gak yang gmn2 sih
b aja
intinya, happy reading. (bagi yg sudah cukup umur)
sore ini markiel tengah duduk di balkon kamar tempatnya menginap sembari menyesap minuman beralkohol yang ia pegang di tangan kanan. matanya mengawang lepas menatap hamparan tanah luas yang kini hampir dimakan kegelapan selagi otaknya berputar terus tiada henti. entah, akhir-akhir ini seperti ada saja hal yang membuatnya harus berpikir keras.
salah satunya mencakup masa depan bersama sang istri. amelia. bukannya apa-apa, namun, apakah istrinya tersebut benar bahagia menjalin hubungan secepat itu bersama dirinya? belum lagi ucapan amelia ketika awal berkenalan juga sepintas berkelebat dalam benak.
menikah itu untuk jangka waktu panjang.
jadi, apa benar gadisnya tidak menyesal akan keputusan ini? meski jika menyesal pun tidak akan bisa mengubah banyak hal sebab mereka telah disatukan di atas altar.
sungguh, markiel semakin pening dan kini memutuskan untuk meletakkan sebentar gelas wine yang ia cekal itu ke atas meja kayu yang berada tak jauh di dekat kakinya bertumpu.
“psst!” markiel mengerjap, menoleh ke arah pintu kaca lebar belakangnya yang terbuka beberapa senti. menampilkan wajah cantik amelia yang menyembul sedikit sambil tangannya membawa piring kecil berisi muffin cokelat.
“mau kue? dan please jangan tolak kue ini. ini aku rela nyisa demi kamu..” ujarnya kemudian ketika markiel tersenyum untuk menyambut.
lelaki itu berdeham, lantas memutuskan untuk duduk di kursi kayu panjang yang ditata menghadap bentang karya Tuhan di depan sana. ia kemudian menepuk pelan ruang kosong di sampingnya, menyuruh amelia agar duduk sebentar disitu menemaninya menghirup udara segar, —kelewat segar sejujurnya, mengingat malam memang sudah menjemput.
gadis itu menurut, membuka kian lebar pintu kaca agar tubuhnya bisa lewat.
“mikirin kerjaan kah kiel?” amelia bertanya. meletakkan piring kecil sebentar di atas meja, lalu mulai menyibak rambutnya yang di kelabang cantik itu agar menyingkir ke belakang.
markiel menegang sebentar dengan telinga yang mendadak sudah berubah warna menjadi merah. tak pelak, dipanggil kiel ataupun marki oleh amel membuat jantungnya berdetak tidak keruan. lelaki itu lantas menggeleng. “kerjaan saya sudah dihandle bawahan, mel. lagi pula saya gak akan mikir kerjaan sama sekali kalau ada kamu bersama saya.”
sial. gombalan yang keluar dengan sopan dan lembut itu nyatanya selalu membuat perut amelia melilit geli. ia masih tidak terbiasa. jiwa single-nya yang melekat bertahun-tahun itu selalu merasa ada yang salah. entah kenapa.
“ya udah, apa lah intinya kamu ngadem disini aku temenin aja.”
markiel mengangguk, menawarkan telapak tangan agar tangan kekasihnya itu mau ia genggam selagi matanya kembali mengawang lepas ke daratan yang kini mulai mulai memantulkan cahaya rembulan. tentu saja amelia tidak segera membalas, membutuhkan setidaknya hampir satu menit sebelum akhirnya tangan mereka bersatu di atas paha markiel.
“kamu kedinginan mel?” lelaki itu bertanya, merasakan dinginnya tangan gadis yang ia genggam tersebut sambil mulai mengelus pelan.
“uhm, nggak sih.. abis makan kue juga aku lagian. kalo abis makan kan endingnya kepanasan. kayak, lemak jenuhnya pada berontak kena bakar hehehehe.”
melantur. amelia salah tingkah.
markiel hanya terkekeh tanpa suara sambil mengangguk-angguk sayu. sepertinya efek wine yang tadi ia sesap lumayan banyak itu mulai bekerja. ya, pada dasarnya markiel toh memang bukan peminum handal.
“pusing ya kamu?”
“hum.. ngefly dikit. saya habis minum. maaf ya mel? besok-besok saya gak minum lagi.”
amelia sontak menolehkan pandang sempurna. menatap raut lelaki yang kini telah menjadi suaminya itu dalam hening. ada heran bercampur khawatir ketika melihat mata markiel yang seperti berputar-putar, —lebay, intinya mata markiel nampak lelah dan.. seksi?
“hah?” amelia sampai melotot dan bersuara sebab terkejut dengan hasil pikirannya barusan.
seksi?
“babe..” markiel mendadak ikut menoleh dan menyatukan pandang. “ayo masuk, angin malam gak baik untuk kesehatan badan.”
sial. terkutuklah semua angin yang berhembus malam ini sebab kini amelia tersihir sempurna. anak rambut markiel yang terbang lembut dan berjatuhan di wajah tampannya membuat jemari amelia yang tak digenggam itu reflek bergerak. mengelus rambut tersebut dan mengembalikannya ke posisi sebelumnya.
masih terbuai akan pikirannya dengan jantung berdebum kuat membuat amelia tidak sadar bahwa markiel semakin menatapnya lekat sambil mulai menyerongkan tubuh dengan sempurna. tampak menikmati setiap sentuh dari jemari putih gadisnya yang masih mendarat di kepalanya.
“mel.” panggilnya kemudian.
“ya?”
“apa kamu berniat untuk kissing kedua kali dengan saya sekarang?”
amelia kehilangan suara, gantinya gadis itu reflek menghentikan gerak tangannya dan lanjut melotot lebar. jujur, ia sangat terkejut akan ajakan yang sangat mendadak itu. bahkan kini terang-terangan markiel sudah mendekatkan posisi duduknya agar bisa menatap leluasa wajah amelia yang memang sangat cantik dan punya aura tersendiri.
“eh.. kenapa emang?” pertanyaan yang sangat bodoh itu akhirnya keluar dari hasil salah tingkahnya.
“karena saya ingin? saya ingin kamu.”
the fuck! amelia sesak napas bahkan sebelum cumbuannya benar dimulai. gadis itu lantas berdeham pelan, membuang muka. membiarkan pipinya terbakar sebentar sebelum ucapan-ucapan keluarganya yang menyuruh agar lekas hamil itu kembali merayap di otak. amelia kemudian kembali menghadap ke arah markiel, “ya udah deh, ayo.” ujarnya, menyetujui.
giliran markiel yang meneleng karena tidak menyangka akan diiyakan secara mendadak pula seperti itu. “disini?” ia linglung.
“ya kamu mau kita ciuman di kamar sekalian bablas apa gimana? ngikut deh.”
“jangan pancing saya mel.”
amelia menggaruk kening. sebenarnya, ia ingin menyampaikan keluh kesahnya tentang keluarga gunajaya-nya itu pada markiel, namun tidak bisa. ralat, tidak mau. ia tidak ingin menambah beban masalah markiel yang memang sudah terlihat jelas dari raut wajahnya saja. gantinya, gadis itu berdeham sebentar sebelum memajukan badan dan mencium pipi markiel singkat.
iya benar. hanya singkat saja, namun sensasi yang dirasakan markiel benar-benar luar biasa. apa lagi ia sedang berada di bawah pengaruh alkohol juga. lantas, sebagai balasan akan perlakuan amelia barusan kepadanya, markiel hanya mencekali pipinya sendiri sambil bertanya.
“kamu tidak masalah kalau ada sensasi alkohol disela ciuman kita, mel?”
ternyata ada hari dimana amelia bisa benar-benar terbuai oleh sentuhan lelaki. tidak, jangan salah sangka. sebab perlu diingat bahwa amelia dan lelaki yang dimaksud (markiel) telah menikah secara sah di hadapan Tuhan januari kemarin.
terbukti dari gadis itu yang kini malah menelengkan kepala sedikit ke kanan ketika ciuman markiel mendadak hadir di permukaan bibirnya.
amelia tentu tidak lihai. ia hanya pernah dituntun masuk ke dalam ciuman sekali saat malam tahun baru menjemput. namun sudah, hanya sebatas itu saja. tidak sampai seperti ini...
“gak bisa nafas aku mark...” amelia memutus ciumannya secara sepihak kala paru-parunya sesak. baru beberapa menit berlangsung dan ia langsung dihajar markiel tanpa belas kasih. rupanya benar ucapan lelaki itu jika sudah berpengalaman di bidang cium mencium.
“maaf, saya tergesah ya?”
gadis itu mengangguk, masih membuang wajah ke kanan agar tidak mendadak dicuri lagi ciumannya. ia masih butuh bernapas. dan sialnya, kini hembus napas narkiel malah mendarat di telinga kirinya. berat, menderu dan panas.
amelia sontak menoleh ke posisi semula dan mundur beberapa senti ke belakang. jantungnya meledak bukan main. padahal, di depannya ini hanya sosok markiel. garis bawahi, markiel! bukannya jaehyun idol kpop yang digemarinya atau bahkan jo insung sekalipun.
“kenapa?” markiel masih belum ingin mundur dari kegiatannya, terbukti dari posisi lelaki itu yang tidak bergerak kemana-mana dan stay di tempatnya.
“nothing. kaget aja angin nafasmu masuk telinga.”
“memang tadi saya tiup.”
HAH? amelia melotot. dan naasnya, markiel malah tertawa gemas dengan mata sayunya yang masih menyorot penuh damba. tampan sekali.
“mau lanjut lagi? kamu sudah selesai ambil nafasnya?”
“bisa gak sih jangan manis-manis? langsung gasrak aja ih akunya jangan diajak ngomong begitu. gila apa mau ciuman doang sopannya masih 90 persen..”
“ya sudah. saya langsung saja.” markiel menghela tawa kecil sambil tangannya bergerak masuk menyusup tengkuk gadisnya yang terbuka. mulai membuai amel agar lemas dan tidak kaku, —yang sejujurnya, persendian amelia makin kokoh dan tidak ada lemasnya karena tegang bukan main.
dan satu detik sebelum amelia sempat meraup napas lagi, bibir markiel telah mendarat mulus di permukaan miliknya.
hangat, basah. sensasi itu kembali lagi setelah beberapa menit lalu sempat terputus. membuat bahu amelia makin tegang bukan main. tegangan di tubuhnya perlahan menyusut ketika markiel sedikit merapatkan tubuhnya. memeluk, kata lainnya. membuat amelia yakin bahwa markiel memang menciumnya dengan kesadaran yang masih ada dan bukannya karena pengaruh minuman beralkohol saja.
deham berat markiel lepas pelan dan mendarat mulus di pendengaran amelia. dari yang memang sudah tidak ahli malah makin tidak fokus karena perasaannya mendadak saja berubah jadi aneh. amelia merasa sangat menginginkan markiel secara tiba-tiba. entah, hasrat apa yang mendadak merasuki pikirannya saat ini?
kalungan tangan amelia yang kini bergerak merapat di leher markiel membuat lelaki itu tersenyum kecil disela hisapan kecilnya. lantas dengan berani lelaki itu merebahkan sedikit punggung amelia agar menempel di dudukan kursi dengan ciuman tidak terlepas. ia ingin menindih gadisnya, untuk pertama kali.
dan dari posisi ini, bibir markiel makin leluasa bergerak. mengulum benda kenyal yang ia yakini bahwa tidak akan ada lelaki di dunia ini yang bisa merasakannya. sebab amelia hanya miliknya seorang. beruntung sekali markiel mendapatkan semua yang pertama kali dilepas oleh amelia.
hubungan. rekatan tangan. dan kini, ciuman.
gerak gelisah mulai ditunjukkan gadis itu ketika lidah markiel menyusup masuk. lelaki itu menyapu kecil bagian dalam bibir amelia guna menyapa sebelum ia tarik kembali. markiel tidak ingin tergesah-gesah dan membuat amelia mundur dari ciumannya.
pelan saja.
dan baru markiel memantapkan pikirannya untuk mencumbu dalam ritme pelan, tangan amelia bergerak naik ke rambutnya.
hm? gadis itu sudah terbuai sempurna rupanya.
“mel?”
“hmh?”
“mau lanjut di dalam saja?” tanyanya kemudian.
dan beruntungnya, amelia mengangguk. “iya, ayo, boleh. kita di dalem aja.” jawabnya terputus-putus karena napasnya masih tersengal.