“halooooooooooooo.” rain menyapa panjang, suaranya ceria sekali akibat sudah lama tidak bertegur sapa meski hanya melalui ponsel. jave di seberang sana otomatis tersenyum, kakinya keluar kembali ke balkon depan akibat tidak ingin diganggu berisik oleh teman-temannya di dalam sana. entahlah, satu dua tertidur, sisanya masih bermain ponsel.
“KAKAK KOK ENGGA DIJAWAB HALO NYA?!”
“halo sayang.”
“ih jangan gitu, sok ganteng banget nadanya kayak abang-abang lagi menjamet.”
jave tertawa, tawanya merdu sekali tumben-tumben. “aku kangen.” ia berujar kemudian, memberi info yang sebenarnya sudah disampaikan berulang kali dengan tanpa bosan. menurutnya satu hari tidak ada rain saja sudah hambar, apa lagi ini ditambah berminggu-minggu?
“lebay. kamu dulu aku tinggal ngampus di luar kota aja gak papa.”
“eh beda. itu dipisah keadaan kamu ngejar ilmu, ini kan..”
“apaaaa hahahaha sama aja.”
jave mendengus. ia lalu duduk di kursi kayu sembari menyelonjorkan kakinya di kursi lain, mencari posisi enak agar bisa mengobrol lama meski tengah malam. gemerlap lampu kota yang masih menyala di kejauhan tampak indah dan menenangkan. sungguh nyaman.
hening. entah rain ataupun jave masih belum sama-sama mengobrol. menurut mereka, mendengar napas satu sama lain saja sudah terasa cukup. hingga akhirnya suara serak rain yang mulai cerewet itu kembali terdengar.
“kak kamu tau enggak akhir-akhir ini pikiranku banyaaaaaak banget. maksudku aku emang suka overthink gitu tapi ini kayak yang bikin perut juga mules sama pengen muntah gitu. seperti stress ringan? hahahahaha enggak sih belum separah itu tapi memang pikiranku berisik gak mau diem. paling parah kalo pas aku merem mau tidur, tiba-tiba aja semuanya lewat tanpa aku bisa stop. padahal kamu tau aku kalo mau tidur selalu bikin skenario pacaran sama jersen limantara dulu kan... eh kali ini aku tidak bisa. selalu kedistract..”
jave yang sudah serius mendengarkan mendadak saja frustasi. “jersen terus kamu mau nikahin dia aja gitu besok?”
“kalo bisa sih aku gas.” rain balas terkekeh, bercanda.
“memang kamu lagi kepikiran apa aja? kenapa gak share ke aku?”
“kepikiran kamu.”
“oh ya iya. harus itu.” jave sombong.
“IH ENGGAK DENGER DULU INI AKU SERIUS. aku mikir kita, maksudnya nanti ke depan bakal gimana aku juga kan bingung.”
jave seketika diam karena berpikir. “bahas kita nikah kan ini isi pikiranmu?” tebaknya tepat sasaran.
rain mengangguk, meski jave tidak bisa melihatnya detik ini. “aku bingung kayak linglung gitu tapi gak ngerti juga sih bingungnya kenapa. tapi ya emang seperti takut. maksudku, ini kan bahas menikah ya.. orang kalo pacaran bosen atau ada apa gitu sih tinggal bilang putus sudah selesai. nah kalo menikah, aku takut, maksudnya kan kita gak ngerti apa yang kejadian di waktu mendatang gitu. aku takut aja, gak ngerti deh..”
ucapan rain yang selalu belibet ketika menyampaikan sesuatu tidak pernah berubah dari dulu. dan bagusnya, jave selalu paham. lelaki itu kini bangkit berdiri dari duduknya, berjalan menuju dekat batas pagar untuk menumpu disana. “rain.” ia memanggil, suaranya terdengar halus dan lembut sekali seakan tak ingin menyakiti hati perempuannya.
“yaaaaa..”
“punya pikiran banyak itu bukan salahmu, gak papa malah. makasih banget juga karna kamu udah share ke aku malem ini, tapi satu yang pasti, i'll never leave you. gombal? enggak. aku gak pernah gombalin perempuan manapun dari dulu, kamu tau aku. aku bahkan juga gak suka tebar janji, tapi ibarat ini bisa bikin kamu tenang. i love you. sayangku ke kamu gak berkurang kemakan waktu. pegang aja janjiku. omongan javerio bisa dipegang lahhh. suer.” ia terkekeh di akhir pembicaraan dan sengaja melebih-lebihkan agar tidak terlalu kaku.
rain diam di ujung sana, tak sadar air matanya menetes. entah, seperti bebannya terangkat percuma. javerio dan rasa sayangnya memang tidak perlu diragukan lagi. lelaki itu benar berpendirian lurus dan tidak aneh-aneh. namun, kebaikan apa yang rain perbuat di kehidupan sebelumnya hingga javerio mau memilihnya di antara puluhan wanita cantik dan sukses yang mengincarnya? kecantikan? tidak. paras rain memang cantik, tapi masih kalah jauh jika dibanding oleh gadis lain. kaya? tidak juga. clara ketua dance jaman sma yang mengejar jave selama 3 tahun itu jauh lebih kaya, seakan jika diibaratkan kekayaannya tak akan habis hingga puluhan tahun ke depan. namun, kenapa jave tetap memilihnya? jika berdasar lucu atau apapun, rasa-rasanya gadis lain juga pasti punya sifat tersebut.
“kenapa aku, kak?” akhirnya keributan pikirannya keluar kembali tanpa bisa ia cegah. “jangan bilang alesan aneh karena ini aku atau gimananya kayak jaman sma. aku tetep gak bisa paham dan rasanya akan terus aneh kalo denger itu.”
jave menghela napas. ia selalu kebingungan jika pertanyaan rain jatuh seperti ini. masalahnya, ia memang tidak punya alasan pasti untuk mencinta. selama itu rain, ia tau, jika ia memang jatuh cinta. rasa nyaman yang datang tak bisa membohongi apapun. lelaki itu akhirnya berdeham karena serak, melepas pandang jauh ke langit gelap dengan bulan bungkuk yang menggelayut manja di celah-celah ribuan bintang.
“sorry karena jawabanku masih sama rain. kenapa kamu? ya karena itu kamu. orang jatuh cinta gak bisa dijelasin kenapa-kenapanya, kamu tau itu. aku suka cewek karena cantik? cantik itu relatif, dan yang jelas, kecantikan itu gak abadi. kalaupun aku suka cewek cantik, itu berarti aku cuma keobsesi sama penampilan aja. aku suka orang kaya? itu namanya materialistic, kenapa aku harus suka orang kaya kalo aku bisa kerja? aku bisa ciptain kekayaanku sendiri dengan orang pilihanku nantinya. aku suka cewek seksi? kurus? bentuk kayak gitar spanyol? itu namanya nafsu aja. bentuk tubuh mau gimanapun dirawat nanti pasti akan berubah rain. pas hamil terus lahiran semuanya juga berubah, kulit yang awalnya mulus juga bisa muncul stretch di bagian-bagian tertentu. alias, semuanya itu gak abadi. tapi, kenapa kamu? aku gak ngerti. karena definisi mencintai itu gak pernah bisa dinalar akal sehat. aku cinta kamu, jadi di mataku ya kamu cantik, kamu sempurna 100 persen di bidang apapun mau lecet sebadan-badan juga. sampe sini kamu masih bingung kenapa aku pilih kamu?”
rain kembali diam. kini ia benar membersit hidungnya kencang karena menangis betulan. dadanya terasa kosong, dan satu-satunya hal yang ingin ia lakukan hanya memeluk jave detik ini. “kakkkk..”
“hm?”
“makasih banyak. dari dulu, kamu bagian paling baik yang pernah kejadian di hidupku. aku gak pernah nyesel ketemu kamu, bahkan selalu bersyukur udah dikasih kamu. makasih udah pilih aku naik ke altar bareng nantinya..”
“kalo disana, udah aku cium kamu.”
“you and your hobby.......“
“HAHAHAHAHAHAHA. sekarang udah enak gak kepalanya? masih berisik?”
“iya. sekarang pikiranku cuma pengen nali kamu pake tali rafia biar gak bisa kemana-mana. liat aja aku mode posesif pas nikah nanti. gak bisa itu ada cewek yang mendadak tarik-tarik kamu ngira kamu jomblo.”
“asik.. ditunggu posesif baliknya ya kak HAHAHAHAHAHA. gak sabar.”
“yeeee.”
“omong-omong kamu kemaren drakornya udah sampe mana?”
rain menegakkan pundak, “waaaaahhhhhhh.... KACAU KAK SERIUS KACAU.”
jave terkekeh, mengibas rambut pelan dan siap mendengarkan ocehan rain yang akan panjang dan lebar membicarakan serial drama yang baru ditontonnya. tak sadar, dari dalam kamar, kalandra dan yang lain sudah menahan tawa melihat kebucinan jave malam ini. menguping, tentu saja. sebab mereka tau, hati javerio memang tak pernah bergulir kemanapun. seperti perahu tertambat kaku dan kuat di pelabuhan, hatinya pun sama demikian.