so, this is what dating feels like?
lowercase!
amelia duduk dengan dua kaki mengayun gelisah. di sekitarnya ada banyak sekali manusia berkeliaran dan berlalu-lalang yang beberapanya sibuk memotret taman, —atau apapun yang dapat dipotret. kebanyakan sih, turis. entahlah, yang jelas dan pasti adalah pikiran amelia 50 persen melayang. ia sedang bimbang setengah mati.
markiel berdeham, memancing fokus amelia agar bergerak ke arahnya saja. sudah tentu markiel paham bahwa jiwa gadisnya tengah berkeliaran saat ini. terbukti dari pandangan kosongnya yang terus menguar padahal sudah beberapa kali markiel ajak mengobrol.
telapak tangan lelaki itu lantas terbuka tepat di hadapan amelia, hendak mengajak gadis itu berjalan-jalan saja agar tidak keterusan melamun.
“aku males jalan tau..” balasnya mengomel setelah mengerjap kaget. namun asiknya, tangan amelia tetap menyambut milik markiel dan menyetujui ajakan lelaki itu untuk berpindah tempat.
“habisnya kamu asik melamun sendiri sih? saya tidak diajak ngobrol padahal tadi kamu yang minta serius.”
amelia menggaruk keningnya, kali ini karena gatal betulan. “uhm.. apa ya, aku lagi mikir kiel.”
“ada apa sih memangnya? apa yang ganggu pikiran kamu mel?” markiel menghentikan langkah, menghadapkan tubuhnya sempurna ke arah amelia sambil sesekali menarik langkah mundur menjauhi kerumunan orang yang tengah melintas di jalan setapak.
“kamu mau punya anak cepet-cepet markiel?”
“bagaimana?”
“ya, ayo kita coba. sekarang atau nanti juga sama aja kan? cuma persoalan waktu kiel..”
“maksudnya mel?” markiel mendadak bodoh. sebab perkataan amelia barusan sangat tidak masuk akal di telinganya.
“besok kita flight agak malem kan? ya ayo coba, hari ini..”
“sorry?” markiel sampai mendekatkan kepala saking tidak percaya akan pendengarannya sendiri.
amelia meringis. markiel mode lemot sangat menyusahkan rupanya.
“tau ah.” hanya ucapan itu yang keluar dari bibir amelia sebagai balasan.
gantinya, markiel menggoyang telapak tangan amel yang berada dalam genggaman. “babe..”
“uhm?”
markiel tampak berpikir cukup lama sebelum akhirnya pita suara lelaki itu kembali ia getarkan. “hidup ini kamu yang menjalani mel. jadi jangan dengarkan apa yang keluarga kamu tuntut ya? jadi egois sesekali gak papa. seperti yang dulu kamu bilang, mereka bisanya hanya memberi perintah dan mengajak saingan. padahal semuanya kembali ke individu masing-masing. hidupmu ya hidupmu. hidupmu bukan milik mereka. dan yang pasti, hidup bukan pekara saling balap untuk sampai tujuan. toh, garis start dan tujuan setiap orang kan memang berbeda, toh?”
sial.
mata amelia mendadak memerah. markiel adalah definisi lelaki manis, sopan, tampan dan segala hal serupa yang sesungguhnya.
dan beruntungnya lagi, entah kenapa lelaki ini ada di hadapannya sebagai seorang suami detik ini. makan apa amelia dulu sampai bisa seberuntung ini?
“padahal aku gak cerita apa-apa tentang mereka ke kamu lho marki..” akhirnya hanya kalimat itu yang bisa keluar setelah hening cukup panjang. kepekaan markiel memang bisa diacungi jempol 10!
“saya toh memang selalu mengamati kamu mel. apa lagi kamu sekarang kan, istri saya.”
blush
masuk sudah segala air mata yang tadi sempat membendung di mata sebab kini pipi amelia panas terbakar secara mendadak.
“gombal terus.. diabet aku lama-lama kamu cekokin manis-manis mulu kiel..”
“jadi kamu sudah deg-degan?” markiel sok bertanya, mengulang masa-masa pdkt singkat mereka sebelum menikah kala itu.
“kamu nanyaaaa?”
“ya, saya kan butuh validasi dari bibir kamu.” markiel mengedik pundak. mencoba memberi hiburan ala humor bapak-bapaknya yang sejujurnya sama sekali tidak ada lucunya.
amelia mendecih gemas lantas menjinjitkan kakinya sedikit. tangannya yang tak digenggam bergerak mencekali dagu markiel agar mau maju dan turun sedikit.
“mau apa?” markiel mendadak senam jantung diperlakukan demikian oleh amelia.
“cium kamu? kan katanya kamu butuh validasi dari bibirku?”
dan detik itu juga markiel melepas genggaman tangan amelia, memindahkannya ke leher gadis itu agar bisa bertujar pagut dengan mudah.
untungnya, mereka tidak lagi berada di indonesia.