“Lo mau restock atau resell sih Cel? Gak terlalu banyak itu?” Kalandra yang berdiri di sebelah Celine hanya bisa kebingungan melihat botol demi botol lotion yang dimasukkan gadis itu ke keranjang bawaan.

“Nyoba Kal. Yang kemaren gue pake kayaknya udah gak fungsi ke gue. Maaf rada tmi tapi gue abis diomel sama staff agensi. Takutnya nanti jelek di kamera ya gue juga yang gak enak sih..”

Demi mendengar nada serius yang jarang ia dengarkan dari bibir Celine yang normalnya hobi ngejeplak, Kalandra reflek ikut memasukkan beberapa merk lain ke dalam keranjang.

“Diomel tuh dimarah Miles?”

“Gak sebegitunya sih, aman. Emang dia ngomelnya tuh ngasih tau bener aja. Beda cerita kalo sama model yang lain.”

“Kenapa?”

“Brrrrrrrr, toxic. Muka 2 sih intinya. Gak bisa gue temenan sama yang begitu.”

Kalandra masih mendengarkan, dan sejujurnya sangat masuk akal karena Celine memang mencolok. Dalam artian lain mudah dijadikan bahan gossip oleh mulut-mulut lain yang tentunya sebagian merasa sirik. Pun, pekerjaannya di tempat perkumpulan visual pula. Siap mental saja jika harus berjejer dengan model lain dan dijadikan bahan perbandingan.

Lelaki itu sudah ingin melangkah mengikuti kaki Celine yang sebenarnya cukup sering menjauh dari jangkauan tubuhnya itu ketika netra Kalandra menangkap beberapa mata yang sedang melirik nakal. Tentu saja objeknya adalah Celine, meski gadis itu tidak mengenakan pakaian terbuka toh memang bentuk tubuhnya sangat menonjol. Memiliki proporsi yang pas dan tampak sehat.

Tidak tahan, Kalandra akhirnya bertukar posisi tanpa suara dan berdiri sedikit di belakang tubuh Celine agar menghalangi pandangan empat lelaki yang masih menonton. Beberapanya geram, beberapanya lagi pasrah dan memilih untuk pergi.

Celine menoleh, hampir mencari keberadaan Kalandra ketika sepatu lelaki itu tiba-tiba menyenggol kecil sepatunya di bawah sana. Memberi tahu bahwa ia ada di belakang Celine dan tidak pergi kemana-mana.

“Kal, hwww.. Kalo menurut lo baunya enakan yang itu tadi apa yang ini?”

“Siniin parfumnya Miles. Gak kecium kalo lo geser terus, kejauhan heh.”

“Hehehe. Ini ini. Lagian lo juga ngapain disitu sih? Gue kaget.”

Kalandra tidak menjawab, fokus menentukan aroma mana yang lebih cocok dipakai Celine meski dalam hati bingung juga karena parfum ini adalah parfum yang jarang dikenakan oleh perempuan. “Sama-sama enak. Tapi kata gue lebih enakan yang tadi.”

“Oke ayo balik ke sana nanti beli.”

“Buat siapa? Lo gak pake parfum cowok, kan?”

“Buat lo tuuuuuu.”

Kalandra meneleng kepala. “Gue?”

“Hadiah. Gantian.”

“Hahahaha Miles. Oke, nanti kita kesana.”

Celine mengangguk, wajahnya sumringah entah mengapa. Langkah kakinya menuju kasir untuk membayar segala lotion itu juga tampak ringan. Hingga mendadak saja telapak tangan Kalandra mendarat di sikunya tuk menarik sedikit posisi Celine agar tidak tersenggol orang dari arus berlawanan. Pun lagi-lagi ia mendapati mata lelaki yang terus memandangi tubuh Celine bak memburu mangsa.

Kalandra berdecak, cukup kencang. Netranya menyorot tajam ke sekitar ketika membawa Celine untuk segera sampai ke kasir. “Mata orang-orang nih.. Heran gue.” Lelaki itu lanjut bermonolog, namun tetap saja suaranya mendarat jernih di telinga Celine karena kini posisinya lumayan berdempetan.

“Diem di sebelah gue Miles, jangan geser-geser sampe keluar store.”

“Hww....” Celine bergumam tidak jelas, melirik sikunya yang masih dicekali oleh Kalandra dengan jantung berdegup tidak beraturan. Tangan lelaki itu hangat. Sangat hangat dan sangat mampu membuat tubuh Celine panas dingin.

“Liat jalannya dong princess.

Princess..

Celine seketika lemas totalitas.