he's worry.


seusai mendapati jika ponsel milik celine mati dan sama sekali tidak bisa dihubungi, kalandra langsung menarik gas motornya menuju kos celine yang posisinya lumayan jauh dari apartment. meninggalkan jave yang baru saja tiba dari kampus tanpa sebuah sapaan. saking terburunya.

lelaki itu tiba di depan gerbang putih besar kos celine tepat pada pukul 5 lebih 1 menit. ia lantas melepas helm dan menurunkan standar motor, lalu bergerak mendekati bel bangunan agar salah satunya keluar menemui.

“eh? cari celine ya?” milla, salah seorang penjaga kos-kosan yang umurnya ada di awal kepala 3 itu menyapa kalandra ketika baru keluar dari pintu utama.

“hehe iya mbak mil. celine-nya ada di kamar?”

perempuan itu mengerut alis bingung, lalu perlahan menggelengkan kepala. “keluar kok mas. mas ada janji atau mau titip sesuatu ke celine emangnya?”

jantung kalandra mencelos beberapa detik, “pergi beneran atau gak mau temuin orang mbak?”

“hahahaha keluar betulan mas. mas-nya lagi gelut sama celine kah?”

“eh enggak mbak. emang tadi keliatan keluar sama siapa?”

milla menerawang, “sendirian kali ya? jalan kaki kok. gak tau juga kalo dia-nya ada janji di deket-deket sini sih.”

kalandra membalas dengan senyum, lantas mengangguk. “thanks ya mbak, jaga-jaga kalo celine udah balik nanti tolong telpon saya aja.” ia berucap, memberikan nomor telpon dengan cepat pada milla.

“oalah oke-oke. kalandra ya?”

“bener mbak.” ujarnya singkat. dan ketika milla mengangguk menyetujui, lelaki itu segera membungkuk sebentar guna berpamitan, lalu kembali naik di atas motornya.

kalandra mengacak rambut, ekspresinya bahkan ngehang beberapa menit.

jalan kaki.

di perumahan sebesar ini, kira-kira ada dimana gadis itu berada?

tempat makan? tempat perbelanjaan? taman pusat?

atau...

oh!

tanpa banyak berpikir panjang kalandra segera memakai helmnya dan menyalakan motor. sepertinya, ia tau celine ada dimana detik ini.


genap 10 menit menyusuri jalan kembar dan beberapa jalan utama, lelaki itu akhirnya sampai di tempat yang memungkinkan celine berada saat ini.

ya, benar, area pembangunan yang masih terbengkalai di daerah belakang perumahan. alias tempat yang ditunjukkan oleh kalandra beberapa malam lalu guna melihat langit sebab tidak adanya hamparan kabel yang mengganggu pandangan.

“cel please..” lelaki itu bermonolog, jemarinya mencengkram stang motor kuat-kuat tanda gelisah. matanya mengedar kanan kiri lumayan lama hingga akhirnya lelaki itu menemukan sesuatu.

iya, itu celine! tengah berdiri menyender tepat di sebelah truk kontraktor kuning sambil melamun memandang atas. benar-benar melamun yang sesungguhnya sebab ketika motor kalandra berhenti 5 meter di dekat kaki celine berpijak, gadis itu tetap tidak menyadarinya.

diam-diam kalandra menghela napas lega. kelewat lega sebab akhirnya menemukan celine benar ada di lokasi tebakannya. lelaki itu lantas menurunkan standar motor dan melepas helm, segera berjalan mendekat.

“miles?” kalandra menyapa pelan, membuat celine mengerjap cepat dan reflek bergeser menjauh. gadis itu terkejut bukan main bahkan setelah tau jika itu kalandra sekalipun. badannya bergetar, tampak ketakutan.

“eh eh.. ini gue cel, ini kalandra.”

celine masih bergeser, matanya belum fokus sempurna. kakinya bahkan sudah lemas bukan main.

“cel!” kalandra spontan berjalan cepat menyusul kaki celine yang terus menjauhinya. “ini gue kalandra.” lanjutnya, mencekali dua pundak celine kuat agar kesadaran gadis itu lekas kembali. beberapa detik celine memejamkan mata erat dengan tangan berkeringat hingga akhirnya luluh juga ketika kalandra berulang kali memanggil namanya dengan nada kalut.

“ini kalandra, cel.. udah jangan takut.” lelaki itu mengulangi terus ucapannya tanpa bosan. jujur, seperempat hatinya sudah merasa ketakutan sebab mengira celine kerasukan setan komplek.

hening. celine tampak menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menyebut nama kalandra dengan suara pelan. “kal....” elunya kemudian.

“iya princess gue disini.”

“kaget. gue takut.” sambatnya kemudian, tidak sadar matanya sudah berkaca-kaca.

“hei hei. gue disini.” kalandra berusaha menenangkan, beberapa kali mengelus pucuk kepala celine dengan sedikit penekanan. “celine.. gue disini cel.” lanjutnya kemudian, sedikit mendekatkan badan.

“kal.. orang-orang jahatin gue hari ini kal. gue takut.” gadis itu mengulang kalimat sambat yang sama untuk kedua kalinya.

“orang-orang jahatin kenapa cel? sini ngadu ke gue.” kalandra menyejajarkan wajahnya dengan milik celine, matanya teduh dilengkapi dengan suara lembut yang terlontar agar celine merasa tenang.

“gara-gara gue di.. dikabarin yang enggak-enggak tuh.. tadi gue dipepet cowok-cowok. bahkan gue ke toi.. let... gue dibuntutin. gue gak ada temen. temen cewek semuanya pergi. asli, di mata mereka gue beneran senyebelin itu, kah? kal.. sakit hati banget.. terus...” celine tidak melanjutkan, air mata kesalnya mengalir tanpa diminta.

“pelan-pelan aja, gue dengerin.” kalandra berucap, mengusap air mata celine dengan ibu jarinya. meski otaknya mendidih bukan main, nada bicaranya tetap ia atur setenang mungkin.

“terus.. tadi gue banyak yang chat. gue ditanya buka harga berapa. padahal kal gue gak pernah begituan. orang tua gue gak kekurangan uang sampe gue harus begitu. yang ngarang cerita jahat banget gue seriusan sakit hati. kemarin-kemarin gue masih berusaha biasa aja, tapi hari ini banyak banget yang jatuhin gue. lo tau gue gak segampang itu nanggepin cowok yang keliatan deketin gue, tapi kenapa mereka malah cap gue murahan cuma karna omongan gak bener begitu?” rentetan kalimat itu keluar deras tanpa rem sedikitpun, hidung gadis itu bahkan sudah merah. ekspresinya bercampur antara sedih, kecewa dan marah. membuat kalandra reflek menarik tubuh celine mendekat dan memeluknya.

“udah. sekarang yang jahatin lo gak ada disini. disini kosong, cuma ada truk sama pasir-pasir tuh.. jadi gak papa kalo lo marah nangis aja depan gue. jaket gue lo buat wadah umbel juga gue gak masalah. nangis aja cel. keluarin dulu biar lega.”

“kesel kal..”

“iya..” kalandra menjawab, nadanya benar-benar mengayomi sekali. tangan lelaki itu bahkan sudah menepuk-nepuk punggung celine demi menyalurkan ketenangan.

“gue gak ngerti besok di kampus harus gimana. gue takut. gue takut kalo harus dipepet terus-terusan tiap jalan. gue takut dibuntutin juga kalo ke toilet. gue gak suka diomongin. gue harus apa kal.... gue mau buka hp juga masih gak berani..”

kalandra belum menanggapi, otaknya yang jarang full itu terus berputar mencari solusi. tangan lelaki itu yang masih setia menepuk punggung tanpa sadar malah ikut berkeringat dipupuk emosi.

“cel..”

“apa?”

“lo gak berbuat kayak apa yang diomongin mereka, lo gak salah, lo gak murahan. tegakin kepala lo di kampus besok. jangan takut dan tetep jadi celine yang biasanya, oke?”

celine memundurkan kepala, wajahnya benar-benar basah oleh air mata. hidungnya bahkan makin merah. “gue sendirian di kampus kal.. gue gak ada temen. gimana gue gak takut?”

“gak selamanya harus ada temen untuk survive cel. lo punya diri lo. percaya sama diri lo sendiri kalo lo kuat. lo keren. gosip sampah yang keluar dan disebar sama manusia bego gak pantes untuk bikin lo down.”

celine menunduk dalam pelukan. tidak yakin. segala kalimat hanya memantul di batas telinganya. menolak untuk dicerna. gadis itu kalut sekali.

“gak bakal ada cowok kurang ajar yang deket-deketin lo besok. itu yang bisa gue janjiin untuk saat ini.” kalandra berucap serius, menarik dagu celine agar mendongak menatapnya.

“lo gak bakal kenapa-kenapa. ngerti cel?” kalandra menekankan, berusaha memberi energi positif.

“hm..”

“omong-omong lo gak sendirian di kampus. lo punya gue. lo selalu punya gue.”