“rain!” suara panggilan pelan itu menyentuh batas pendengarannya, membuat langkah rain yang tadi sedang asik menuruni loteng itu seketika terhenti.

“ya, kak jesz?” tanggapnya, menoleh.

“mau gue temenin gak? sekalian sih, gue mau ke parkiran.”

“oooooh, oke. oke boleh. jalan aja.” rain membalas, lalu lanjut melangkahkan kakinya turun menuju koridor paling bawah.

sebenarnya ia memang benar-benar bingung, orang siapa yang repot mencarinya sore-sore begini?

“mobil gue disana. mana orang yang nyari lo?”

“gak tau, katanya di koridor bawah kan tadi?”

jesze berdecak, “jangan-jangan orang iseng pengen ganggu doang?”

“gak tau, mungkin iya.” ucapnya setelah selesai memastikan bahwa koridor ini memang kosong. “lo ke parkiran aja kak, gue tunggu disini.”

“gak nemenin gue?”

“panas.” rain membalas, beralasan.

“lah kalo panas kenapa lo jaketan?”

sial. iya juga.

masalahnya jaket chandra ini benar-benar memiliki kain super dingin dan bau wangi yang enak sekali dihirup indra penciuman.

“itu bukan jaket lo kan? kebesaran. jaket karel?”

“bukan. ini punya kakak gue.”

“oh..” jesze ber-oh sebentar, lalu ketika tangan lelaki itu hendak menyentuh jaket yang rain kenakan, bayangan besar yang tadinya tidak terlihat itu mulai mendekat.

“rain.” suara lain yang sangat rain hapal siapa pemiliknya itu mendarat mulus tepat di telinga. membuat gadis itu menegang sepersekian detik, lalu membalik badannya cepat.

tidak. ini adalah hal teraneh setelah ia berpacaran dengan jave. 6 tim basket senior di SMA-nya dulu itu sudah berdiri dengan setelan serba hitam, tepat di hadapan tubuhnya.

sudah seperti adegan di film-film saja. bedanya, yang ini adalah kejadian nyata.

rain masih membuka bibir akibat terkejut ketika kalandra akhirnya mulai memecah hening, “ke mobil aja mending, ini kayak kita jadi om-om lagi ngelabrak bocah.”

gibran reflek tertawa, “asli. mana gue baru sadar lo semua pake item-item kek pengabdi roh halus.”

“lo tuh roh halus.” juna yang mulutnya biasa diam itu mulai sedikit nyolot, kepanasan.

rain mengerjap, makin bingung. “ini, kenapa? maksudnya, ada keperluan penting kah? maksudnya lagi, ini real apa ini halu?”

“real rain.” jave menjawab gemas, mengulur tangan untuk meraih lengan rain itu mendekat. wajahnya sudah mengerut lucu dengan mata yang sedikit memicing memperhatikan jesze dari ujung kepala hingga kaki.

jesze sendiri juga bingung, ingin menarik rain kembali ke dekatnya karena mengira 6 orang ini asing ketika jave akhirnya membuka suara, membungkam keadaan. “gak papa, ini saya cowoknya.”

rain melotot, kaget. “heei. astaga..”

“emang kan? masa bukan?”

rendy berdecak, “pindah mobil aja pindah mobil. karel telpon gue katanya temen-temen dia mau turun. males kan lo diliatin orang? gue sih males.”

rain setuju, reflek saja berpamitan cepat pada jesze dan menarik tangan jave untuk mendekati mobil kalandra yang terparkir di sudut jalan. tak jauh dari gedung fakultas.


setengah jam sebelum rapat rain dimulai. gadis itu sudah menyetel timer agar tidak terlambat masuk di ruang pertemuan.

teman-teman jave juga kini sudah semuanya berpindah tempat, menginjak kantin kampus dengan alasan ingin mencari minum. padahal jave dan rain tau bahwa mereka pergi agar tidak mengganggu obrolan keduanya.

“jadi, ini apa? maksudku, kenapa gak bilang? gak gitunya juga sih aku seneng kamu kesini tapi aku kaget. terus ini juga aku gak bisa temenin lama-lama karena aku mau ada rapat. seriusan.”

jave tidak bersuara, matanya masih memicing dari tadi. mengawasi jaket rain yang asing sekali di matanya itu dengan tatapan heran. “itu jaketnya kebesaran banget di kamu, jaket orang tadi kah?”

rain menghela napas, “bukan kak jave. ini jaket..”

“kayaknya emang dingin sih, wangi juga.” jave menyentuh jaket tersebut, mengendus sedikit.

“ini jaketnya..”

“jesze?”

rain mengerut kening. menarik tangannya mundur. “dengerin dulu aku ngomongnya lah kak jave!!!!!!” serunya gemas.

jave menunduk. “oke. oke aku dengerin kamu. jaket siapa?”

“kakak yang kemaren kamu tanyain di instagram.”

“yang mana?”

“yang chandra.”

“huh.” jave makin merengut saja.

rain menggelengkan kepala, tidak habis pikir. “jadi kenapa kamu mendadak kesini? kamu mau balik kapan? maaf ini introgasi cepat-cepat karna aku dikejar waktu. aku mau siapin.. heeeei ini di kampus, ya ampun kakak.” gadis itu kelabakan, pelukan jave datang secara tiba-tiba. kencang sekali, membuat paru-parunya sempat sesak sepersekian detik.

“kangen rain.”

“ya oke, tapi kamu ini mau bunuh aku kah?”

“kangen banget.”

rain mendengus, berusaha mencari celah agar hidungnya bisa menarik oksigen.

“temen cowokmu disini cakep-cakep.”

“kenapa memang?”

“kamu gak naksir?”

“kamu mau aku naksir mereka kah?”

jave menggeleng. gelengan itu cukup terasa di pucuk kepala rain karena jave memang meletakkan dagunya disana.

“jangan.. jangan naksir.”

“ya memang aku gak naksir. ini kamu kenapa? kamu kesel sama kakak tadi kah? itu cuma temen organisasi aja. serius.”

“dia pernah deketin kamu, kata karel.”

“itu udah jaman maba. dia emang deketin banyak cewek kak jave.”

“tingginya hampir sama kayak aku.”

“teruss????” rain frustasi akibat kebingungan.

“kamu kalo liat dia gak pernah kepikiran aku?”

“Tuhan.. tolong.......” rain menenggelamkan wajah juga pada akhirnya akibat kesal. “kamu sama kakak tadi apa miripnya sampe aku kalo liat dia bisa kepikiran kamu? astaga kak jave.. kamu cemburu kah?”

“heem.” angguknya, mengaku.

“demi.... gak ada. aku gak ngapa-ngapain. serius. dua rius. sangat-sangat serius.”

Drrt Drrt

saku celana rain bergetar pelan. alarmnya berbunyi, 10 menit lagi rapat akan segera dimulai.

“kak, aku tau kamu jauh-jauh kesini. tapi rapatku sudah mau mulai. aku harus ada disana buat nyiapin materinya.”

jave melepas pelukan dengan enggan. “cepet banget?”

“ya memang jadwalnya begini. makanya kalo mau nyamperin aku bilang dulu. lagian kan kamu tau jadwal rapatku selalu sore.”

“keburu kangen. mumpung aku kosong.”

rain berdecak sok kesal. “nih. kamu sama yang lain ke rumahku aja. camilannya banyak kemaren habis distok sama kokoku. seriusan, banyak banget. makan aja. TAPI JANGAN SENTUH SUSU SAMA ROTIKU. kasih tau kakak yang lain, nanti kalo mereka sentuh, kamu pukul. oke?”

jave bergerak maju, “sungkan masuk tanpa ada pemiliknya rain.”

“gak papa. ada kamu.”

“aku emang apanya kamu sih?” tanyanya, sok memastikan.

“kamu kan orang tuaku. iya kan?”

jave tertawa, tawa pertama yang lepas setelah tadi ia sempat tersulut cemburu yang tidak jelas.

“nanti kalo rapatmu selesai, call aku. aku yang bakalan jemput.”

“siap.”

“pinter.” tepuknya pelan di pucuk kepala.

“omong-omong kak jave.” rain mencekal pergelangan tangan lelaki itu.

“ya?”

“itu di ruang tengah kayaknya ada barang sesuatu yang kayak privasi, boleh tolong ringkes dulu sebelum yang lain masuk?” bisiknya ketika jave mendekatkan telinga di dekat bibirnya.

laki-laki itu mengerut kening. “barang privasi?”

“iya. jangan banyak tanya. aku gak akan menjawab.”

“yaa, okeeee...”

rain langsung melangkah mundur, waktu rapat tinggal sedikit lagi. gadis itu lantas melambaikan tangan dengan raut yang jauh lebih segar dari pada sebelumnya. “ketemu nanti lagi ya kak, nanti aku kira-kira selesai jam 7. jangan telat kalo jemput aku atau aku bom call hpmu!!!!!!!!!”

jave mengacung jempol. “gak akan telat meski satu detik.”

“wuih.. keren!!” pujinya masih terus melangkah mundur.

“iya dong, tapi hati-hati itu jalannya diliat. rain astaga, puter badannya, liat jalan!!!”

“hahahahahaha.”

“kenapa ketawa?”

rain tidak menjawab lagi, gantinya ia menggoyang ponsel di udara. “aku chat!”

“oke..”

“hati-hati ke rumahku! salam buat yang lain dulu maaf gak bisa menyapa.”

jave mengangguk, membuat tanda oke dengan gestur tangan lengkap beserta senyumnya yang terus menguar lepas. lalu ketika melihat rain sudah hilang dari pandangan mata, ia segera membuka hp untuk memanggil teman-temannya agar kembali.

satu notif chat masuk segera ketika ia menyalakan layar ponselnya

Rain <3 3 notification.

Thankyou. I love you, kak jave. See all messages

jave hampir meninju mobil saking banyaknya kupu-kupu yang terbang di perutnya. tidak jadi memukul karena temannya sudah keburu mendekat.

“udah? enak cinta-cintaannya?” rendy berucap, menggoda.

telinga jave langsung memerah.