main course, he said.
pukul 5 sore waktu setempat, rain sudah selesai mandi, pun sama halnya dengan jave. gadis itu kini tengah duduk di lantai kamar, menyender di pinggiran kasur sambil menenteng kain yang diberi oleh lea dan shea waktu itu sebagai hadiah.
“ini hadiah lazim lah kalo temen married. HAHAHAHA, JANGAN LUPA DIPAKE LOH..” itu kata lea waktu itu, sedangkan shea hanya mampu mewek dan sempat menahan hadiah tersebut di tangannya. mengaku masih galau saja padahal aslinya juga tidak kenapa-kenapa.
“rain?” suara jave yang tadi tidak ada di sekitarnya itu tau-tau saja memanggil.
“hah..” rain spontan menoleh dan ikut melotot ketika melihat jave masuk ke dalam kamar dengan sebungkus kue coklat di tangan kanan. lelaki itu hanya diam, melongo di tempatnya.
“itu, apa?” jave sampai bertanya, membuka ruang diskusi karena rain yang tadi masih ikut ngehang itu tiba-tiba memasukkan kembali kainnya ke dalam tas secara cepat.
“gak tau, itu kayak.. apa ya, apa tuh... ya itu lah. gak ngerti.”
“itu baju kan? yang jaring-jaring tuh.. yang biasanya dipake cewek.”
“cewek mana yang pake itu??? kamu pernah melihat kah?”
“eh gak gitu, tapi itu emang bajunya cewek kan.. coba liat.”
“EH JANGAN.”
“nggak aku cuma liat doang.”
“ih jangaaaaan itu tuh kayak apa sih...”
“apaaaaa..” jave tertawa, duduk mendekat. “liat bentar.”
“nanti pikiranmu melayang-layang aku gak mau ya!!!”
“ya pegangin biar gak melayang..” malah dibalas ngawur.
“hazzzzzzzz.”
“bentar doang. penasaran aku, gak pernah liat secara langsung.”
rain mengalah, menyodor tasnya. “ambil sendiri aku mau keluar aja biar kamu tetap berpegang teguh pada kebersihan pikiran dan rohani, dan jasmani, dan apalah yang lain..”
“apa-apaan.. disini diem.” jave reflek melingkarkan kakinya di kaki rain, mengunci, agar rain tak bisa kemana-mana.
“lah kannnnnnnnn..”
“apaaaaa belum juga diambil rain.”
“ya udah buru diambil terus diliat terus dibalikin.”
jave tertawa lagi, pipi rain merah sekali. “belum juga disuruh make udah malu aja..”
“EH AKU GAK MAU YAAAA!!”
“emang udah nyuruh?”
“hrrrrrr.” rain makin hilang kewarasan akibat debat dengan jave, lelaki itu pintar sekali mengendalikan permainan.
“oalah begini..” jave berujar ketika sudah melebarkan baju yang membuat rain salah tingkah beberapa menit terakhir tersebut. “tapi ini lubang buat apa?”
“jangan nanya aku!!!!”
“dan kenapa lubangnya disitu?”
“kakakkkkkk..” rain menutup wajahnya sendiri dengan telapak tangan, tak ingin melirik, apa lagi menjawab pertanyaan jave.
“apa sihhhhh ini nanya beneran kamu malah ngegemesin disebelahku..” jave mengacak rambut rain, menarik telapak tangannya agar lepas dari wajah.
“itu tuh kayaknya salah cetak deh.. apa itu konsepnya model superman ya? ditaruh diluar baju gitu..” rain akhirnya menjawab, mengeluarkan isi pikirannya.
“hahahahaha mana adaaa..”
“ya adain.” rain tau-tau jadi judes saja, wajahnya merah semua menahan malu.
“apa tujuan dibikin baju begini rain?”
“memperkeruh pikiran cowok biar makin-makin kali.. LIHATLAH KAK ITU APA SIH FUNGSINYA SUMPAH LUBANG SEMUA TERUS ATASNYA BERJARING-JARING.. YA SEKALIAN AJA GAK USAH PAKE APA-APA SIH KALO BEGITU?”
jave terpingkal, “duh duh ngomel.. mau kirim email ke pabriknya kah?”
“gakkkkkkk.”
“itu yang beli 10 ribu lebih omong-omong.”
“TAU DARI APA KAMU?”
“gibran.”
“PARAH PARAH. PARAH BANGET.”
“HAHAHAHAHA. nih masukin kalo gak mau make.” jave melipatnya kembali dan menyerahkannya pada rain.
gadis itu menarik cepat dan memasukkannya kembali dalam tas.
“dikasih sama siapa itu emang?”
“leaaa sama shea. gak ngerti dapet hidayah apa. katanya, apa tuh.. katanya emang biasa kalo orang mau married biar makin lancar pas apa tuh, proses membuat, itu.. ya terus katanya juga cocok. kan maksudnya aku kecil gitu kan, TERUS, HHHHH GAK TAU GAK TAU.”
jave tertawa lagi, rain selalu saja menggemaskan. padahal dalam hati ia juga setuju dengan lea, rain sepertinya memang cocok masuk dalam kain tadi. badannya tampak pas.
perlahan lelaki itu melepaskan kaki rain agar bebas. “nih coklat. kamu mau gak?”
“mau. sini bagi ke aku.”
“ambil sendiri.” jave menggigit bola coklat itu dan maju mendekat, sengaja saja.
rain melotot, namun tetap ia ikut maju dan menggigit balik coklatnya dari bibir jave.
“HAHAHAHA KIRAIN KAMU GAK BERANI RAIN.” jave reflek terpingkal meski jantungnya makin kesana kemari.
rain tidak peduli, sibuk mengunyah.
“nih lagi.”
“ih..” rain mendengus, mendorong bola coklat itu dengan telunjuk agar masuk ke mulut jave sendiri.
“hahahaha gemes.” lelaki itu membalas, lalu menidurkan kepalanya di kaki rain. mode manjanya kumat mendadak.
“suapin rain.”
“mana sini kasih aku.”
jave menyerahkan bungkusan tersebut ke tangan rain dan reflek melebarkan bibir ketika jari rain mendekat.
“hahaha kasiannya gak bisa gigit..” rain terpingkal ketika jave gagal menggigit jarinya.
“pinter ya sekarang bisa ngehindar segala.”
“iya dong!!!” rain menjawab, mencubiti bibir jave dengan jarinya. “lucu lucu lucuuuuu. jangan ngunyah kak diem dulu.”
“kalo lucu dicium dong.”
“sini mau.”
“mau????”
“cium.”
“hahhhhhhhh?”
“ya udah gak jadi.” rain memundurkan badan dan lanjut kunyah-kunyah sendiri. tangannya sudah hendak meraih ponsel ketika jave bangkit duduk.
“mau ciumm..”
“tadi banyak nanya.”
“mau mau, mau.”
rain terkekeh, bangkit berdiri.
“rainnnnnnnn. php mulu loh kamu.”
“apa sih gak php, bentar aku mau minum. seret.”
“ikutttt.”
“ya ayo sini ikut.” rain menyodor telapak tangan yang selanjutnya langsung disambar cepat oleh jave.
“aku minum sprite boleh ya??”
“kan tadi udah. air putih aja jangan soda sering-sering rain.”
rain mendengus, tapi mengingat penyakit diabetes papanya ia mengangguk saja. “okee bapak dokter.”
“ba apa? bapak???”
“bapak kan.. bapak dari anak kita nantiiiiiiiiii.” rain berucap lalu langsung pura-pura mual.
“hahahahaha amin.”
“amin amin.”
“omong-omong aku mau itu dong, sprite.”
“no no no no. kamu juga tidak boleh ya, air putih aja.”
“satu teguk doangggg.”
“yeee.” rain mendengus, menarik botol sprite dari kulkas dan menyerahkannya ke jave. “nih.”
“hahahaha thank you.” lelaki itu menanggapi, meneguk spritenya sekali, dua kali, dan yang ketiga ia langsung meletakkan botol di meja seraya menarik tengkuk rain maju mendekat.
gadis itu melotot, terkejut sekali akibat jave menciumnya dadakan. mendorong rasa sprite lewat jalur antar bibir.
“dah.” jave tersenyum tanpa dosa. matanya menyipit hilang.
“cara mainmu variatif ya sekarang ya.. wahh..” rain speechless, menelan cairannya yang masuk dan lanjut menatap jave dengan kerutan di dahi. matanya bahkan sudah memicing sebelah.
“apa anak kecil liat-liat?”
“diem. ngeselin.”
“loh hahahaha tadi yang pengen sprite siapa?”
“akuuuu.”
“ya udah itu yang kamu telen apa?”
“sprite.. tapi kan.. HHHHH.”
“hahahaha sini ciummm.”
“kan udah itu barusan.”
“jangan main-main.” jave memprotes.
“aku pengen liat itu deh tuh, matahari.”
“gak usah ngalih topik.”
“hahahaha betulan.”
“serius?”
“gak sih.”
“jadi maumu apa rain, hm???”
“sini sini.” rain menarik tangan jave untuk berjalan ke ruang depan yang terdapat kursi ayun berukuran besar.
“nah.. persis bocah beneran.” jave terkekeh juga pada akhirnya.
“disini aja, enak, sambil ayun-ayun ngeliatin tuh air-air.”
“okee. oke disini aja.” jave merentangkan tangan kirinya ke atas dua pundak rain, merangkul.
“hadep sini kak.”
lelaki itu menoleh, namun tidak ada yang terjadi. rain pintar sekali tarik ulur.
“mau apaaa udah noleh nih..”
“tadinya mau nyium, tapi kalo nyium kan merem ya.. gak bisa liat mukamu.”
“emang ada apa di mukaku?”
“ada serbuk-serbuk sari.”
“hehhhhh.”
“hahahahaha gak bercandaaaaa. tapi serius kamu ganteng. maaf ya, bukannya ngegombal basi gitu sih tapi serius ganteng. kamu tidur juga ganteng. capek gak, ganteng terus?”
jave menegakkan pundak, sok siap diwawancara. “sebenarnya saya lelah sih, bu. apa lagi kalau istri saya yang biasanya diem langsung muji-muji.. aduh, pusing.”
“hahahahaahahahaha kakak randommmm banget jawabnya.” rain jadi gemas, tangannya reflek mengacak rambut jave.
“kapan ciumnyaaaa..”
“nanti aja. sini tidur sini.” rain mundur sedikit dengan maksud agar jave bisa tidur balik di kakinya seperti tadi.
“dasar php.”
“gak php.. nanti aja tapi.” rain membalas, tertawa cukup kencang ketika melihat jave mengomel tapi tetap menurut tidur di kakinya.
suasana villa yang tadinya memang sepi kini makin sepi. jave hanya diam sambil memainkan ujung rambut rain yang menjuntai, sedangkan rain hanya sibuk mengusuk-usuk kening jave sambil matanya terarah lurus ke halaman depan sana.
hamparan rumput dengan kolam renang, sapuan cahaya lembut dari matahari yang berwarna jingga juga sangat menenangkan.
“rain..”
“hm?”
“mikirin apaa?”
rain menunduk, jave pasti mengira dirinya sedang overthinking atau sebangsanya. “ngelamun aja sih hahahaha. gak lagi mikir.” ia akhirnya menjawab, menyisiri rambut jave dengan jari.
“bener?”
“beneran lah.”
“ya udah.”
“kak omong-omong kemarin kan ada yang nanya apa tuh, tentang nama panggilan gitu loh.. maksudku emang kamu mau dipanggil apa? aku geli sih kalo mau manggil kayak baby, hun, by, atau apa lah..”
“hahahahah lucu sih, tapi gak ah.. nama aja udah, bayangin.. baby, kamu mau makan apa?“
“mau makan ayam nih, by.” rain menjawab pula sebagai simulasi.
“HAHAHAHAHAHAHA GAK COCOK BANGET. udah, apa adanya kita aja.”
“tapi kalo kamu sendiri pengen dipanggil apa? dipanggil kakak gak bosen kannnn..”
“sayang, sih.”
“ya, sayang.”
“hahahahaha. apa ya? gak mikir sih, karna menurutku ya panggilan cuma sekedar panggilan aja.. gak ada yang berubah? gak ngerti. coba panggil aku pake jave aja.”
“pas itu aku diomelinnnn.”
“yeee. kan nyoba lagi, ayoo.”
“javee..”
“gak gak, dah cocok kamu bocah aja.”
rain tertawa, mengusel-usel wajah jave dengan jemarinya. “besok skincare mau gak?? aku yang benerin.”
“boleh. kenapa gak sekarang?”
rain tidak menjawab, sebagai gantinya ia menyuruh jave untuk duduk dulu.
“mau kemana?” jave bertanya bingung ketika rain bangkit berdiri dadakan.
“pindah tempat?”
“kemana lagi?”
“kesini.” ia menjawab sebentar, lalu bergerak mendekat untuk duduk di atas pangkuan jave dengan posisi berhadapan.
“wahhhhhh.. rain? jangan main-main kalo kamu cuma godain aku doang nantinya.”
“ayo sekarang. boleh.” rain berujar patah-patah, wajahnya mulai merah menahan malu.
“beneran boleh? sekarang?”
“ya boleh. udah sejak semalem kan kamu maunya..”
“wahh..” jave langsung stress dadakan. “disini?” tanyanya linglung.
“katamu, bisa dimana aja..”
“wahhhhhhh....”
rain menutup mata jave dengan telapak tangan. “jangan liat-liat terus!! langsung sat set gitu aja please malu banget.”
jave masih ngehang beberapa saat kemudian hingga perlahan kesadarannya jatuh dengan level berbeda dari sebelumnya.
“yuk, aku ajarin.”
“ajarin?”
“posisi baru.”
rain tersentak dan reflek saja ingin lari kabur dari pangkuan secepat kilat.
jave bangkit sedikit, tangannya menyusup ke belakang leher rain. “kiss me.”
rain terkekeh