finger kiss.

lowercase.


jave maju berulang kali. lelaki satu itu rupanya punya banyak prestasi terlebih di bidang olahraga.

rain yang tadi sedang asik bersama jeva itu melipir. mendekati kalandra dan lainnya karena tadi lukas memberi kode agar dirinya minggir. yah, kata lainnya, rain diusir.

memang sialan.

“sini lah gak usah canggung.” kalandra melambai, menepuk kursi di sebelahnya. kursi milik jave.

“liat noh cowok lo, idih.. kaga capek-capek maju begitu.” ia melanjutkan, memberi canda sedikit agar rain nyaman duduk di sebelahnya.

gadis itu hanya mengangguk. fokus mendengarkan apa saja piagam yang diterima jave malam ini.

“lo suka jave karena apa rain?” kalandra tau-tau bertanya.

rain menoleh. mengerut alis. “kenapa memang?”

“gak. gue cuma mikir semua cewek suka jave karna dia ganteng. apa lo juga?”

“ganteng itu penting sih. maksud gue, lo kalo suka banget sama sesuatu pasti lihat dari covernya dulu kan? ibarat lo suka motor, lo pasti bilang wah gila bodynya mantap, stangnya oke. dan lain-lainnya. kak jave emang ganteng. yah, golongan lo semua ganteng. tapi..”

“tapi?”

“gue suka karna dia deketin gue duluan.”

kalandra kali ini menghadapkan tubuhnya sempurna ke rain. “jadi?”

“gue liat dia ganteng. sama kayak gue liat lo ganteng gini. tapi dia beneran keliatan mepet gue banget waktu awal itu, dan gue termasuk orang yang sadar diri. maksudnya kan gue tau dia ini orang yang most wanted gitu ya di sekolah, gak mungkin dong gue kayak... wah! cowok ini harus jadi pacar gue gimanapun caranya nanti!! karena itu nanti jatuhnya gue bisa patah hati sih..”

“jadi kalo misal jave gak ada acara godain lo..”

“ya. gue gak akan suka dia. gue bisa menahan diri buat gak cinta sama orang lain demi hati gue tetep aman sentosa sampe akhir.”

kalandra mengangguk, paham. “menurut lo jave gimana sejauh ini?”

rain membuang pandangan ke depan lagi karena topik ini jauh lebih ringan dari sebelumnya. gadis itu fokus melihat ke depan, ke arah jave yang kini sedang berdiri berdua dengan clara. sepertinya perwakilan DBL tetap dipanggil meski sudah berakhir sama-sama kalah waktu itu.

“baik. kak jave baik.”

“udah?”

“gue gak bisa puji-puji orang kak..”

“ya apa kek satu dua patah kata..”

“ya dia perhatian. dia lucu. dia.. dia apa yaaa aku gak ngerti lagi pokoknya definisi pacar yang meski gak selalu ada di tiap menitnya tapi tetep mau ngasih semuanya gitu, ngerti gak? ini aku sangat serius.”

“aku?”

“gue. salah. maaf.”

kalandra terkekeh.

“jave suka banget sama lo rain. lo liat itu di depan sana, clara.. tuh cewek bandel banget naksir jave 3 tahun.”

“ya, tau.”

“tapi jave tetep pilih lo. kenapa?”

“kenapa?”

“karena itu lo. gimana sih? pas itu jave kan udah ngomong sendiri.”

“hm.” rain menunduk, perutnya mulas karena pikirannya mendadak kalang kabut. “lo tau hubungan semanis apapun kalo misalnya nanti ada masalah pasti ada kata putus, kak?”

“gak selalu. masih banyak masalah yang bisa dibicarain baik-baik.”

“oke kalo masalah. kalo misalnya ada salah satu yang nantinya bosen. gimana?”

“no comment. gue gak tau, dan gue gak berhak jawab ini.”

“gue kadang takut.” rain akhirnya sambat juga. menoleh pada kalandra.

“takut apa?”

“kak jave pergi.”

“hehhh..” kalandra siap mengomel.

“jangan nyela dulu kak, maksud gue, hubungan gak bisa selamanya mulus. gue akui hubungan gue sama kak jave masih aman sampe sekarang. tapi nanti? gue bahkan gak tau ambil kuliah dimana..”

“lo rencana dimana emang?”

“sama mama gue disaranin ke luar kota.” rain makin menunduk saja. dan detik itu juga bahunya yang tadi terbuka kedinginan itu mendadak menghangat. sebuah jas menyampir disana dengan bau parfum yang ia kenal.

milik jave.

“aku udah selesai rain. kamu kenapa nunduk gitu?” lelaki itu bertanya. “pusing? kamu mau di luar aja?” lanjutnya kemudian.

rain mendongak. menggeleng. “aku gak lagi pusing. disini aja kan ngeliatin ini acara belum selesai.”

“udah. ini tinggal dance sama foto-foto bebas di booth aja.”

rain manggut-manggut. “kamu mau keluar kah emangnya?”

“banget.”

rain terkekeh. bangkit berdiri. gadis itu ingin berpamitan pada kalandra ketika menyadari cowok itu sudah hilang dari tempatnya duduk tadi. entah kemana.

“ya udah ayo ke depan.”

“kita foto dulu mau gak rain?”

“ayoooooo, mau mauuuu.” rain mengangguk, reflek menarik tangan jave untuk membawanya keluar lebih dahulu.

“tumben kamu narik aku duluan?”

“ya biar cepet.”

“sini.” jave menurunkan pegangan rain di pergelangan tangannya itu turun agar bisa masuk ke genggaman.

rain tertawa. “ini fotonya bayar kah?”

“hahahaha gratis lah rain!”

keduanya kini sudah berdiri antri di dekat booth. tidak terlalu banyak karena yang lain masih asik menari di dalam sana.

“kamu kenapa gak ikut seneng-seneng di dalem? aku kalo duduk sendirian tadi gak papa. ada mama papamu nanti aku bisa ngampirin.”

jave menggeleng. “males. mereka sok-sok nyebut king and queen sekolah kayak ini prom di amerika aja..”

“lah emang di indonesia gak ada?”

“gak tau. intinya aku males.”

“siapa queenmu?”

“kamu.” jave merapatkan genggamannya. wajahnya sudah menekuk lucu.

mood rain seketika menaik, “hahahahaha astaga nggak, maksudnya queen kelas 12. siapa? kak clara kah?”

“yeah. siapa lagi?”

rain manggut-manggut.

“kak jave..”

“ya?”

“nanti minta peluk boleh apa gak?”

jave menunduk. “mau sekarang juga boleh.”

“hei serius.”

jave merangkul pundak rain. “kenapa? kamu kenapa?”

rain tidak menjawab dulu, menunjuk antrian yang kosong. “foto dulu ayo.”

jave menurut dengan tidak berpikir apapun. menggiring langkah menuju area photobooth yang sudah menyepi.

“pacaran ya?” fotografer bertanya.

jave yang menjawab. mengangguk sambil tersenyum.

“hahahahah ya udah oke. yuk 1.. 2..” fotografer langsung menjepret berulang-ulang. sepertinya jave rain tidak perlu diarahkan lagi karena sudah nyaman satu sama lain.

“nih fotonya, mau pilih lebih dari dua gratis gak papa, soalnya..”

“soalnya?”

“adik saya ngefans masnya.”

“lahhh...” jave langsung terkekeh. memberikan salam dan sebagainya, mengambil foto sebentar, lalu melangkah pergi.


angin malam di balkon samping gedung benar-benar kencang. tapi untungnya bukan angin dingin yang bisa membuat badan menggigil.

rain yang sudah mengedarkan pandang dan memastikan balkon ini sepi langsung saja menggoyang lengan jave.

“apa rain?” lelaki itu bertanya, membenarkan posisi jasnya pada pundak rain agar semakin rapat.

gadisnya tidak menjawab, hanya merentangkan tangan. “i said i wanna hugs you.”

“hahahaha.” jave terkekeh, menyambut pelukan rain dengan ikut merentangkan tangannya lebar-lebar.

“selamat udah lulus, selamat liburan, terus selamat susah-susah besok di kuliahan. tapi intinya tetep selamat. kamu kereeeeen bangeeet.” rain berucap, mendongakkan kepala.

“thankyou, rain.” balasnya tersenyum hingga matanya benar menyipit sempurna.

rain sebenarnya ingin membahas hal lain, tapi sepertinya ini bukan waktu yang cocok. lagi pula, ia sendiri sedang tidak mood membicarakan topik tersebut.

“jadi kenapa minta peluk gini?”

“pengen.”

“aneh.”

“ih enggak. ini tuh namanya bentuk saluran kasih sayang.”

“kamu sayang aku rain?”

“heeei.. kenapa tanya?”

“jawab aja.”

“sayang lah.”

jave mengangguk, tersenyum.

“kalo kamu? kamu sayang aku gak?”

“perlu nanya?”

“ya kamu tadi nanya aku masa aku gak boleh nanya juga.”

jave menunduk, menaikkan sebelah alisnya. “i can't answer this, rain.”

“whyyyyyyy?”

lelaki itu terkekeh, mengusap pipi rain yang masih ada dalam pelukannya itu lembut.

“i can't talk about how much i love you. but i can show you.”

rain mendadak grogi. menyesali pertanyaannya karena mata jave kini menatapnya tanpa berkedip.

deru napas lelaki itu bahkan menyapu pelan permukaan wajahnya.

“how?” rain memutuskan bertanya dengan hati-hati.

jave masih tidak menjawab. mendorong sedikit langkah mereka menjauh menuju balik tembok. “how?” lelaki itu mengulang pertanyaan, sok berpikir.

“jangan aneh-aneh...” rain makin ketar-ketir. dalam keadaan seperti ini, posisinya benar-benar terpepet sekali.

“rain.”

“apa?”

“want to hear something cringe?”

“nggak. jangan.”

“you look so damn pretty in this dress.”

“heeei kak jave astaga sumpah.” rain langsung membuang muka karena panas bukan main.

jave tersenyum, entah ingin berbuat apa karena sedetik kemudian tangannya yang memeluk itu sudah terangkat, bertumpu pada tembok di belakang rain. “i do love you. like, seriously in love with you..”

“sama.” rain spontan menyahut.

“for real?”

“yaaaaaaaaa... kamu ini kerasukan apa jangan sok mengintimidasi aku ini merasa panas.” rain hampir menangis berada di posisi ini. jantungnya meledak bukan main.

parfum jave yang beraroma segar itu menusuk-nusuk indra penciumannya. membuat bulu-bulu tubuh reflek meremang sempurna.

jave mendekat, mengunci pergerakan gadisnya. tidak mengucap kata apapun, hanya wajahnya yang terus maju sambil menatap lekat mata rain dan bibirnya bergantian.

sial.

rain spontan menelan ludahnya kasar. tidak bisa berbuat apapun selain balas melihat pada mata jave yang semakin dekat itu dalam hening.

napas keduanya bahkan sudah menderu bersamaan akibat jantung yang bekerja ekstra.

“rain.” jave memanggil, memastikan.

“hm.”

“can i do this?”

rain tidak mengangguk, juga tidak menggeleng. sebagai gantinya gadis itu hanya memejamkan mata. seakan mempersilakan.

jave mendadak tersenyum, senyum yang benar-benar tampak bahagia sekali. lelaki itu lantas meletakkan telunjuknya di bibir rain. mengecup jarinya sendiri sekilas.

rain membuka matanya. melihat perbuatan jave yang membuat jantungnya semakin menggila.

jari lelaki itu masih menempel di bibirnya, jarak merekapun masih belum berjauh-jauhan.

“jangan tanya, soalnya kamu masih bayi. bayi gak boleh dicium sembarangan. kecuali kalo ciumnya disini gak papa.” jave berucap, mencium kening rain lama sekali.

sial. jave benar-benar memperlakukan dirinya selayak tuan putri. seumur-umur belum ada lelaki yang memberikan ketulusan sebesar jave kepadanya.

rain tiba-tiba jadi ingin menangis. baper sekali. ia bahkan langsung paham maksud jave tentang bagian tidak bisa menjabarkan rasa sayang dengan kata-kata beberapa menit lalu. rasa sayang jave ditunjukkannya dengan tindakan.

“kak..”

“apa?”

“ulang tahun besok aku udah ke tujuh belas.”

jave memicing. “iya aku tau. kamu ada request kado?”

“gak. maksudku, aku udah legal.”

“HAH? HAHAHAHAHAHA ASTAGA RAIN.”

rain jadi makin malu saja. ia spontan menyembunyikan wajah di dada jave.

“maksudmu kamu mau aku cium gitu?”

“HEEEEEEEI.” suara omelan rain teredam badan jave karena ia makin mengeratkan wajahnya disana. tidak ingin melihat jave.

“ya apa maksudnya ayo sini jelasin cantik.”

“gak ada.”

“loh loh.. eh ada orang rain.” jave bergurau, membuat rain melepas pelukannya secara tiba-tiba.

“mana-mana?!”

“gak adaaaaaa hahahahahaha.” jave langsung kabur beberapa meter menjauh.

“oh gitu mainnya sekarang. mentang-mentang aku pake sepatu heels kamu ngajakin aku lari-lari? gitu?”

“hahahahahahaha rain rain.. udah-udah.. UDAH, astaga udah jangan lari. oke aku gak kabur.”

“kena langsung aku jambak kamu.”

jave makin tertawa saja di posisinya, lelaki itu lantas merentangkan tangan sekali lagi saat rain sudah tiba di depannya. memeluk gadis itu tanpa perlu ijin lagi. pelukan sayang yang entah bisa berakhir atau tidak.