tamarain(?)


“Oi Jav! Gantian lo main sana gue yang jagain tasnya.” Karel berucap, datang dengan setelan serba hitam khas menyelam sembari tangannya sesekali mengibas rambut basah ke belakang. Lelaki itu tidak datang sendiri, di belakangnya bersusulan Kalandra, Juna, Rendy dan Jinan yang berjalan santai sambil sesekali mengobrol. Melirik para bule seksi dengan benang minim, ataupun tertawa-tawa siap menggoda gadis cantik. Ciri khas buaya darat.

Jave menggeleng sebagai tanggapan. Malas. Gantinya lelaki itu kembali menegak sebotol air mineral yang dari tadi ia genggam itu seraya menolehkan wajah lagi membelakangi air. Mencari posisi Rain.

“Nyariin cewek lo?”

Ia mengangguk. Menemukan Rain yang masih berjalan ke arahnya di kejauhan itu sembari tangannya sibuk membawa 2 buah kelapa muda yang siap diminum. Tampak lucu. Dengan rambut panjangnya yang tadi sudah dikuncir tinggi lengkap dengan model kelabangnya yang kecil-kecil. Sepertinya 3 gadis tadi benar-benar bergantian menguncir rambut. Saling menolong satu sama lain.

“Kedip anjing.” Kalandra memukul pelan lengan atas Jave. Membuat sang pemilik siap mengeluarkan umpatan ketika tiba-tiba matanya menangkap satu lelaki asing mencegat gadisnya di kejauhan.

“Hahahahaha dicegat bule rambut coklat broooooo.” Rendy tertawa cukup kencang ketika melihat Jave yang mendadak batal membalas Kalandra tersebut. Menurutnya, Jave dan Kalandra jika tidak bertengkar adalah momen yang sangat langka.

Sial. Javerio reflek mendengus. Hanya memperhatikan Rain yang kini tengah bersalaman dengan lelaki asing itu dari tempatnya berdiri dalam diam. Gadisnya terlihat sesekali menyahut obrolan sembari tersenyum singkat.

“Pada ngeliat apa?” Gio bertanya ketika kakinya mendarat mulus di sekitaran titik kumpul bersama Gibran dan Lukas. Entah kemana perginya Lea dan Jeva karena masih belum juga kembali saat ini.

“Ngeliatin kakak lo lagi digodain bule Gi hahahahaha.” Juna menjawab, menunjuk posisi Rain agar yang baru tiba itu bisa ikut melihat.

Gio tampak memicingkan mata, menyadari dalam cepat siapa lelaki yang bersama dengan kakaknya di kejauhan. Ia lantas melirik sebentar ke arah Javerio yang ekspresinya kini sudah berubah menjadi sedikit tidak ramah itu sembari diam-diam menggigit bibir bawahnya grogi.

“Gue kayak kenal.” Jave berucap pelan, hampir tidak terdengar. Namun karena Gio dari tadi melihat ke arahnya, ia bisa tau apa yang diucap oleh Javerio dengan jelas. Lelaki berusia awal 20 tahunan itu lantas melangkah mendekat, menepuk pundak Jave perlahan. Menenangkan.

Kalandra menoleh, tertawa pelan. “Cuma bule itu Jav.. Muka lo jangan nyolot gitu lah hahahaha.”

“Bule mah emang gitu apa lagi cewek lo lagi cakep-cakepnya.. EH EH ANJENG LAH KOK MELUK FUCKKKKK..”

Jave spontan membasahi bibirnya sendiri yang mengering, meletakkan minumnya di kursi. Tidak memperhatikan sekitar yang mulai memandangnya, ia segera melangkah pergi.

“Woy jangan main hajar-hajar lo Jav..” Rendy terkejut, reflek membuntuti punggung Jave.

Gio meraup wajah kasar. Jantungnya ikut berdebar. Takut.

“Bule mainnya begitu ya coy.. Ngamuk lah Jave ceweknya dipeluk. Digodain cowok lain aja dia langsung bad mood.”

“Itu yang meluk mantannya Rain, kak.”

“HAH?”

Semua langsung melotot kaget.


Tama Widjaja. Lelaki kelahiran Indonesia yang kini menetap di negara lain itu berdiri di depan kakinya persis. Wajahnya terlihat terkejut dan senang di saat yang bersamaan. Seperti tidak menduga akan saling bertemu di pulau indah ini.

Dengan tangan yang masing-masing memegang botol minuman ringan, serta atasan yang tak terbungkus sehelai benangpun. Rambut coklatnya pun basah. Menyisakan titik-titik air yang jatuh, kemudian mengalir ke pelipisnya.

“Rain?” Ia menyapa, mencegat kaki Rain yang sudah ingin berjalan lagi itu dengan gerakan cepat.

Gadis itu reflek menelan ludah, tangannya bahkan sudah terasa kebas bukan main. Ia lalu menghentikan langkah. “Haha halo. Iya, ini Rain.” jawabnya canggung, lalu tersenyum sopan.

“Kamu sendirian?” Tama bertanya, melihat ke arah sekeliling Rain sebagai bentuk basa-basi.

Rain menggeleng. “Rame-rame kak. Kamu sendiri?” Ia lanjut bertanya.

“Hahahaha aku juga lagi sama temen-temenku ini Rain liburan. Kamu apa kabar?”

Rain menghela napas. “Baik. Kamu sendiri?”

“Hahahaha kamu tetep kayak BOT ya kalo ngobrol kata-katanya sama mulu. Tapi aku juga baik kok, makasih udah tanya.”

Hening. Keadaan ini terasa canggung sekali. Terakhir mereka bertemu benar-benar sudah sangat lama. Bahkan mereka juga tidak pernah sekalipun mengobrol di media sosial manapun.

Rain menggaruk tengkuknya grogi. Sudah hendak berpamitan ketika Tama tiba-tiba berucap kalimat lain, mengajaknya mengobrol lagi.

“Lanjut S2 kah Rain?”

“Masih belum tau. Kamu sendiri?”

“Haha aku udah kerja sekarang, lulus kemaren cepet sih jadi pas ada rekrutan ya aku join. Gajinya lumayan.”

Rain mengangguk. “Oke selamat. Semoga makin sukses kedepannya.”

Tak diduga, Tama terkekeh. “Kamu beneran tetep lucu. Persis kayak dulu.”

“Aku udah gak kayak dulu lagi.”

“Nggak. Maksudku, kamu lucunya persis kayak dulu.”

“Ya. Oke. Makasih.”

“Kamu lagi keburu?”

“Iya. Temen-temenku ada disana pada nungguin.” Rain menjawab, melihat ke arah Lea dan Jeva yang kebetulan tertangkap matanya baru keluar dari tempat orang berjualan manik-manik.

Tama mengangguk, rautnya terlihat kecewa. “Oke. Seneng ketemu kamu di pulau ini Rain. Semoga besok-besok kita ketemu lagi.”

“Ya semoga besok-besok kita ketemu lagi.”

“Kalo ada pertanyaan tentang kuliah di Aussie kamu kontak aku aja gak papa. Nanti aku DM nomerku.”

Rain mengangguk. Mengacung jempol.

Hening. Gadis itu sudah ingin melangkah menjauh ketika Tama tiba-tiba menariknya masuk ke dalam rengkuhan. Sangat singkat sebenarnya. Tidak sampai 3 detik.

“Eh eh..” Rain reflek melotot kaget. Dua buah kelapa yang ia bawa itu bahkan hampir saja oleng dan terjatuh.

“Maaf. Cuma mau pamitan. Karna menurutku kemungkinan kita buat ketemu lagi bakal sangat kecil.”

“Memang harus sampe meluk begitu?”

Tama menggeleng. “Nggak sih, tapi aku seneng liat kamu disini. Maaf Rain.”

“Errrrrr. Ya. Oke..” Gadis itu menjawab patah-patah setelah diam cukup lama.

Tama tersenyum simpul. “Buat yang dulu-dulu aku minta maaf.”

“Iya.”

“Semoga kamu bisa ketemu sama cowok yang lebih baik dan bisa ngasih kamu apa yang belum aku kasih sebelumnya ya Rain.”

“Gak perlu khawatir buat itu.”

“Pertemuan kita selesai sampe disini?”

Rain mengangguk. “Selamat liburan.” ujarnya kemudian sebagai penutup pembicaraan.

Tama menghela napas, ekspresinya tidak bisa dibaca sama sekali. Ia lantas berpamitan sebentar, ingin melangkah lebih dulu meninggalkan Rain ketika tiba-tiba saja Javerio muncul di hadapannya.

Hanya diam, tidak bersuara. Wajahnya bahkan tidak menunjukkan ekspresi bersahabat sama sekali. Terlihat seram.

Lelaki itu lantas menarik pinggang Rain mendekat ke sisi tubuhnya dengan tatapan yang masih menatap lurus ke arah Tama.

“Lain kali, jangan main sentuh cewek gue.” Ucapnya rendah, lalu membawa Rain melangkah pergi. Meninggalkan Rendy dan Kalandra yang masing-masing menghela napas lega di belakangnya.