lowercase.
happy reading!
markiel benar mengetuk kamar amelia sore itu. entah, ketika gadis itu membuka pintu kamar hotelnya, pikiran lelaki itu malah kalang kabut sebab mengingat chat yang dikirim beberapa menit sebelumnya.
sebab, lelaki mana yang sudah dipancing dengan ajakan frontal oleh gadis secantik amelia akan menolak?
menghisap lehernya? tentu pekerjaan itu tidak akan susah dilakukan. markiel sudah punya pengalaman satu kali dengan mantannya beberapa tahun lalu.
tiga kali ketuk, amelia menampakkan wajahnya di balik pintu.
“ada stella ya?” tanyanya dengan suara hampir berbisik.
markiel hampir tertawa, namun kemudian mengangguk. “ada. barusan saya papasan dengan dia sebelum ketuk pintu kamar kamu.”
“tuh kan apa aku bilang! dia suka banget lihatin kita rel..”
lelaki itu mengangguk, masih berdiri di ambang pintu. “jadi, kamu mau saya hisap di area mana?”
“HAH?” amelia mendelik kelewat lebar dan suaranya lepas kelewat kencang.
“kalau memang mau..” markiel mengangkat tangan kirinya sebentar, lalu menyibak rambut panjang amel yang menutupi leher itu ke arah belakang. “saya bisa merahkan disini. tepat di dekat telinga kanan. cukup disitu saja biar saudara kamu bisa lihat jelas.”
jantung amel mendadak meledak bukan main. tentu ia tidak sepolos itu untuk tidak bisa mengerti situasi darurat yang sebetulnya ia ciptakan sendiri.
“kalau menurut mantan saya waktu itu enak sih, mel.” markiel mencetus kalimat gamblang lain yang membuat amelia semakin membelalak lebar.
sialan.
“bebas ya pergaulanmu markiel?”
markiel menggaruk tengkuk sebentar. “gak juga sebenarnya, saya cuma kebawa suasana saja waktu itu.”
“terus ini?? kebawa chatku tadi? apa kamu kerasukan setan hotel?!” amelia menelan ludahnya susah payah ketika hanya senyuman tipis yang ia dapatkan sebagai balasan.
markiel memang hanya lebih dewasa satu tahun dari pada dirinya, tapi rupanya pengalaman lelaki itu jauh lebih banyak dan tak pelak membuat amelia merinding mendadak.
bahkan kini tatapan si sulung hadiwangsa itu hanya fokus menghunjam mata amelia ketika perlahan suara seraknya terdengar menusuk rungu. “kamu mau angkat rambut kamu sendiri atau saya yang pegangkan mel?”
“mark..”
“yes?”
amelia mematung. markiel tentu masih diam di posisinya dan tidak bergerak kemana-mana, namun tatapan dan ucapan lelaki tersebut sangat mengintimidasi dan membuat amel keder. kaki gadis itu bahkan sudah lemas ketika ujung kaki markiel bergerak maju mendekat.
“biarkan saya masuk dulu.. sepupu kamu sudah penasaran sekali kenapa saya hanya berdiri di ambang pintu saja.” jelasnya, mendorong langkah kaki masuk dan reflek membuat amel mundur.
lelaki itu membiarkan pintu kamar amel menutup dulu sebelum kembali diam di posisinya. ia adalah lelaki yang tau batasan. setidaknya, sampai matanya melirik amel yang perlahan menyingkirkan sendiri rambutnya ke belakang.
“aku gak ngerti rasanya gimana, tapi please jangan sampe kebablas jauh. cukup satu titik aja deket telingaku. gimana?”
lelaki itu menelan ludah sebentar, lalu mengangguk. dengan perlahan markiel kembali maju dan mengungkung gadis yang tingginya hanya sebatas bahunya itu ke dekat dinding dekat pintu.
“kamu teleng kepala sebentar supaya saya gak sentuh kamu mel.”
amel memejamkan matanya rapat. wangi tubuh markiel yang saat ini berada dekat di depan wajahnya itu begitu membuat jantungnya berdegup kencang. keringat dingin bahkan sudah memenuhi telapak tangannya. gadis itu lantas menurut, meneleng sedikit kepalanya ke arah kiri.
“segitu cukup gak rel?”
markiel mengangguk. “permisi sebentar ya amelia.” markiel menyibak rambutnya sendiri ke belakang sebelum kedua tangannya ia pagarkan kuat di samping kedua bahu amelia.
“jangan tegang.. atau kamu mau saya batalkan saja?”
“no.. udah tanggung. do it. aku juga penasaran.”
markiel mengulum senyum tipis, lantas mengangguk. perlahan ia dekatkan bibirnya ke celah leher kanan amelia yang sudah polos terbuka.
mengecupnya satu kali. dua kali.. tiga kali... bahkan sampai keempat dan kelima kalinya hanya sebagai bentuk sapaan kecil yang markiel berikan pada leher putih bersih tersebut.
dan sebelum amelia protes sebab jantung gadis itu sudah sepenuhnya berontak menggedor-gedor, markiel segera menjulur lidahnya keluar. menjilat memutar area yang sudah ia tandai tadi.
*“shit markiel kamu apain itu he?!” amelia stress bukan main, tangannya tanpa sadar malah sudah mendarat di pundak markiel yang kini masih terus melancarkan aksi lidahnya di leher gadis itu. melepas rasa frustasi dan aneh yang hinggap itu dengan mencengkram bahu markiel kuat-kuat.
dan sebelum gadis itu sempat sadar, markiel sudah membuka bibirnya demi menghisap kencang area leher amelia yang tadi sudah ia tetapkan sendiri. hisapannya jatuh sebanyak tiga kali sebab markiel mendadak gemas bukan main hisapannya hanya bisa jatuh di satu tempat saja. satu gigitan yang lumayan keras itu ia daratkan terakhir kali sebelum ia menarik kepalanya mundur beberapa senti dari hasil karyanya.
merah.
dan ia puas.
maka sekali lagi markiel kecup leher tersebut singkat dibarengi oleh ibu jarinya yang mengusap area leher amel agar tidak basah oleh ludahnya.
“sudah, mel. sekarang kamu bisa cepol rambut ke atas dan tunjukkan ke sepupu kamu.”
amelia membuka mata dan mendapati markiel sudah mundur membentang jarak cukup jauh. sempat melamun sebentar sebab rasanya perbuatan markiel di lehernya barusan ternyata terasa sangat nikmat dan membuat gelenyar aneh yang belum pernah amelia rasakan.
tentu saja sebab gadis itu tidak pernah berhubungan dengan lelaki manapun sebelum ini.
“mel.. tolong cepat dikuncir dan ayo keluar sebelum pertahanan saya jatuh semua dan kamu berakhir terkunci disini karena ulah saya sendiri.”
“ngapain?”
“saya ajak bikin cucu yang diminta mama kamu..”
“HEH!”
markiel mengedik pundak, lantas mempersilakan amel untuk menjauh dari matanya. “kamu kuncir rambut dulu, saya tunggu disini.”