dinner, just talking.
Suara alat makan beradu, berdenting lumayan nyaring dari kanan dan kiri. Dengan cahaya temaram dalam ruangan dan samar suara musik klasik yang mengalun perlahan dari kejauhan.
Pukul delapan, pengunjung masih setia menempel di kursi restaurant dan belum berniat beranjak pergi. Berceloteh panjang dengan lawannya sambil sesekali menyuap pesanan ke dalam mulut.
“Jadi gimana Rain?” Jave berucap, menutup peralatan makannya tanda ia sudah selesai menyantap hidangan.
Rain mengerjap, hari ini gadis itu mudah sekali terkejut tanpa alasan yang jelas. “Apanya?” Ia bertanya linglung.
Lelaki itu menggeleng pelan, tertawa tanpa suara. “Besok.. Besok kamu mau lanjut S2 apa mau langsung kerja?”
“Ooooohhh.. Aku kayaknya langsung kerja deh kak..”
“Pas itu kamu bilang banyak yang nawarin kamu lanjut kuliah di Australia. Kamu gak mau take?”
Rain menggeleng. “Gak tau, maksudku itu jauh banget. Banyak hal yang harus dipikirin sebelum jauh-jauh lepas dari negara ini kan.. Kayak, apa aku bisa mandiri? Apa mama bisa aku tinggal lama disana? Lebih penting lagi Gio sih, dia aku tinggal beda kota aja nyariin terus.”
Jave mengangguk paham, menyerahkan lembaran tisu pada Rain agar gadis itu bisa membersihkan tangannya.
“Kalo kamu? Kamu gimana? Maksudku kan kamu udah selesai juga.”
“Aku bakal kerja. Ada perusahaan yang gerak di bidang makanan tawarin aku kerjaan beberapa bulan lalu. Ya, kamu tau.. Nilai kampusku kemaren lumayan.”
“Uihh sombongnyaaaaaaa..”
Jave tertawa, “enggak... Apa sih orang ini kan kamu ceritanya lagi nanya Rainnn..”
“Tapi seriusan keren.”
“Kamu juga keren.”
“Nggak ada yang nawarin aku kerjaan.”
“Masih belum sayang... Lulus juga barusan jangan cepet-cepet. Harus dipikir mateng-mateng beneran maunya kedepan kayak gimana.”
“Yaaaaa.. Tapi kamu belum lulus udah ditawarin kan aku iri dengki insecure. Iya banget ya kamu jadi cowok tuh keterlaluan. Kenapa bisa perfect? Maksudku kamu apa minum vitamin-vitamin gitu KESEL BANGET.”
“Belajar aja sih. Serius. Orang bisa kalo belajar Rain.”
“Aku belajar tapi bego.”
Jave langsung terpingkal, mengacak rambut Rain yang ada di depannya itu gemas. “Gak bego kamu astagaaaaa siapa yang ngatain kamu bego aku gampar sini.”
“Aku sendiri sih. Kamu mau gampar aku?”
Skakmat. Tawa Jave makin kencang saja terdengarnya.
“Omong-omong enak ya disini gak ada orang lirik-lirik kamu. Maksudnya ada tapi biasa aja, kayak.. ya udah gitu.”
“Artis masuk sini aja mereka kadang cuek Rain. Apa lagi aku yang bukan siapa-siapa?”
“Siapa-siapa gimana kan kamu cowokku.”
“Gak nyambuunggggggg.”
Rain tertawa. Gadis itu lantas mengulur telapak tangan ke arah Jave.
“Gandeng?”
“Enak aja.”
“Terus?”
“Kretekin dong.”
“HAHAHAHAHAHA ASTAGA.. Gantian ya?”
Rain mengangguk, membiarkan Jave menarik jemarinya satu persatu agar berbunyi.
“Udah nih.”
“Sini jarimu gantian.”
Jave tersenyum. Raut wajahnya tidak bisa berbohong, ia tampak senang sekali. Lelaki itu lantas menurut, mengulurkan tangannya.
“Ngerti sesuatu gak Rain?”
“Apa?”
“Apa?”
“YA APA? Apa coba sih maksudnya kok jadi apa apa terus?”
“Hahahahaha gak ada godain kamu aja.”
“Gak jelas banget. Sumpah.”
“Aku masih dendam sih omong-omong.”
Rain mendongak, melepas jari Jave. “Dendam? Aku melakukan apa? Kamu masih marah gara-gara aku dipeluk?”
“Bukannn..”
“Terus?”
“Gara-gara kamu nyuruh Kalandra ngegotong aku ke air.”
“OOOOH HAHAHAHA. Abisnya sih.. Kan itu momen-momen seru. Kak Lukas pasti udah nungguin sekian lama. Bayangin aja Jeva selucu itu apa dia gak nahan-nahan buat godain Jeva selama ini?”
“Iya sih. Jeva emang lucu.”
“Kan...”
“Kamu juga lucu.”
“Enggak. Aku sudah dewasa.”
“Tapi masih lucu. Kamu lucu tiap hari.”
Rain mendengus. “Ya udah, terserah. Tapi aku gak merasa sih. Maksudnya aku sekarang kan kalo chatting juga udah normal-normal aja gak menggunakan emoji yang biasa aku simpen. Aku gak tau lagi dimana lucunya.”
“Kamu diem anteng aja lucu Rain.”
“Yeuuuuu. Itu kamu yang mengada-ngada.”
“Sumpah.”
“Ya udah. Terseraaaaaaaaah.”
“Kan.. Kamu ngomong terserah gitu aja udah lucu.”
“Hngg.”
“Itu juga lucu.”
“Kamu aku pukul beneran ya?”
Jave langsung tertawa, geleng-geleng kepala. Kedua manusia itu lantas lanjut mengobrol sampai 10 menit kemudian hingga berakhir dengan Jave yang memanggil waiters untuk melakukan pembayaran.