RAYEN-RAYA (PART 1.)
lowercase.
semuanya dimulai ketika raya baru pulang dari kerja pukul 9 malam tadi. rayen yang kebetulan sedang mampir itu uring-uringan setengah mati sebab mengaku bahwa raya akhir-akhir ini kerap tidak punya waktu untuknya.
ya, perlu diakui bahwa raya dan rayen memang sudah cukup lama tidak bertemu. bahkan untuk sekedar bertegur sapa di telepon saja sudah sangat jarang. biasanya mereka berdua sama-sama tidak keberatan akan kesibukan satu sama lain, namun malam ini berbeda. raya sendiri sempat terkejut melihat rayen bisa sedikit manja seperti itu.
“omg rayh.. stop it.” raya kelimpungan setengah mati kala pundaknya didorong mentok hingga menempel mulus pada cermin kamar mandi, samping wastafel. bibir lelaki itu bahkan mulai menjajah kian jauh isi bibir raya yang seperempat terbuka tanpa mau membuang waktu lagi.
“rayennnnn, aku mau mandi dulu.” raya memalingkan wajah, menolak membalas permainan kasar rayen yang selalu datang jika memang sedang emosi tersebut. gadis itu lantas mendorong pelan bahu kekasihnya yang masih mengenakan jas lengkap kas pulang kantor itu agar menjauh sedikit darinya.
rayen mengalah, menarik napas dan memutuskan untuk mundur selangkah. membiarkan raya menatapnya sebentar dengan raut tidak habis pikir seraya mulai lanjut berjalan masuk ke bilik kaca untuk mandi terlebih dahulu.
“sorry mendadak uring-uringan ra. aku lagi capek banget seminggu ini dan aku gak denger kabar dari kamu dari kemaren.” lelaki itu menjelaskan dengan lebih baik ketika napasnya sudah kembali teratur. memilih untuk menyenderkan punggung di sebelah wastafel marmer sambil meraih pemantik api dari saku celana, ingin merokok.
raya berdecak, “ray..”
“hm?”
gadis itu mengurut kening. ia sudah tentu sering melihat rayen merokok ketika sedang lelah, tapi tidak dalam toilet juga. apa lagi didepannya yang sedang mau mandi pukul 11 begini. gadis itu lantas membuka pintu kaca sebentar dan melangkahkan kakinya keluar lagi.
raya menatap rayen cukup lama hingga menyadari adanya kantong mata disana. lelaki itu benar terlihat banyak masalah, membuat raya merasa bersalah sebab tidak ada disana ketika sedang dibutuhkan.
*“jangan ngerokok. aku gak seneng kalo nanti kamu cium-cium aku terus kerasa tembakau gak jelas gitu.” raya menggenggam jemari rayen halus dan menarik rokok mahal yang sudah terpasang di bibir itu, lalu meletakkannya di atas meja wastafel. “ketimbang sedot rokok, kenapa kamu gak mandi aja? nanti kalo udah seger capeknya juga pasti hilang sebagian.” raya melanjutkan, melepas pelan jas hitam yang menyampir pada tubuh tegap itu, lalu menjatuhkannya pada keranjang baju kotor.
“emangnya kamu gak marah aku tiba-tiba dateng ngomel-ngomel sambil cium kamu kayak tadi?”
“hm, gak sih. soalnya masuk akal kalo kamu marah karena aku gak ada kabar. apa lagi kamu bilang kamu capek, pasti butuh temen kan? ya, menurutku lebih aneh lagi kalo kamu gak marah sih hahahahaha.” raya berujar seraya memberanikan diri melucuti dasi hitam yang masih terpasang rapi pada kemeja rayen. membuat lelaki itu menunduk sebentar dan reflek mencekal pergelangan tangan raya, lantas menatap lurus bola mata gadisnya yang kini juga tengah memandangnya fokus. “gak ilfeel karena mendadak aku keluarin sisi manja kayak gini?” rayen masih mengejar jawaban.
“hmmmm..” raya sok berpikir, menggoda saja lebih tepatnya. namun ketika menyadari jika rayen memang masuk dalam jenis manusia yang agak susah diajak bersantai, beberapa detik kemudian ia lanjut tersenyum. menggeleng. “ilfeel kenapa? aneh banget pikirannya.”
“biasanya aku keliatan kayak cowok bisa diandelin. siapa tau kalo manja tiba-tiba kamu ngerasa aneh gitu.”
“gak lah rayennnnnnn.” raya gemas. memang benar malam ini lelaki itu cukup cerewet. cerewet sekali malah, namun apa salahnya? memang rayen terlahir sebagai robot yang disetting tidak punya perasaan? “kalo cuma ada kita, kamu gak perlu terus-terusan jadi cowok yang keras dan terlalu mandiri gitu lah ray. boleh kok manja-manja, mau minta dipuk-puk juga boleh. nangis kalo sedih terus minta peluk juga gak ada salahnya. kalo gitu terus-terusan ya jelas aja kamu capek dong. cerewet di depanku boleh banget, gak aku larang.”
rayen tertegun. lelaki itu terus menghunjam fokus pada mata dan bibir raya bergantian. “glad that i have you as my girlfriend ra..” ujarnya, menarik pinggang raya mendekat.
“kamu mau lanjut cium aku sekarang?” raya menembak tepat sasaran. dan sebelum rayen benar-benar melancarkan aksinya yang tentu saja akan berlanjut panjang tersebut, raya segera menahan bahu rayen agar tidak maju dadakan. “lepas dulu bajunya. ciumnya nanti, habis mandi.”
lelaki itu mendenguskan tawa, lalu menarik lepas dasi dan kancing kemejanya satu persatu. pro, tentu saja. hanya dengan satu tangan kemeja tersebut akhirnya jatuh ke keranjang kotor juga. raya sampai melongo dan menahan napas sebab rayen melepas pakaian dengan mata terus menatap intens ke arahnya.
karena merasa gerah bukan main, gadis itu akhirnya memutus kontak mata dan berjalan mendahului ke bilik kaca. berdiri di bawah shower sambil menarik lepas bajunya sendiri. dan gerakan raya tau-tau saja terhenti ketika tangan hangat rayen mendarat di tubuhnya. membantu melepas satu persatu kain penutup tubuh dan melemparnya keluar. rayen menyempatkan diri mencium pundak raya sekali sebelum menarik bra putih yang melekat itu dari badan pemiliknya.
tanpa banyak bicara lagi rayen segera menyalakan shower dan mengatur airnya menjadi hangat. membiarkan percikan air menjadi suara satu-satunya yang menghiasi indra pendengaran. mata lelaki itu terus memandangi raya yang kini sudah fokus untuk mandi tanpa berpikir adegan lain-lain lagi. atau mungkin sebenarnya gadis itu sudah berpikir, namun terlalu malu untuk memulai terlebih dulu.
rayen berdeham, menjilat bagian bawah bibirnya yang mendadak kering tersebut sambil menyapukan pandang sekali lagi pada tubuh bagian belakang milik raya. rambutnya panjang lurus dan dicat dengan warna cokelat tua. moles cantik menghiasi pundak kanan raya yang kini sudah terpampang polos, membuat rayen tanpa basa-basi lagi mulai memberikan kecupan masal. merasakan sensasi demi sensasi yang sudah lama tidak ia dapatkan sebab jarang bertemu. kecupan rayen jatuh cukup lama sebelum akhirnya berpindah menuju cuping dan leher raya yang sangat menggoda hasrat. aroma sabun yang baru saja digosokkan disana melekat sempurna, membuat akal sehat rayen terkikis sempurna.
“rayh.. goshh..” raya menelengkan leher, kecupan-kecupan itu mendarat bersamaan dengan aliran air yang terus turun dari shower malam ini. pelukan rayen pada perut yang sesekali naik meremas payudaranya juga membuat pikiran raya kalang kabut. kadang ia berdecak, ingin protes, namun dalam hati memang benar ia rindu akan segala sentuhan lelaki itu.
maka dengan perlahan ia membalik badan, memberanikan diri menatap kekasihnya itu cukup lama sebelum berkata.
“wanna play under the shower tonight?”
lelaki itu membasahi bibirnya sebentar sekali lagi. nafsunya yang tadi sudah ia kontrol mati-matian mendadak runtuh dan hancur berantakan. “haha. sure, i'll love and enjoy the game anyway.”
dan bersamaan dengan jawaban itu rayen segera mengunci pinggang raya kuat dalam pelukannya. mulai menyatukan bibir tanpa banyak bicara lagi sebab sudah terlalu ingin, terlampau tidak tahan. suara decakan basah yang menguar akibat ciuman yang berlangsung dengan penuh hasrat itu menguar dalam bilik kaca. membuat keduanya makin terangsang dan makin ingin menyentuh satu sama lain di tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh tangan.
“awh ray aku ketelen air mentahhhh.” raya sambat ketika rayen akhirnya melepas ciuman. tangan gadis itu dengan perlahan mematikan air, lalu lanjut mengalung pada leher rayen untuk menyambung ciuman yang terputus tersebut.
“i miss you ra.” rayen berujar, kali ini membiarkan raya menghunjam bibirnya terlebih dulu. menjilat permukaan bibir rayen secara kasar dan mengeksplor bagian dalamnya secara intens. raya seperti sedang kerasukan hawa nafsu di level tertinggi. atau sebenarnya ciuman itu merupakan balasan tanpa suara mengenai ucapan rindu yang menguar beberapa saat lalu.
rayen tersenyum di tengah ciumannya, merasakan napas raya yang mulai tersengal padahal belum memulai apa-apa. lelaki itu lantas mendorong tubuh raya hingga menempel di dinding kaca. menaikkan alisnya sebentar ketika bertatap mata, “kali ini kamu loh yang minta ke aku ra.” kekehnya sebentar sebelum menahan tangan raya dan mulai menjatuhkan bibir pada payudara gadisnya yang ujungnya sudah menegang. separuh karena sudah terangsang, separuh lagi karena kedinginan. luar biasa sekali.
“itu gak mintaa AHH biasaan banget gigitnya anjir rayen bodoh males banget kamu kira itu mainan apaan sih hah?” raya melancarkan protes keras sebab gigitan rayen selalu diluar kendali. belum lagi sedotan demi sedotan yang dilancarkan membuat raya tak kuasa menahan suara, gadis itu sampai menjambak kencang rambut rayen saking ngilunya. tentu saja setelah ia tarik paksa kedua tangannya dari genggaman erat rayen tadi.
“enak ra?”
“enakkkkkkk????????? punyamu coba sini aku gigit sampe begitu?”
lelaki itu terkekeh, mulai berjongkok ketika puas melihat banyaknya titik merah yang menempel pada dada dan pundak raya malam ini. “katanya gak enak tapi ini basah banget kenapa ra?”
sial.
“bisa diem aja gak sih?”
“tadi katanya boleh cerewet?”
“YA TAPI.. RAYHHHH!!!!!! SINTING YA? KASIH ABA-ABA LAH.”
rayen mendongak, menatap ekspresi raya yang sudah tidak bisa ia jabarkan lagi sebab tentu saja terlihat sangat seksi. hanya karena jemari yang baru datang menggelitik saja gadisnya sudah terlihat begitu, bagaimana nantinya ketika sudah bermain sungguhan?
“langsung aja rayh besok aku ada presentasi pagi. udah gak nahan juga.”
lelaki itu terkejut, “tumben?”
“ayo main cepet. atau kamu mau punyamu aku mainin dulu? mmh.. rayhhh stooooph.” raya mengerang ketika kakinya mendadak dilebarkan dan lidah rayen menjilat bagian depan kewanitaannya yang sudah basah.
raya menyerah, lidah rayen selalu bisa membuatnya terbang jauh dan lupa pulang. desahan dan lenguhan raya terus menguar tanpa henti, membuat rayen makin bersemangat menusukkan jemari dan menjilat hidangan utamanya itu sambil sesekali tersenyum puas. pinggul raya kini bergerak kecil, mengikuti tempo permainan rayen di bawah sana.
“rayen, ayo dong..” raya frustasi.
“ayo apa?” godanya.
“masukin aja, boleh. please. hajar aja yang kasar kalo kamu mau.”
rayen mengelap bibirnya dengan ibu jari, menjilat jari tengah dan telunjuknya yang juga basah sebab cairan raya terus menerus keluar tiada henti. pelumasnya sudah ready.
lelaki itu lantas menurut, bangkit berdiri. ia mencium kening gadisnya sekali sebelum kemudian membalik tubuh raya agar membelakanginya. menggesekkan miliknya lama pada milik raya yang sudah merah karena sejak tadi dimainkan, lalu dengan perlahan menusuknya masuk.
keduanya mendesah berat, milik raya semakin sempit sejak terakhir kali mereka bermain. pusaka rayen berasa dihimpit dan dipijat-pijat, sedangkan raya sendiri sudah berteriak takut miliknya terbagi dua.
“rayhhhh ahh shith kamu minum obat pembesar ya?”
rayen memejamkan mata, wajahnya merah padam sebab miliknya sudah tertelan sempurna. “kenapa?”
“punyaku kebe.. ahh ahh rayh, gooshh.” raya tidak mampu menyelesaikan kalimatnya sebab hajaran rayen mulai datang. lelaki itu menghentaknya dengan tempo sedang sebagai pembukaan. namun lama-lama gaya rayen berubah, dan inilah yang disuka raya dengan permainan yang dipimpin oleh rayen.
entah, lelaki itu selalu tau titik terlemah di tubuh raya dan selalu mampu membuat kaki raya melemas totalitas. hentakannya kuat, menusuk dalam tempo lambat. rayen tipe lelaki yang bisa membedakan mana harder dan mana faster yang dipinta oleh raya.
desahan keduanya mendominasi toilet. kadang dibarengi pula oleh suara kaca yang tertabrak dada raya. gila sudah malam mereka berdua hari ini. tangan rayen bahkan sudah tidak diam saja kali ini, ia memeluk raya dari belakang dengan jari telunjuk kanan fokus memainkan klit.
“gak puas-puas udah nusuk dari belakang masih bisa main ke depan tangannya rayh?”
rayen terkekeh berat, tidak menanggapi. lelaki itu konsen untuk memberikan yang terbaik pada lawan mainnya.
“enak ra?”
“heemh.”
rayen mengangguk, menciumi leher raya sekali lagi secara brutal ketika merasa dinding raya berkedut kuat di bawah sana. gadisnya sudah hendak mencapai ujung.
“bareng ra. tunggu aku.”
“gak nahan ray, itu nusuknya kecepetan gimana aku bisa nahan.” raya frustasi, berpegangan kuat pada dinding kaca sambil memejamkan mata erat-erat. berusaha menahan cairan.
“lagi subur?”
“gak, sembur di dalem gak papa.”
rayen memperkuat hentakannya di bawah, menimbulkan perpaduan bunyi yang begitu sempurna enak di dengar telinga. tangannya bergerak meremas payudara raya dengan kencang ketika akhirnya cairan mereka meledak hampir bersamaan di bawah sana.
“demi presentasimu aku keluar cepet malem ini.” rayen berujar, mengecup pelipis raya yang sudah berkeringat itu cukup lama.
“iya, kalo mau lama jum'at aja.”
“kenapa jum'at?”
“aku libur ih rayen.” raya masih lemas untuk berdebat.
“hahahaha. ya udah, mandi dulu sini. ayo aku beresin yang di bawah sana.” rayen menarik raya agar menghadap ke arahnya kembali. menyalakan air hangat guna membersihkan badan dengan benar.
“cuma kamu cowok yang abis main mau bantu aku beres-beres. tau aja kalo lengket gak main.”
rayen terkekeh, mengangguk. “anything for you ra.” ujarnya, lantas memencet tempat sabun otomatis yang menempel di dinding. “ayo sini, mau disabun yang mana dulu?”