in this room, they're gather around.


“kal gue gak berani.” ucapan celine menjadi kalimat pertama yang terlontar tepat sebelum kaki mereka memasuki unit kalandra.

pukul setengah tujuh malam. tangan keduanya bahkan sudah sibuk membawa amunisi dan bahkan gitar yang janjinya akan dibenarkan nanti.

kalandra tertawa, “takut apaaaa?”

“takut kenalan.”

“justru gue khawatir temen gue lebih takut kenalan sama lo.”

“kok gitu sih?!”

“mereka bertiga pada diem soalnya..”

celine terdiam, “waduh.. kacau anjir. ntar kalo gue ngakak sendirian gimana kal? canggung dong!”

“ya nanti gue ikut ketawa. ada gue kan, santai lah.”

celine berdecak, lalu menekan password kalandra dan melangkah masuk terlebih dulu. meninggalkan lelaki itu yang makin tertawa di belakangnya meski tangannya masih sibuk menanting segala makanan ringan yang dibeli celine kapan hari.

“kal?”

celine menggaruk tengkuknya. itu suara gibran.

“kalandra?”

“gue ini gue.. kalandra masih nyopot sepatu!”

“celine?” gibran langsung berlari menyambut di dekat pintu masuk untuk memberikan tos tangan sebentar. “lama gak kontak gue sombong lo ya?!” ujarnya setengah protes kala tangannya mengulur untuk menarik gitar putih celine yang tercangklong di pundak kanan.

“yeeee.. gue mah gak demen sama lo ngapain kudu ngontak tiap hari.” celine sedikit sewot, terus melangkah masuk mengikuti kaki gibran dan mengabaikan kalandra yang sekarang senyumnya sudah merekah sempurna.

gue dichat tiap hari. batinnya, nampak bangga.

gibran kemudian meletakkan gitar celine tersebut di sofa, lalu lanjut mendudukkan diri di karpet lebar, dekat meja. “nih cel, doyan gak? kalo doyan ambil aja.” ujarnya, menyodor martabak telur dari atas meja.

“lo aja dah, abisin ya nak gibran.” celine membalas sambil tetap berdiri, menunggu kalandra mendekat.

ruangan besar itu tampak sedikit penuh saat ini, beberapa kantong kresek tergeletak banyak di depan pintu kamar, bahkan jumlah sepatu yang ada di rak depan juga bertambah. setidaknya, ada sepatu perempuan yang netra celine tangkap beberapa saat lalu.

pikiran gadis itu terpaksa sirna ketika tangan kalandra mendorong bahunya dengan maksud agar segera duduk. “diem situ dulu, gue ambilin minum.” ujarnya, tersenyum tipis.

sinting.

celine berani bersumpah kalandra mode anteng yang tidak usil menggodanya itu terlihat 100% lebih menggoda iman. gadis itu lantas hanya bisa mengangguk, menurut, dan diam setelahnya. sebuah momen langka sebenarnya.

“REL MARTABAK LO LUDES REL.” gibran tau-tau berteriak.

“abisin aja.. dan omong-omong sumpah ya bran, gak usah teriak! gue disini.” sosok yang tidak pernah celine lihat itu berjalan mendekat seraya tangannya sibuk mengusuk kepala dengan handuk. baru keramas.

“kan gue gak ngerti lo udah kelar mandi.” gibran membela diri. “nih rel, celine..” lanjutnya, mempersilakan karel untuk berkenalan.

“temennya kalandra ya? gue karel.” lelaki itu mengulurkan jabat tangan sebentar.

“hehe, celine..” ujarnya, membalas jabat tangan.

“gitar lo senarnya lepas?”

“iya, katanya mau dibenerin.”

karel mengangguk. sudah tentu ia paham bahwa yang dimaksud ingin membetulkan gitar tersebut adalah jave.

“jave masih di kamar bran?” lelaki itu bertanya, tangannya menarik remot tv dan menyerahkannya ke celine. sebab ia tau hari ini gadis itu datang ingin mengajak kalandra untuk menonton.

tentu saja berkat kalandra yang memang sudah rewel sejak beberapa hari sebelumnya.

“terakhir gue liat sih molor, gak ngerti sekarang.”

“kalo rain?”

“mandi kali?”

“ya udah.” karel manggut-manggut.

“nah tuh panjang umur baru lo omongin udah keluar.” gibran menunjuk pintu kamar yang barusan terbuka itu dengan dagu. dari sana keluar dua manusia yang.... bagaimana mendeskripsikannya lagi?

“kakak jalan sendiri jangan nyender-nyender itu sumpah berat banget.”

“ngantukkk aku rain.”

“ya makanya tadi aku bilang diem di kamar?”

“terus aku biarin kamu di depan sendirian? ntar kamu bongkarin lego lagi, aku yang benerin.. pusing ya aku ya.”

“JAV, RAIN.” gibran melambaikan tangan menyapa, menyuruh keduanya duduk mendekat. bersamaan itu pula kalandra datang dengan nampan besar berisi minuman hangat.

“kesabet apaan lo bikin teh?” karel terkekeh, membiarkan temannya itu tebar pesona sambil sesekali geleng-geleng kepala tidak habis pikir.

kalandra meletakkan nampannya, lalu duduk di sebelah celine.

“celine kan? mana gitarnya? sini gue benerin di kamar sekalian gue mau mandi.” jave menagih tanpa basa-basi. sudah khas javerio.

“tuh-tuh, deket karel.” suara kalandra mendahului celine yang ingin buka suara untuk menyaut. sepertinya terlampau paham jave akan berubah jadi kulkas berjalan pada gadis yang baru ia kenal. dalam artian lain, kalandra takut celine tersinggung. padahal memang sudah kepribadian jave saja yang seperti itu sejak dulu.

“oke. gue bawa dulu ke dalem ya?” ujarnya cepat, lalu menerima gitar yang diulur karel sebentar sambil menyuruh rain duduk terlebih dulu.

“aku mandi bentar..” pamitnya, mengacak rambut rain sepersekian detik sebelum akhirnya menghilang kembali di balik pintu kamar.

celine kembali menggaruk tengkuknya canggung. kehadiran rain membuatnya mati gaya. sebab ia sadar, disini orang asingnya adalah dirinya sendiri.

“nih miles..” kalandra menyodor teh dengan gelas putih yang berbeda dari lainnya.

celine reflek mengerut alis dan menoleh. “lo racunin gue yah?”

“itu gelasnya gue bedain soalnya gue pake gula sedikit anjir bisa-bisanya lo katain gue ngeracun!”

celine berdecak, menerima teh tersebut. “yaudah santai doooong!! makasieh yah dek kalandra.”

kalandra mengangguk sambil tertawa, tangannya kemudian bergerak menarik tas kecil celine dari atas pangkuan gadis itu dan meletakkannya di meja.

“halo? kak celine, ya?”

celine hampir tersedak sebab tidak menyangka ia akan disapa terlebih dulu. gadis itu lantas menyerahkan gelas ke kalandra dan lanjut mengulurkan tangan. mengabaikan kalandra yang kini kebingungan karena harus mencekali gelasnya secara mendadak. “hehe iya nih, celine.. lo rain ya? yang kampus di surabaya?”

rain melongo. “oh? kok kakak tau?” tanyanya ketika usai berjabat tangan.

“tau dong..” celine tertawa canggung. sebab bagaimana ia tidak tau jika kalandra pernah mengajaknya ke kampus gadis itu untuk mengantarkan titipan?

rain tidak mau kalah. “kalo kak celine yang pernah jadi model di videonya serenity bukan? yang di lagu hope? yang berdiri di taman pake dress item selutut?”

celine melongo takjub. “lo kok tau??? itu udah 5 tahun lalu loh.”

giliran kalandra, karel dan gibran yang menyimak pembicaraan dua perempuan yang baru berkenalan tersebut.

“kak kalandra ngasih liat fotonya tadi siang. gue pikir kok kayak gak asing, asal tau aja gue budaknya serenity banget jadi kayak yang gue relain ngubek video sampe dapet.. terus, NAH KAN BENER CEWEKNYA KAK KALANDRA NONGOL BELAKANG JERSEN!!”

ceweknya kak kalandra.

celine langsung membeku dengan jeritan tertahan. title tersebut membuat jantungnya berlarian.

“mampus lo rain, cowok lo kenal sama celine berarti.” kalandra meledek terang-terangan, membuat rain reflek menggaruk keningnya. “curang ya, padahal gue ini juga mau banget.”

“jave kah maksudnya? gue mah gak kenal sumpah. baru hari ini ketemunyaa.” celine menyilangkan tangan depan dada. membela diri, takut dianggap perempuan aneh karena berani-beraninya mendekati cowok orang lain.

“hahahaha bukan, cowok rain.. jersen limantara maksudnya.” karel nimbrung disela-sela kegiatannya mengotak-atik ponsel.

“EH LO SUKA JERSEN LIMANTARA?” celine langsung melotot.

rain maju mendekat, menyukai topik obrolan yang diambil. “banget loh kak, itu seriusan lo kenal kah?”

“gak kenal deket banget tapi gue ada kontaknya..”

“HAHHHHHH?” bukan suara rain, tapi suara gibran. “terus cel? lo apain?”

“jual dong. mayan man, cuannn.” celine melontar canda, namun mengingat ada dua manusia yang baru beberapa menit ini mengenalnya, gadis itu langsung berdeham. “gak gue apa-apain.” lanjutnya, kembali serius. kalandra sampai tertawa karena melihat celine kelimpungan sendiri.

“wah kak... wah......” rain benar melongo kali ini. raut iri-nya terlihat begitu menggemaskan bahkan bagi celine sekalipun.

“dah.. yuk miles, setel film lo cepet.” kalandra menyenggol lengan celine sebentar.

“nonton barengan? semua?”

“kenapa? lo mau berduaan bareng kalandra?” gibran menyaut. menoleh ke belakang, ke arah celine dan kalandra yang duduk di atas sofa.

“gak gitu anjir, maksudnya.. emang lo suka? ini gue mau nonton drakor berpuluh-puluh episode loh?”

“lo nginep?”

“kenapa? lo melarang?” celine mengerut alis.

“wah, harusnya gue ajak anne sekalian ya biar gak garing. masa iya gue ngedate bareng karel?”

“bacot brannnn..” kalandra langsung menyela, meletakkan selimut cokelat ke pangkuan celine. “tuh, kalo kedinginan.” ujarnya. selang beberapa detik ia menyodorkan makanan ringan mendekat. “nih amunisi lo, yuk mulai.”


siapa pula yang tidak pernah menangis ketika menonton film? entah itu karena momen sedih, momen haru, ataupun momen yang kelewat bahagia.

sudah berjam-jam berlalu ketika mereka menonton drama pilihan celine dalam tenang tanpa suara. dan sudah beberapa kali pula celine mendapati kalandra sibuk membersit cairan hidungnya sendiri. lelaki itu bahkan sampai menarik tong sampah mendekat agar lebih mudah untuk membuang tisu.

“kal?”

“gue gak nangis, cuma terharu.” kalandra menyanggah, kembali membersit hidungnya dengan mata memerah. sebenarnya kalandra bukan menangis yang sampai menitikkan air mata, lelaki itu lebih ke menahan tangis saja. namun sepertinya sudah level parah karena cairan hidungnya sampai sering meluber keluar.

“katanya lo mau gue jajanin setahun loh kal?”

kalandra menoleh tidak terima, “terus katanya nih drama juga drama komedi loh cel..”

celine mencekali hidungnya sendiri sebab geli setengah mati. ia biasanya juga menangis di banyak bagian drama tersebut, namun kali ini ia malah tertawa dalam hening. ia bahkan tidak menangis sekali-pun hari ini. gibran yang ada di bawahnya bahkan juga sama saja, menarik napas berulang kali bersamaan dengan karel yang juga melakukan tindak serupa.

rain? jangan ditanya, gadis itu hanya diam di tempatnya. celine melihat beberapa kali jave bahkan menoleh seakan khawatir gadisnya menangis lebih kencang dari kalandra. namun tidak, rain cuma kelihatan menghela napasnya dalam hening sama seperti gibran dan karel. baru ketika scene tentang ayah keluar, ia menangis sambil menyenderkan kepala di senderan kursi dengan jave yang hanya aktif menyodorkan tisu saja.

jave dan rain, sejak dulu tidak hobi bermesraan depan umum.

“cel, gue juga minta tisu dong.”

oke, sekarang gibran menyerah dan menoleh dengan mata memerah penuh air mata. membuat celine sampai merasa bersalah karena membuat ruangan ini menjadi arena balap acara membersit hidung dalam sekejap.

“tapi seriusan lo kok gak nangis sih miles?” kalandra menyender di kursi, mengikuti pergerakan celine.

“gue gak merhatiin banget soalnya.” celine menjawab sambil menoleh.

“terus kenapa lo minta rewatch?”

“hmmm... gini ya kal ya..” celine bergerak mendekat, ingin berbisik. “gue nonton drama ini berulang kali di kos apa di rumah juga bisa. nah gue liat lo umbelan gini kapan lagi?”

kalandra langsung melotot. “sengaja mau cari aib gue lo ya!”

“gak sih, cuma emang lebih menarik lo aja makanya mata gue liatnya ke lo lebih sering.”

“itu namanya lo gombalin gue!”

“enggak..”

kalandra merengut, sekali lagi membersit cairan hidungnya yang masih tersisa. “drama ini tuh nyenggolnya hati, terlalu anget.”

“kan! gue juga capek banget dikit-dikit nangis pas liat, tapi nangisnya tuh nangis yang terharu yang.. ah anjirlah, susah berenti gak sih? apa lagi pas.. NAH, pas lagu ini keputer.. DOH KAL...” celine malah berisik berdua dengan kalandra.

“tapi kata lo suaminya siapa deh?”

“rahasia lah, gue mah udah tau.”

“kasih spoiler lah..” kalandra tiba-tiba merengek, menyilakan kaki di atas sofa sambil menatap celine dengan tatapan lucu.

“ih banyak spoilernya kal!!! lo kalo jeli pasti udah tau dengan cepat lah serius.”

“di pikiran gue sih satu..” karel menyaut. “tapi gue gak ngerti bener apa gak.”

“coba siapa sini bisikin gue.” celine menarik bantalan kursi dan mendekatkannya ke telinga agar karel bisa membisikkan nama di balik sana tanpa terlihat oleh yang lain.

“WOY BENER WOY!” celine langsung heboh ketika nama yang karel bisikkan itu benar, membuat yang lain reflek mendekat minta dispoiler juga.

“apa gue bilang hahahaha.”

“tau dari apanya?” jave bertanya.

“dari anunya.”

“yang jelas rel.. gue penasaran.”

“ya yang anu ya rel ya.”

“heem. jelas sih. yang pasti gue awal taunya sejak yang cowoknya bilang gue mau ngerokok dulu.. dah paham gue.”

kalandra langsung berdecak, “ya udah lah nonton dulu aja. kalo pada gak kuat penasaran banget baru cari di internet.” ujarnya kemudian, mengakhiri diskusi.

“emang lo gak penasaran bangeeeeet kal?”

“penasaran lah!”

“emang sekarang lo mikirnya siapa?”

“junghwan..”

celine langsung mengelus pucuk kepala kalandra dengan iba.