Mini Little Surprise.
Mobil Jave akhirnya sampai juga. Lelaki itu membuka kunci mobil, lalu turun.
“Ayo masuk dulu kak.” Rain menyuruh, menunjuk pagarnya yang kali ini sudah tertutup kembali. Sepertinya jika dilihat-lihat mobil tim hore untuk Jave itu sudah tiba sejak tadi.
Entah apa yang mereka perbuat di dalam sana karena hening sekali.
Membayangkannya saja sudah membuat perut kram dan tegang. Kasian Lea, sendirian disana.
“Udah malem loh. Gak papa? Besok aja deh Rain.” Jave menolak, sungkan.
“Bentar aja.”
“Besok. Besok aku dateng pagi.”
“5 menit kak!”
“Besok aja Rain. Udah malem..”
“Kak Jave sayang please katanya kamu mau foto sama aku.” Rain mengeluarkan jurus ampuh. Menggenggam jemari Jave erat sambil mengucap kata keramat yang sungguh sangat cringe menurutnya itu dalam bisikan.
Tidak peduli jika dilihat oleh Gio atau Kalandra asal rencana tim tidak gagal hanya karena Jave sungkan mampir.
Lelaki itu terkejut. Masih saja dia terkejut jika Rain inisiatif terlebih dulu. “Oke. Oke ayo masuk. Bentar aja aku nyapa mamamu, foto, terus pulang. Ya?”
“Deal.” Rain mengacung jempolnya.
Gadis itu lantas menaiki tangga batu dan masuk ke rumah lebih dulu. Kosong. Dimana mereka semua?
“SSSTTT..” Desisan kencang diiringi pukulan terdengar di samping kiri.
Sial. Rain hampir berteriak. Itu Jinan dan Lea. Bersembunyi dibalik mobil om Janu yang terparkir di garasi kiri.
“Pada dimana?” Rain bertanya, berbisik.
“Disana noh. Taman belakang.”
“Oke.”
“Apa oke, Rain?” Jave bertanya, tau-tau saja cowok itu sudah ada di balik tubuh Rain.
“Eh gak ada. Oke.. Oke apaan aku gak bilang oke itu kayaknya kupingmu yang agak buntu soalnya di gor denger orang teriak-teriak.”
Jave memegang telinganya. “Masa?”
“Iyalahhhhhhhhhh Javvv..” Kalandra bersuara, sedikit keras. Sepertinya kode agar teman-temannya bisa keluar sesuai waktu yang sudah diatur. Tepatnya lima menit setelah kode Kalandra.
“Mama dimana? Di dalem?” Jave bertanya.
“Ada.. Gi, mama mana Gi?”
“Oh iya. Dimana ya mama, bentar, bentar aku masuk dulu manggil mama.” Gio ikut grogi, adiknya itu lantas cepat berlari masuk ke rumah.
Tak berapa lama mama Rain benar keluar. Menyapa.
“Dimana ma?” Rain mendekat, berbisik.
“Bentar lagi, kuenya keguling gara-gara yang tinggi sepintu itu nyenggol. Konyol banget kakak kelasmu.”
“Astaga.”
“Ganteng-ganteng Rain.”
“Eh mama..”
“Kata om Janu itu.”
“Lah om Janu mana?”
“Di...” Bisikan mama Rain tergantung oleh sambutan kencang teman-teman Jave yang baru saja keluar, lewat pintu samping. Disusul om Janu dibelakangnya. Sepertinya pria itu menemani teman Jave di belakang sana tadi.
“SELAMAT LENGSER JAVEEEEE..” Suara Lukas, paling mendominasi teriakan. Jeva juga berdiri disamping lelaki itu. Menyapa Rain cerah. Lalu lanjut menyapa Gio.
Adik Jave itu lantas mendekati Rain karena memang sama-sama tidak ikut acara tim hore Gibran dan Arya.
“Le.. Sini Le hahaha.” Jinan berteriak, berseru pada pacarnya yang terpepet tim supporter, teman Arya.
Lea menurut, mendekat. Jinan langsung pergi menyusul Karel ketika Lea sudah aman bersama Rain dan Jeva.
“Kok lama mobil kak Jave tadi Rain? Kamu tau kakakku hobi ngebut di jalan.”
Rain hanya tertawa. Tidak tau harus menanggapi apa.
“Liat liat!!! Mukanya kena cream hahahahahaha anjir Jave kenapa gak ngehindar aja sih?”
“1 lawan berapa ini Jev?” Lea terkekeh, menyahut.
“Iya sih.”
Selanjutnya Jeva dan Lea asik menonton Jave dengan senyum dan tawa kecil. Ingat sudah malam.
Bahkan tak diduga-duga acara serah kue dan kado itu hanya berjalan 10 menit saja. Tidak lama-lama.
“Tante.. Sekali lagi kami makasih banyak sudah diijinkan pinjam tempat, buat ramai, dan buat kotor lantai. Besok-besok saya dan yang lain mampir lebih sopan lagi, bawa oleh-oleh.” Gibran, yang memang jago memikat hati itu bersuara. Tersenyum sopan sekali.
Mama Rain hanya balas tertawa, lalu mengangguk-angguk membolehkan. “Tante suka apel. Besok bawain apel aja.”
“Lah mama hahahaha.” Rain reflek tertawa mendengar lawakan mamanya yang jarang sekali terdengar itu.
Setelahnya Gibran dan yang lain resmi berpamitan. Meninggalkan Jave yang masih cemong di berbagai sisi sambil memegang kado serta kue, dan beberapa surat kecil yang diselipkan di saku jaketnya.
“Kak Jave aku balik bareng kak Lukas aja ya?” Jeva meminta ijin.
Jave yang entah masih terharu atau kesal karena pipinya jadi berminyak itu mengangguk saja.
Kalandra yang tidak mau kena hantam di mobil juga memutuskan pulang bersama Rendy dan Juna. Bisa saja balik dengan Gibran jika cowok itu tak memutuskan untuk lanjut pacaran dengan Keyla, ceweknya yang akhirnya ditunjukkan ke publik hari ini.
Karel, Lea dan Jinan berpamitan paling terakhir. Berulang kali mengatakan maaf karena sudah mengganggu dan lain sebagainya. Lalu mengucap selamat dan bersalaman pada Jave.
Tentu saja Lea sudah kejang di tempat habis bersentuhan dengan Jave.
“Dah lah, gue ngapain salam-salam sama lo?” Karel berdecih ketika gilirannya. Langsung berjalan pergi.
Jave hanya tertawa saja melihatnya. “Ati-ati baliknya Rel.”
“Yoi!” Balasnya, mengacungkan jempol.
“Trims!”
Karel lagi-lagi menunjukkan jempolnya dan hilang dibalik mobil, disusul Lea dan Jinan yang sekali lagi melambai. Meninggalkan Jave dan Rain sendirian bersama keluarga Rain.