksi jave barusan. lidahnya kembali mendekat, kini menemukan mainan baru yang menurutnya enak dilahap karena jave berulang kali menelan saliva berat.

jakun.

jakun itu menonjol sekali, seakan mengundang untuk dimainkan.

bibir rain mengecup halus, membuat jave mendongak sempurna untuk memberi akses jalan gadisnya supaya bisa bergerak leluasa. kecupan itu terasa panas sekali karena jatuh cukup lama, lalu sebelum jave sempat sadar lagi, bibir rain itu mulai terbuka. gadisnya melahap jakun sambil sesekali memutar lidahnya disana.

sial. sekali mencoba gadis itu ternyata bisa begitu luar biasa. meski gerakannya masih canggung karena sesekali melihat ke arah jave seakan takut salah gerak.

lidah rain lama memutar di jakun hingga akhirnya ia mencoba untuk menghisapnya secara perlahan. bagai disengat lebah, jave reflek membuka mata akibat terkejut, tangan lelaki itu bergerak naik untuk mencekali kepala rain agar semakin memperdalam hisapannya.

gadis itu mengerti, maka dengan nafsu yang mulai sedikit naik itu ia terus bermain disitu kemudian perlahan mulai berkeliling di sekitar area leher lain untuk memberi sedikit tanda merah kecil yang baru ia sadari sangat menyenangkan untuk dilakukan. setiap sedotan yang timbul menciptakan satu atmosfer baru hingga tak sadar tangan gadis itu meremas leher jave berulang kali untuk menyalurkan rasa aneh yang timbul dalam dirinya. setidaknya sekarang ia paham kenapa jave suka sekali bermain di area leher dengan jangka lama.

jave menunduk sedikit kala merasa hisapan rain makin turun menuju tulang selangkanya. raut gadis itu seksi sekali ketika bekerja. antara malu tapi ingin, serta ragu-ragu untuk memulai.

“do it rain. gak papa.” jave mempersilakan dengan suara sepenuhnya serak.

dan karena seperti disuruh, tangan rain reflek menarik turun kaos jave ke arah samping agar ia bisa bermain disana dengan bebas.

jave kembali memejam, sinting sekali, ia tidak pernah tau jika rain bisa begini. bahkan sejak dulu ia tidak pernah membayangkannya meski hanya sekali. di matanya, gadis itu sudah seperti anaknya sendiri yang harus dijaga dan disayang. kadang lupa jika rain sekarang sudah makin beranjak dewasa dan.. ya, tidak memungkiri bisa meniru tindakannya dalam bermain.

lihatlah, dengan wajah merah padam, tangan rain masih bisa aktif menurunkan kaos dan meremas bahu jave keras.

rain sudah hidup. jave mengerti itu. seharusnya bagus, namun jika rain melakukannya hanya sekedar perintah maka ia bisa saja menyesal besok-besok hari.

tidak semua harus dilakukan secara tergesah, jika memang bukan waktunya, maka sesuai prinsipnya.. ia bisa menunggu.

“rain?” panggilnya ditengah kesadaran yang ada.

“hmh?”

“kalo misalnya kamu nanti nggak mau lanjut, kamu stop main disitu aja, oke?”

rain langsung berhenti, menarik mundur kegiatannya. gadis itu menatap mata jave sambil mengusap bibir yang basah. cantik sekali. dan tak bisa dipungkiri, terlihat sangat menggiurkan.

“but what if i let it.. maksudku, what if i want, you, too..?”

“no regret? gak perlu buru-buru kalo enggak siap, kita punya banyak hari, banyak minggu, banyak tahun. i can handle this.”

rain tak banyak bicara, menjatuhkan lagi ciumannya di bibir jave, “i want you, enggak peduli sekarang, enggak peduli nanti-nanti, i will not regret this. karena, aku lakuinnya sama kamu? so, why should i feel that way?”

jave menatap lama bola mata rain yang sepenuhnya sudah menggelap tersebut, mengelus pelipisnya sebentar, lalu mengecup keningnya.

“so tell me you want it.”

rain menggigit bibir bawahnya, “i want it.....”

“want what?” jave malah menggoda dengan balik bertanya, padahal, keduanya saja sudah sama-sama serak dipenuhi pikiran masing-masing sekarang.

rain mendadak malu, semakin menggigit bibir tak mau menjawab.

“hahahah, okay.. let's do this rain.”

“do, what..?”

“let's have a sex, today.”


maaf rada ngeselin tp kepala judulnya 400 dulu boleh tidaaaaaaaaa tengkiuuuuuu wkwkakwkwk

anw aku sambil lanjut nyicil buat bukunya, PLS KALO JADI KALIAN MAU AMBIL GAK 🙂😀 kalo ga yaudah, serah.. wkwkwkwk 🥺😵‍💫