narasi rada sinting.. 21+

btw, lu jangan pelit2 ya anjir ini gue ngetik sepanjang afrika pandaan di rt lah minimal biar yang ga kenal javerain bisa kenal dan ikutan baca 😡 nextnya gamau tau nih pvt kudu 100+ likes dulu byeeeeeeee *ngeselin.

lowercase.


jave masih memandangi gadisnya yang terkejut, tangannya reflek mencekali erat punggung agar rain tidak benar kabur setelah berani memancing dirinya.

“tenang kak, tenang.. nafas dulu... yuk tarik nafas 1.. 2... hembus. yaaa gitu pinter.” rain malah mengajari cara bernapas agar jave bisa sedikit relax. jantungnya berdetak liar kala tatapan jave yang teduh tadi sudah perlahan sirna sebab kesadarannya sudah terkikis.

“wah.. sudah tidak tertolong rupanya.” rain menghela napas, mendadak pasrah akan diapakan nantinya. toh, ia memang sudah menyerahkan diri dalam artian yang sebenarnya. pun sudah sejak kemarin pula jave menginginkan ini tapi batal terlaksana.

lelaki itu tampak membasahi bibir bawahnya sebentar. mengecup bibir rain sekali, lalu dilepas. dua kali, tiga kali.. pindah ke pipi. kembali lagi ke bibir. geser ke dagu cukup lama, lalu lanjut berputar sebentar di area wajah lain untuk menyapa hingga menimbulkan suara kecupan yang cukup keras meski sekarang posisinya masih di dekat balkon samping.

“kak udah..”

jave menjawab dengan juluran lidahnya yang kini mulai bergerak ke dekat telinga, melumat rahang bawahnya lalu turun ke leher. pergerakannya cepat, kadang turun ke bawah, kadang kembali ke atas. rain sampai menggigit bibirnya sendiri karena suara berat jave kadang menguar tanpa sadar. seksi sekali.

“enak rain? kok sampe neleng gitu?” jave bercanda sebentar. dan belum sempat rain menjawab, lelaki itu sudah menjatuhkan ciuman ke bibirnya. menyeringai sebentar disela kegiatan sambil menahan geli karena rain mencubit pinggangnya di bawah sana.

“hmmmh.. lepas sebentar kak, time time..”

jave protes, tak terima ciumannya ditarik begitu saja. “kenapaaa?”

“itu bajunya nyangkut di celanamu.” rain menunjukkan tangannya yang.. yah, benangnya memang terbebat di bagian sabuk jave.

“lagian cubit-cubit.. kan jadi gitu.” jave mengomel gemas sambil membenarkan benang tersebut pelan-pelan agar tidak makin parah lepasnya.

“ya kan suruh siapa sih kalo ngomong ceplas-ceplos? terus juga ini di rumah ngapain kamu pake celana jeans? kan keluarnya masih malem..”

“pengen ajaa, kok jadi ngomel sih? apa perlu kalo di rumah gak pake celana aja?” jave lanjut terkekeh, melirik wajah rain sebentar yang kini sudah melotot gregetan. “dah gak usah ngomel, tuh udah lepas.” ia melanjutkan, lalu menyuruh rain bangkit berdiri perlahan.

“kita udah selesai?” gadisnya bingung.

“siapa bilang?”

“terus mau apa?”

“ganti posisi biar tanganmu gak usilin aku.” jave menjawab, kali ini benar tertawa puas ketika menarik pinggang rain agar jatuh di atas pangkuannya kembali. bedanya, kali ini mereka tidak berhadapan.

“masih bisa usil sih sebenernya, tapi emang susah.. kakimu soalnya keras, malesin.” rain berucap pelan. dan sebagai balasan atas ucapannya barusan, jave reflek menarik kedua tangan rain ke belakang dan menguncinya lembut di punggung.

“hahaha gak bisa kan kalo gini?”

“curang bangetttttttttttt.”

jave tertawa puas, wajahnya sumringah sekali ketika kemudian ia menarik dagu rain agar menoleh dengan tangan kanannya. tak banyak pertanyaan dan tak banyak sesi bercakap-cakap lagi jave langsung menjatuhkan ciumannya pada rain. aroma tubuh dan rambut gadisnya yang memang selalu sedap dihirup itu segera menerobos lubang hidung lagi karena jaraknya sudah terkikis habis.

posisi ini menyenangkan sekali menurutnya sebab rain tampak 100 kali lipat lebih seksi. bibirnya yang terbuka ketika lidah jave menyusup masuk itu bahkan sudah sangat cukup meruntuhkan batas iman yang tersisa.

jave tersenyum puas, mulai melilitkan lidahnya pelan kala tangannya bergerak menyusup masuk ke baju dan mengusap perut rain pelan. meremasnya kecil kala dirasa cukup gemas.

“mmh..” satu suara rengekan protes lolos begitu saja disela ciuman ketika jave memberanikan diri untuk menelusupkan telapak tangannya masuk ke celah bra dan meremas isinya perlahan.

sinting. seksi sekali, sudah dua kali ia menyentuh dan perasaannya masih saja sama seperti kemarin. benda itu lucu, pas sekali berada di tangan dan mulutnya seakan memang sudah tercipta untuknya seorang.

rain mendadak gelisah sekali, tangannya tidak dilepaskan sedangkan tubuhnya sudah sempurna ada dalam cekalan jave. bahkan lihatlah lelaki itu sudah mengangkat naik bra tanpa benar-benar melepasnya, sepertinya masih trauma jika kegiatannya terganggu hanya karena tidak bisa melepas kaitannya.

“ahh kak, pelan ajaa..” rain berujar kala remasan jave mulai mengencang di payudaranya. sudah tampak terbakar sekali nafsu lelaki itu sekarang ini.

tangan rain perlahan di lepaskan. dan tangan jave yang tadi digunakan untuk mencekali itu mulai bergerak ke arah lain. ke arah bawah tempat main coursenya tersedia.

“bilangh dulu kenapa sih..” rain menyibak anak rambutnya yang menutupi wajah sambil terus menekan desahan agar tidak keluar ketika tubuh bagian atas dan bawahnya diserang semua.

pergerakan rain yang gelisah di atas pangkuannya itu membuat pusakanya tergesek dan bangun tegak. bahkan punggung rain kini sudah meluruh lemas, menyender di atas tubuhnya secara sempurna.

“jani-mu kak astagaa.. ah ya ampun, tapi itu jarimu memang boleh kah begitu.. pelan bangeth..” rain akhirnya berucap dengan nada tersengal karena putaran jari jave di bawah sana terasa sangat menyiksa, lambat sekali, seakan menggoda agar rain mau meminta lebih kepadanya.

“kakk... boleh yang betulan dikit enggakh.. ahhh..” makin tersengal saja rain ketika klitnya ditekan-tekan kuat.

“kayak gimana rain?”

“jangan beraninya, godain aku lah.. nanti, kalo aku dendam.. ahh JANGAN CUBIT-CUBIT..”

jave tertawa, kedua tangannya masih bekerja semua. napasnya makin memburu ketika rain menghadapkan wajah ke arahnya. “kak jave sayangh.. boleh enggakh, itu, apa tuh....”

“hm?” jave menyeringai, rain memanggilnya sayang dengan desahan sudah tentu terdengar sangat menggairahkan. belum lagi ketika tangan rain yang kecil itu menarik dagunya cepat. memutuskan untuk menjatuhkan ciuman saja siapa tau jave mau menuruti keinginannya ketika berhasil terbuai.

namun bukannya terbuai, jave malah semakin semangat menggoda. jemarinya bergerak sangat lambat di bawah sana sementara jemari satunya sudah mencubiti puting dengan cukup kuat.

rain lagi-lagi bergerak, kini gerakannya sudah cukup ekstrim karena frustasi tidak bisa melepaskan ledakan pertamanya dengan segera. tangan gadis itu bahkan sudah ikut mencekali pergelangan tangan jave yang bekerja di bawah sana, ingin menyetop pergerakan lelaki itu sebab sudah kepalang kesal tak dituruti.

“look at me sweety.” jave berucap serak kala melepaskan ciumannya.

“kenapa, harus liat-liath.... “

“aku mau liat kamu pas keluar..”

“gak berperi kemanusiaanh banget orang ini..” rain protes, namun tetap menurut. gadis itu menatap mata jave yang kali ini tengah memandangnya penuh puja. tatapannya menyorot penuh damba, membuat rain merinding seketika. pikirannya spontan melayang lepas ketika jemari jave benar bergerak cepat di bawah sana. mengubek kanan kiri seraya menjapit klitnya berulang kali. begitu liar, dan, bagaimana menjelaskannya? jari lelaki itu kuat dan besar sekali, tentu saja sensasinya juga begitu luar biasa.

“ahh kak javee ya ampunh...” gadis itu kelabakan sekali setelah dituruti, membuat jave makin ingin melahapnya tanpa ampun saking seksinya. bahkan jave baru sadar jika baju rain sama sekali belum ia buka sejak tadi. dan entah kenapa begini saja rasanya sudah cukup, rain sudah sangat seksi tanpa perlu diunboxing.*

dengan mata memejam dan bibir yang terbuka mengelukan nama jave beberapa kali akhirnya gadis itu berhasil melepaskan cairannya.

“good girl...” jave tertawa sebentar, mengecupi pipi rain berulang kali hingga akhirnya menarik jari dan menjilatnya habis di depan mata rain.

“kakakk.. di, lap dong????” rain melotot dengan napas tersengal, tak percaya akan apa yang dilihatnya barusan. kemarin ketika hari pertama melakukan ia tidak menyaksikan sendiri betapa gilanya lelaki itu ketika menelan cairannya, namun kali ini.. wah lihatlah jave, lelaki itu hanya mengedik pundak sambil mulai melucuti atasannya sendiri.

“memang apa rasanya sih.. maksudku.. bisa-bisanya.. wah..”

“enak. apa lagi, itu kan punyamu.”

rain merinding, tatapan jave menggelap lagi. bahkan rain baru ingat jika jani sudah terbangun sejak tadi.

“sini-sini, gantian kamu kak...”

“aku belum makan punyamu?” jave meneleng wajah.

“selametin dulu punyamu kek, lihatlah... dia mau keluar.” rain bangkit berdiri, menunjuk adik jave dengan jari, sementara matanya melihat ke arah lain karena entah kenapa masih saja canggung.

“kamu gak sabar mau megang kah?”

“kak jave bukan gituuuu..”

“ya udah, lepas sini.” jave menyender, mempersilakan rain untuk membuka ritsleting celana secara mandiri. menggoda saja sih sebenarnya.

“ya ampun.... oke.. oke aku buka, tapi awas kalo kamu ngeledekin aku nanti..”

“enggak hahahahaha.” jave tertawa, setengah merinding juga ketika melihat rain mulai berlutut di hadapan kakinya. “kamu gak duduk di atas aja?” jave melanjutkan, bertanya.

“katanya tadi, diajarin..”

“eh gak gitu juga.. jangan, gak mau aku. gak perlu begitu gak papa rain.”

“tapi kamu kemaren gak geli kok ke aku.. gak papaa..”

“jangan.. nanti kamu kerasa aneh, gak perlu sampe begitu.”

“gak papa. ajarin aja.”

jave menggigit bibir bawahnya, “yakin?”

“yaaaa.. coba aja?” rain jadi ikut grogi.

“oke. nanti kalo kamu gak suka langsung lepas ya?”

rain mengangguk, melihat jave yang akhirnya melepas sendiri celananya akibat linglung rain ingin memakan miliknya.

“AAAAAAAA...” rain mendelik seketika benda tersebut keluar dari tempat persembunyiannya, speechless mendadak dan reflek memalingkan wajah setelah histeris beberapa detik.

“lah apa sihhh??”

“SEREM KAK.. SEBENTAR-SEBENTAR...”

“lah itu kamu kemaren pegang kan segitu....”

“wahhhhh......”

“emang gituuuu astagaaa. kemaren kan udah liat..”

“enggak aku kemarin belum melihat dengan jelas!!!! wah kak, teganya kamu..”

“aku?? kok aku?” jave bingung.

“benda inikah yang memaksa masuk kemarin? pantes sakitnya tahan lamaa...”

“hahahaha benda ini yang bikin kamu berisik semaleman.”

“KAMU JUGA BERISIK.”

“EH GAK SEPARAH KAMU??”

“WAH... NGAJAK BERANTEM.”

jave terpingkal, mengelus rambut rain pelan sambil mengusapi bibir gadis itu berulang kali. pikirannya sudah kalang kabut membayangkan jani masuk ke dalam sana.

satu hal yang pasti, tak akan muat.

“ini kalo mau megang harus bilang hi cutie dulu?”

“panggil, hi lovely juga gak papa sih.”

“hhhhhhhhhhh..”

“hahahaha ayo rain. keburu marah dia.”

“oke.... oke, hi jani.. how are you today?” rain bertanya, mengelus kepalanya perlahan. bersamaan dengan jemarinya yang mendarat barusan, lenguh berat jave mulai terdengar. rain sampai mendongak dan makin merinding saja ketika mendapati jave memejamkan mata sambil menyender. kedua tangannya sudah mengepal di sebelah paha, tampak menahan gairahnya kuat-kuat.

“oke.... pemilikmu sudah tidak tahan sepertinya.. aku pegang ya jani, kamu jangan marah-marah kalo dipegang.” gadis itu bermonolog. mengajak bicara jani sambil perlahan mulai melebarkan telapak tangan untuk mulai mencengkram.

gadis itu melongo sesaat, ternyata jarinya tidak bisa menutup sempurna. kemarin ia memang tidak jelas melihat dan merasa karena dihajar terus-terusan. namun sekarang lihatlah, jani bahkan sudah makin tegak menyambut sentuhannya. tampak senang sudah diajak bermain dua kali.

“arhh rain.. ya ampun...” jave mulai melenguh, suaranya berat sekali.

“betul begini kah?”

“hmh.” hanya itu yang bisa ia jawab ketika kenikmatan mulai menjalar ke seluruh sarafnya.

jave perlahan menundukkan kepala, melihat rain yang canggung sekali dengan mainan barunya. beberapa kali ia mendengar gadis itu berbicara sendiri sambil tetap memberikan pijatan lembut.

seperti, “jani, ukuranmu bisa begini kamu dikasih makan apa sama kak jave?”

“jani kenapa kamu suka berdiri mendadak?”

“kamu sebenernya lucu memang, seperti apa ya.. ada kok aku pernah melihat boneka mirip kamu di jalanann..”

atau, “wah janiiiiiii, kamu muntah..”

jave sebenarnya ingin tertawa, namun yang terjadi hanyalah ia yang mengeluarkan lenguh berat dari detik ke detik. cekalan rain enak sekali.

“kamu sering pegangh ya rain?”

“hm?”

“baru belajar sekali kemarin kok udah jago.. ahh, pinter banget.”

“jani, kata majikan kamu aku pinter hihi..” rain malah mengajak bicara adiknya.

jave menyingkirkan anak rambut rain, menyuruhnya diam saja dan tak bersuara karena dirasa ia hendak keluar. yang tentu karena jave tidak ingin tertawa di detik-detik muntahnya jani sebentar lagi.

“kamu kenapa kok selalu lama sih kak? ini pegang jani-nya nggak pas kah?”

“mmh, bentar lagi.. sabarh.. agak cepetin dikit rainh.”

gadis itu menggaruk keningnya sebentar, tak menurut untuk mempercepat tempo dan memberanikan diri untuk memajukan kepala. persis ketika ia mengikis jarak, cekalan jave pada tangan rain yang bertumpu di paha itu mengencang. urat tangan lelaki itu keluar makin jelas.

“arhhhh rain kamu ngapainh....?” jave spontan berjengit kala lidah hangat itu tiba-tiba menyentuh ujung kepala miliknya.

“heh.. agak apa ya ini rasanya, asin.. apa, apa sih..” rain bermonolog seraya menyecap sedikit cairan yang keluar. tentu saja rasanya aneh dan asing karena ia belum pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya.

“udah.. udah jangan lagi. udah rainh.. ya ampun, goshhh..” jave reflek kelimpungan ketika hangatnya mulut rain menyelimuti seperempat miliknya.

satu hal yang jelas..

penuh,

dan mentok.

desahan berat jave terus menguar ketika pusakanya mulai dihisap perlahan. rain tentu tidak tau cara bermain yang benar, tapi begini saja sudah nikmat.

tangan kiri jave reflek menyingkirkan rambut rain yang berantakan, sedang tangan satunya mencekali kepala gadisnya. seakan memohon agar mau sedikit menggerakkan bibirnya maju atau mundur karena rasanya sebentar lagi ia akan benar-benar meledak.

“seksi banget rainh.. shith..” jave menggigit bibir bawahnya kuat saat lidah rain perlahan mengulum ujung miliknya dengan benar. lenguhannya makin berat dibarengi oleh rematan-rematan kecil pada rambut rain yang diyakini sudah sangat berantakan detik ini.

“ahh, kok kamu pinter sayangh..”

“keluarin rainh.. jangan dihisap udah jani-nya keluarin dulu..” jave menyuruh seraya membantu menarik pusakanya mundur, ia merasa tidak tega jika harus mengeluarkan cairannya dalam mulut rain.

“kak jave gak papa, kasih aku kamu jangan sungkan.” rain berusaha menahannya agar tetap mendekat.

“janganh.. kamu bantu kocok aja udah biar dia muntah di depan.”

rain menurut, kembali mencekali jani yang perlahan berkedut.

“ayo jani, semangat jani..” rain berujar kala tangannya yang kini digenggam oleh jave itu dibantu bergerak sesuai ritme.

“mau cium rainhh.” jave menyerah, ia benar-benar ingin meledak secara sempurna kali ini.

“yeah, oke.. oke cium.. kenapa tidak..” rain sedikit bangkit dari posisi berlututnya, kembali mendekatkan bibir ke arah jave. dan tepat ketika ia baru bangkit, jave langsung menyambar bibirnya rakus. tangan lelaki itu mencekali tengkuk rain sambil bibirnya terus menghisap, menyapu seluruh isinya dengan selingan geram berat karena jani yang masih dikocok di bawah sana.

“mmh,”

sinting. pikiran rain ikut kalang kabut saat ini, tentu ia sudah pernah mendengar jave melenguh berat. namun semakin lama ia semakin sadar bahwa suara jave benar-benar se-seksi itu, membuat rain makin gencar melancarkan aksi karena sudah tentu satu lenguhan berarti tanda ia sudah melakukan hal yang benar.

“ayo dong, semangat jani...”

“bentarh lagi keluarh, ahh rainh.. goshhhh.” jave mendongak ketika lidah rain mendarat di area jakunnya, mulai membantu dengan menghisap kuat-kuat agar jave bisa segera terpancing untuk mencapai ujungnya.

desahan jave yang sungguh berat itu makin mendominasi ketika akhirnya jani berhasil muntah.

sebentar..

“kakak sorry interupsi tapi itu jani bukan muntah.. itu, seperti apa ya.. kawah? eh.. apa tuh, ujungnya gunung yang nyembur.. wahh..” rain yang barusan menerima ambruknya kepala jave di atas pundak itu mencerocos panjang dengan tangan yang kini sudah mengelus rambut jave lembut. memujinya berulang kali dengan diselingi kecupan yang mendarat di pucuk kepala.

“thank you rain..”

“no need lah kak jave. i love to pleased you too.”

“really?”

rain menjauhkan kepala jave, mengangguk. “iya dong!!”

lelaki itu tersenyum, menyibak rambutnya sendiri ke belakang sebentar. tangan lelaki itu perlahan memegangi ujung celana rain, “should we, now?”

“eh..”

“kamu capek?”

“enggak, bukan itu, tapi, harus di tempat terbuka ini kah?”

“kamu malu?”

“aku takut tiba-tiba ada orang masuk..”

“gak bakal ada kok. atau mau pindah?”

rain menggigit bibir, “ya udah disini aja gak papa, agak liar ya, tapi ya udah gak papa.”

jave terkekeh, tatapannya mengilat beberapa saat ketika rain meloloskan celananya ke bawah secara mandiri.

“dalemannya?” jave malah ceplas-ceplos.

“kamu gak mau ngelepasin?” rain menantang pula.

laki-laki itu menarik napas agar sedikit netral. ia digoda oleh perempuannya sendiri, maka jenis pria mana yang tidak segera siap armada tempur 100 pasukan?

“okay let's have bunch of baby rain. aku mau selusin juga siap.”

“wah wah.. wah....” rain melotot, “itu serem.” ujarnya kemudian sebelum jave mulai menyeringai dan mode menggempurnya aktif sempurna.

“main hari ini aku agak kasar dikit ya sayang..” jave berujar, menurunkan dalaman rain lepas ke bawah. perlahan ia menarik pinggang perempuannya agar duduk di atas pangkuannya berhadapan.

“ahhh..” rain spontan berjengit geli ketika bawahan mereka yang tak terlapisi apapun menempel rapat satu sama lain.

“i'll make you scream out like crazy baby.” jave berbisik, suaranya hilang serak termakan nafsu. “no more soft moans i guess?”

“mmh, okayh.. tapi jangan gerak-gerakinh pinggulku dulu, ahhh ah kak..”

“say hi to jani again, eh wait, kenapa punyamu gak dikasih nama jugaaa?”

“ahh ya ampun teganya ngajakinh ngomong terus ahh kak jave pelan aja geli bangeth hmmh..” rain makin kelabakan karena dua tangan jave mulai bekerja menggerakkan pelan pinggulnya agar kedua alat sensitif itu bergesekan makin kuat di bawah sana. iya, masih bergesekan, belum masuk.

“dia lucu sih, chubby gitu gemes.. kalo aku kasih nama rainbee gimana?”

“kakak ahhh itu, itu namanya kue!!!!”

“hahahaha enak rain?”

“heemh..”

“jani pinter mainnya?”

“yeah.. dia keren, cumlaude kayaknya? hnggh kak jave itu kalo begitu aja aku udah mau keluarh namanya lemah kah?” rain bercekalan kuat pada pundak jave, sesekali menenggelamkan kepalanya di dada karena merasa nikmat setengah mati.

“indeed, you're cute yet so hot rainh.” jave seketika ikut melenguh ketika gadis itu mendadak menekan kuat miliknya di bawah sana. tampak mengencangkan otot dan membantu aktif bermain.

“kakak maaf aku berisikh tapi itu kenapa kepalanya jani ahhhhh sabarrrrrr jangan gitu..” rain menggelinjang ketika tangan jave masuk ke dalam baju dan meremas payudaranya lagi. kali ini benar-benar meraupnya penuh nafsu sambil perlahan menarik lepas kaos yang menghalangi.

perlahan pemandangan favoritnya terpampang lagi. seperti de javu, malam pertama kemarin posisi mereka juga seperti ini. bedanya sekarang jave sudah upgrade skill dan bisa melepas kaitan bra rain dalam 5 detik.

angin berhembus, membuat merinding kulit. namun apa kekuatan angin ketika dua manusia ini kini mungkin sudah berhasil kepanasan oleh tingkahnya sendiri?

jave menggigit bawah bibirnya kuat, perlahan membalik posisi agar rain menungging bercekalan pada kursi.

“mmh sabar kak jave sabarhh.. ahh..” tangan rain reflek mencekali kuat bantalan kursi ketika merasa lidah jave mendarat di bagian sensitif bawahnya tanpa ijin lagi.

bunyi kecupan dan hisapan terus bersahut-sahutan tiada henti, jave tampak menikmati daging basah tersebut karena sekarang tangannya bahkan sudah mencekali erat pinggul rain yang benar-benar menunjukkan tanda ingin kabur.

tentu saja mangsanya tidak boleh lari sekarang, ia sudah sangat lapar.

“ahhhh kak jave hmmhh udah, udah udah, jangan disedot mulu ahhhhhh..

sinting sekali, jave benar mengubek tanpa ampun. menyedot semua cairan yang keluar di ledakan rain yang kedua tanpa pikir panjang. lelaki itu benar menepati omongannya untuk bermain cukup kasar kali ini.

“kamu seksi banget.” jave berbisik ketika posisinya sudah ikut menempel di punggung rain yang masih menungging. menyibak rambutnya yang menghalangi pandangan, lantas menjatuhkan banyak kecupan di pipi dan telinga rain.

“capek.. lemes banget..”

“hm? udah capek?”

rain hampir mengangguk jujur, namun ketika merasa jave menggesekkan jani pada bagian bawahnya yang masih berkedut itu rain hanya mampu memejam mata dan melenguh.

“geli kakkkk..”

“jani kangen kamu..”

“jangan sok imut. ahhh ahh jangan dite.. uhh ampun kak jave iya aku salahhhhh aku minta maaafffff..” rain tak dapat melanjutkan omongannya dan bablas melantur. gadis itu meremat punggung tangan jave yang mengungkung di sisi kanan kirinya ketika perlahan kepala pusaka jave itu mendorong masuk tanpa banyak basa-basi.

“ahh sayangh..”

“diem kak jave jangan desah di deket telinga..”

jave kalang kabut, spontan melumat telinga rain rakus diselingi desahan berat yang tertahan.

“kak javee..” rain berjengit protes, tindakan jave barusan berefek besar sekali pada kesehatan mentalnya yang sudah setipis tisu.

“hmmh..” lelaki itu masih melumat telinga seraya terus mendesah dalam gumam serak. jani yang besarnya diluar akal itu terus mendorong hingga akhirnya berhasil masuk semua.

“arhh..” jave benar mendesah berat di samping telinga rain. kali ini lelaki itu bahkan sudah menarik dagu rain agar bisa menjatuhkan ciuman di bibir perempuannya yang terbuka akibat merintih menahan nikmat.

“mmh..”

“feel great?” jave bertanya ketika kecupannya sudah mendarat berulang kali.

“yeah.. ahh, kak..” rain terus mendesah kala jave mulai menggerakkan jani secara teratur di bawah sana.

lelaki itu menciumi pundak, leher, dan apa saja yang terlihat bisa digapai depan mata. tusukannya yang pelan tadi mendadak mulai menghentak, menyodok titik terdalam milik rain hingga perempuan itu reflek berteriak. satu kali, dua kali, jave terus menusuknya tanpa ampun.

“ahh ahh, kak jave sabarhh kak aku engga kabur jangan kenceng-kencengggg, hnghhh..”

“sorry sayang, nanti kamu boleh marah ke aku.” jave tak menurut dan tetap menghunjam titik-titik terenak dengan hentakan kuat.

desahan keduanya mendominasi bangunan, kencang dan seksi sekali. tak ada yang menahan suara karena hari ini adalah harinya mereka.

“mau pipis kak..”

“okay..” jave mengangguk, menciumi telinga rain sambil tangan kanannya bergerak meremas payudara yang menggantung di bawah tersebut. menghentak kuat dengan ritme cepat agar rain bisa meledak lagi.

“enak?”

“aku lemes banget kamu kenapa masih kuat..”

jave tertawa sebentar, reflek mencabut miliknya dan menggeret rain agar tidur telentang di atas kursi normal supaya bisa bermain maksimal.

“ahh kak jave geli banget jangan dimain-main gitu.” gadis itu spontan menutup jalan masuk agar jave tak iseng menggesek kepala jani pada klitnya yang sudah merah membengkak.

“hahaha, minggir tangannya..” jave menarik pelan jemari rain dan lekas menciuminya, perlahan kembali memasukkan jani hingga lolos masuk dengan mudah karena lubangnya sudah licin maksimal.

“mmmmh..”

“seksi banget.”

“diammm kak, ahhh..”

jave mengungkung sempurna tubuh rain dari atas, memeluknya rapat selagi mulai menggenjot kuat jani di bawah sana.

rain gelisah sekali, jave benar-benar tampak bernafsu dan ingin bermain lama. tidak tampak tanda-tanda ingin mengendorkan permainan seperti hari pertama kemarin.

“arhh rainy..”

“hmh?”

“anak kita kalo cowok nanti namanya siapaaa?”

*“arabella cantik. biar bisa, ahhh kak ahh iya salahhhhhh, iya itu kamu nanya cowok jangan marah..”

jave tertawa tanpa suara, fokus menusuk kencang sambil sesekali melumat bibir dan payudara rain. terus memberikan kenikmatan karena rain adalah prioritasnya.

“jevano gantengh gakh...”

“of course!!!!”

“iya, okayh.. memang ganteng..” rain masih memejam dengan tangan mengalung di leher, sedang jave sibuk mempercepat gerakan dengan posisi memeluk yang sama.

“so jevano and arabella right???”

“mhhhhh berisikh ahhh kak mau keluarhh..”

“bareng babe, tunggu aku.”

“kamu lamaaaaaaaaa..”

“no, sebentar lagi..”

rain menekan cairannya kuat-kuat sambil menciumi bibir jave yang terbuka di atasnya. wajah lelaki itu merah dan makin memerah kala hendak mencapai puncaknya.

desahan keduanya membaur dalam lumatan bibir hingga akhirnya jave menghentak pinggulnya keras untuk meledakkan cairan di dalam rahim dibarengi oleh rain yang menyusul beberapa detik kemudian.

“i love you, thanky..”

rain tak membiarkan jave meneruskan ucapannya dan kembali melumat bibir lelaki itu halus, tak tergesah.

“kan, udah dibilang.. gak usah makasih...” ujarnya tersengal.

“still..”

“love you too.”

jave tersenyum, mencium pelipis rain dan keningnya lama sekali. “grateful that i have you as my wife rain.”

“hm..”

“omong-omong udah pipis berapa kali tadi?”

“kak javeeeeee jangan gituu..”

“HAHAHAHA” jave tertawa, menenggelamkan kepala di ceruk leher rain sambil memejamkan kedua matanya mencari kenyamanan.