lowercase.

throwback moment.


kaela duduk meringkuk di ujung ruang dalam gedung yang kini sudah sepi melompong. pesta yang seharusnya berjalan mulus tanpa kendala harus terpaksa bubar sebab kekacauan yang sebagian besar disebabkan olehnya.

opa dan omanya pingsan sebab kebenaran yang tak sengaja ia ungkap secara terang-terangan tanpa memperdulikan reputasi pekerjaan dan status orang tuanya saat ini.

gadis itu menangis, sudah tentu mental dan hatinya sangat rusak sebab backingannya yang juga tidak sepenuhnya bisa membimbing.

“kay..” satu suara yang sangat ia rindu itu akhirnya datang menyapa dirinya. bukan papa, bukan mama, bukan juga kerabat dekat keluarga lainnya karena entah dimana mereka semua berada ketika kegemparan tadi berlangsung. satu-satunya lelaki yang kerap memanggilnya kay alih-alih kael karena kaela tau, hanya ada satu nama yang memang terpatri lurus di hati lelaki tersebut.

marco datang, berlutut. “ini kenapa? kayna mana?”

see? hanya ada kayna —sepupu sepantarannya, yang ada di pikiran marco. namun gadis itu tidak ambil pusing, marco mau datang ketika ia chat saja sudah suatu anugerah. jadi gadis itu hanya menggeleng kecil, mengusap sendiri air matanya yang masih mengalir tersebut dengan sebelah tangan.

“bangun dulu kay, ayo gue anter pulang.” marco menawarkan tangan, memapah kaela berjalan menuju mobilnya yang terparkir di halaman luar sebab satpam gedung menolak adanya mobil terparkir selain dari undangan GNC saja.

“mama papa lo mana emang?” marco bertanya lagi, lelaki itu selalu berinisiatif mengajak bicara terlebih dulu sebab tau pasti bahwa kaela masuk dalam jenis perempuan hemat suara. berbeda dengan kayna yang suka cerewet ceplos kanan kiri, kaela adalah gadis pendiam.

“gak ngerti, pulang sih gue rasa.”

“kenapa lo gak ikut mereka kay? terus ini acara udah kelar? kayna kok belum telpon gue minta dijemput?”

“mar..” kaela menghentikan langkah, menoleh ke arah marco yang kini mengenakan setelan hitam casual lengkap dengan topinya itu dengan raut lelah. “nama gue kaela.. bukan kayla. dan satu lagi, gue bener gak tau kayna ada dimana. gue.. gue....”

marco menahan napas, gadis ini menangis di depannya, lagi. bedanya kali ini ada rasa frustasi yang keluar disela isakan tangisnya yang turun kencang tak peduli situasi.

lelaki itu ingin mengulur peluk untuk menenangkan, namun tidak jadi. begitu pun detik-detik berlalu marco hanya berdiri di depannya sambil sesekali menepuk pelan punggung kaela. sebab dalam hati ia merasa bahwa hubungannya dan kaela belum sedekat itu.

entah bagaimana ia menjabarkan perasaannya lagi.. ia hanya tidak bisa dan tidak terbiasa dekat dengan gadis lain selain kayna.

“my bad kael.. i'm sorry.” ujarnya, kala menyadari bahwa tangisan kaela perlahan mulai mereda.

gadis itu mengangguk. memutuskan untuk duduk sebentar di koridor basement yang sepi. hanya ada beberapa kepala, itupun sekedar lintas lalu saja.

“setau gue kayna pingsan dibawa cowok keluar tadi.” jabarnya kemudian, sedikit berat hati. sebab ia tau pasti reaksi marco akan tidak enak setelah mendengar kata pingsan dan cowok lain, yang bukan dirinya disebut-sebut.

“ping..san? kayna gue pingsan?” marco membelalakkan matanya tidak percaya, baru kali ini ia mendengar bahwa kayna bisa pingsan. “cowoknya tuh siapa kael? lo liat ciri-cirinya? saka? tapi saka belum balik? apa chandra? jevan? jevan???” marco lanjut bermonolog, duduk di sebelah kaela sambil mulai mengotak-atik ponselnya. menghubungi jevan yang ternyata tidak tau apa-apa, lalu lanjut menelpon chandra yang kontaknya sempat ia dapat dari kayna beberapa hari lalu.

tidak diangkat.

marco merutuk, sudah jelas ia tidak mengenal chandra dengan baik.

“halo”

“oh..” marco reflek bangkit berdiri, tidak melirik kaela yang kini kembali frustasi sebab merasa sendiri lagi. marco sudah jelas akan selalu memprioritaskan kayna di atas segalanya, sepupunya itu selalu ada di tiap detik yang marco punya. ia sendiri? ia hanya pendatang baru yang harusnya sadar diri. marco... lelaki itu sudah menetapkan hati untuk gadisnya sendiri.

“puji Tuhan.... kabar-kabarin gue ya chan, sorry ngerepotin.”

“oh iya-iya, ntar gue chat saka aja.”

“gue? gue masih ada urusan bentar... nanti malem, paling?” marco melirik ke arah kaela sebentar. bingung.

“ya.. iya chan, oke.. titip kayna dulu ya? iya iya.. sip...”

sambungan terputus dan marco kembali duduk di sebelah kaela. namun kali ini gerakan lelaki itu sungguh gelisah, kakinya bergerak terus seakan tidak betah jika hanya harus duduk tanpa tau kepastian keadaan kayna disana.

ia penasaran. sebenarnya apa yang terjadi?

“lo habis ribut sama kayna kah kael?” marco bertanya dengan hati-hati, sebab tau betul bahwa kaela memang sensitif sekali. apa lagi hubungan kayna dan kaela memang sejak dulu tidak pernah akur.

kaela enggan menjawab, ia selalu takut dihakimi. belum lagi alasan kayna pingsan memang sepenuhnya karena ucapan tanpa filter yang keluar dari bibir kaela tadi.

“kael..” marco ikut frustasi, namun melihat kaela yang kini menutup telinga rapat-rapat ia akhirnya ikut bungkam. lelaki itu memejamkan mata dan menyender kepala di dinding. seperempat ingin meninggalkan kaela sendiri, namun selebihnya ia juga merasa kasihan. kaela tidak memiliki siapapun sebagai teman saat ini.

“lo kalo mau susul kayna boleh mar.. khawatir kan?”

“terus, lo?” marco bertanya, masih memejam mata.

“gak papa, gue send...”

“gak papa gak papa endingnya lo nangis sendirian terus nyakitin diri sendiri. *it's okay, kayna ada banyak barengan disana. jadi lo disini, sama gue. gue gak kemana-mana.”

“cuma lo doang mar..”

“hm, i know.. makanya gue stay.”

“gue peluk lo sekali, boleh gak?”

“hah?” belum selesai kagetnya tersampaikan, pelukan asing yang datang dari kaela itu sudah menyambut tubuh terlebih dulu. “makasih mar.. cuma lo yang bisa nahan gue selama ini. makasih, makasih udah hadir.”