dekat, tapi jauh.
terhitung sudah hampir satu bulan damian dan kinara tidak bertukar sapa. bahkan chatting pun juga sudah jarang. mungkin satu dua kali tak sengaja berpapas muka ketika membuka atau mengunci pagar. namun ya sudah, hanya itu saja.
entah apa yang terjadi di batin keduanya, hanya mereka seorang yang mengerti.
hari ini hari sabtu ketika mario mengajak kinara untuk join ke tongkrongannya yang kerap kali berkumpul di area gedung pencakar langit ibu kota. entah untuk sekedar sebat, mencari perempuan untuk digebet, atau pun minum-minum normal.
mario tidak bodoh kenapa kinara mau-maunya mengiyakan ajakannya hari ini padahal biasanya selalu ditolak. seratus persen lelaki itu sadar dan paham bahwa kinara MAU karena ADA damian.
“let me take your hands kin” mario berujar ketika ia dan kinara sudah turun dari mobil dan kini tengah berada di basement gedung.
kinara malas berdebat apa lagi mengobrol panjang, gadis itu lantas memberikan tangannya kepada mario tanpa babibu lagi. toh, hanya bergandengan. apa yang salah? mereka bukan ABG yang harus baper-baper terlebih dulu ketika baru memulai kontak fisik bukan?
setidaknya, itu menurut kinara.
“di atas nanti rame, tapi gak papa. sama gue.” mario tersenyum dan menarik gandengannya agar segera masuk ke dalam lift.
kinara hanya balas tersenyum dan mengangguk mengiyakan.
mata kinara tidak katarak, tidak minus dan pula tidak silinder. jelas ia bisa melihat damian duduk di salah satu kursi yang ditata melingkar bersama dengan kalila di sampingnya.
oke. bukan pemandangan mengherankan dan patut dibahas panjang seharusnya. namun entah kenapa kinara langsung memalingkan wajahnya ke sembarang arah agar tak perlu melihat lebih lama.
apa lagi damian tadi juga sudah menyadari keberadaannya dan sempat memperhatikan cukup lama dengan raut keheranan.
gadis itu sudah ingin memilih duduk di tempat yang agak jauh dari damian ketika kursi incarannya telah diduduki oleh anggota pertemanan para lelaki tersebut.
naas. kinara rasanya ingin pulang.
“sini kin.” mario yang memang memperhatikan gelagat kinara tersebut reflek menuntun pelan agar bisa duduk di area meja panjang yang bisa dibilang cukup jauh dari damian dan kalila.
tidak jauh sekali sebenarnya, sebab dari posisinya duduk ini ia masih bisa mendengarkan percakapan-percakapan dari meja bundar damian.
“jangan jauh-jauh mar.. horror ih, temen-temen lo.. hahaha.” kinara menggamit ujung jaket mario agar tidak berpergian meninggalkannya.
“lo mau minum sesuatu? gue pesenin dulu?” mario menghadapkan wajahnya ke arah kinara dengan raut yang.. demi apapun, sangat-sangat mengayomi.
“gak pengen. bir semua gitu gue gak kebiasa minum-minum. terakhir coba juga pas SMP, pait.”
“ada mocktail. mocktail aja ya?”
kinara hanya mengangguk simpel seraya membiarkan mario memesankan minum dengan menitip pada teman-temannya.
jujur saja ini pertama kali kinara memasuki dunia malam semenjak ia dilahirkan. katakan saja kinara kuper, cupu, kurang update, atau yang lain-lainnya.. karena faktanya, kinara tidak bisa mengelak hal tersebut barang sedikitpun.
dan kini melihat damian dengan santai menenggak minumannya bersama kalila, kinara tau pasti bahwa ia tidak familiar dengan dunia damian sama sekali. kalila bahkan terlihat santai saja menghirup asap-asap yang keluar dari rokok di sekitarnya, entah rokok tembakau, ataupun rokok elektrik.
kinara sendiri? hah... ia sudah hampir pusing menghirup aroma-aroma yang berjubel menjadi satu di tempat ini.
“rokok lo matiin rez! rel, lo juga! cewek gue gak bisa ngehirup rokok!” damian tau-tau bersuara dengan lumayan kencang ketika asap rokok dirasa makin menyebar.
oh, rupanya kinara salah persepsi sebab kalila ternyata tak bisa juga menghirup asap terlalu lama sepertinya.
“cielah damian.” darel menurut, mematikan rokoknya tepat ketika diperintah. berbanding terbalik dengan reza yang sedang fokus melakukan panggilan di telponnya, lelaki itu masih menghembus asapnya tanpa tau apa-apa.
kinara bisa melihat damian sudah membuka mulutnya ketika mario sudah terlebih dahulu melempar lengan reza dengan korek api menganggur.
“rokok lo bro, cewek gue juga gak ngerokok.”
tanpa siapapun tau, damian reflek saja mengepalkan tangannya di bawah meja.