their little first touch.
kondisi rumah kediaman markiel hadiwangsa memang selalu sepi. para asisten yang bekerja di bawah namanya tidak punya keberanian berlebih untuk membuat keramaian atau sekedar huru-hara kecil. namun sepertinya sore ini perlu diberi tanda pengecualian, sebab salah satu ruangan paling besar yang ada di rumah tersebut malah sedang berisik-berisiknya. entah apa yang diperbuat kedua manusia itu di dalam sana. hanya mereka, dan penulis serta pembaca saja yang tau.
“markiel..” lenguh seksi yang menguar itu benar terus-terusan terlontar dari bibir amelia tiada henti. kenikmatan tengah menjalar di sekujur tubuhnya dan jujur, ia tidak bisa menolak. ralat, tidak sanggup dan tidak mau.
kejadiannya tepat terjadi beberapa menit yang lalu ketika markiel menerjang masuk ke kamar tanpa mengetuk.
memang benar amelia masih terlilit handuk, dan sebenarnya gadis itu memang biasa seperti itu ketika di rumahnya sendiri. dan tadi, ketika sesi maskerannya telah usai dan ia ingin mengambil pakaian di walk-in closet, tubuhnya mendadak sudah direngkuh dari belakang.
tidak salah. pelakunya adalah markiel hadiwangsa.
“bisa-bisanya kamu godain saya di jalan seperti tadi mel..” keluhnya, lalu menenggelamkan kepala di ceruk leher amelia yang benar fresh mengeluarkan aroma sabun khas selesai mandi.
amelia menelan ludah, mencekali handuk putih yang bagian atasnya hampir melorot karena pelukan markiel jatuh rapat di pinggangnya. gadis itu lantas berdeham, membiarkan markiel mengendus aroma badannya sepuas mungkin. toh, apa salahnya? mereka sudah menikah.
“mau mandi, tapi saya mendadak malas. bagaimana ini mel?”
“ya udah diem aja gitu dulu gak papa.” amelia menjawab, menyingkirkan rambutnya yang menghalau wajah markiel itu ke arah lain agar suaminya tidak merasa risih.
suami..
amelia mendadak grogi setengah mati.
“saya boleh cium leher kamu?” markiel menjauhkan sedikit kepalanya dan menatap mata amelia melalui cermin besar yang berada di hadapan mereka.
“cium atau apa nih..?” sangsinya kemudian.
markiel hanya mampu melepas tawa tanpa suara, lantas merapatkan pelukannya seraya mulai mengecup leher kiri amelia yang terpampang mulus.
satu kali. dua kali. lima kali.
kecupannya jatuh kemana-mana dan kini mulai merembet turun ke arah pundak, membuat amelia yang dari tadi tidak melepas pandang dari cermin itu mulai terhanyut dan tak sadar menggigit kecil bibir bawahnya.
markiel melepas cium, lalu meletakkan dagu di pundak gadisnya. mata lelaki itu kemudian bertumbukan dengan milik amelia lewat cermin, membuat kupu-kupu lepas landas dan berterbangan dalam perut keduanya.
“istri saya cantik sekali.” puji markiel seraya mencium pipi amelia cukup lama. amelia sendiri jangan ditanya, keadaannya sudah kacau sekali sebab kakinya melemas bukan main. jantungnya disko tak keruan. yang bisa ia lakukan hanya menggenggam tangan markiel yang masih melingkar kuat di pinggangnya.
amelia masih menatap markiel yang baru melepas kecup panjang di pipinya itu dalam hening ketika mendadak ia menoleh wajah ke samping. tepat menghadap ke milik markiel yang sekarang sudah menyorot penuh dengan raut damba.
napas yang saling beradu dalam jarak dekat itu terdengar sedikit memburu. dan entah siapa yang memulai, bibir keduanya kini sudah saling berpagut halus. markiel kedapatan tersenyum beberapa kali dalam ciumannya. lelaki itu menyapu lembut benda kenyal yang kini mulai terasa terbiasa di indra kecapnya itu dengan ritme teratur.
berbeda dengan amelia yang masih canggung dan kagok ketika membalas, ciuman markiel memang terasa sangat mulus dan menghanyutkan.
lelaki itu memberanikan diri untuk sesekali mengelus pinggang ramping amelia sebelum kembali memeluknya rapat.
perlahan markiel melepas ciumnya sesaat untuk melihat ekspresi amelia saat ini. dan ketika yang ia tangkap tak lain dan tak bukan adalah mata yang sudah berat akibat terlalu menikmati sentuhan, markiel reflek saja kembali menyatukan ciuman bibirnya. namun, kali ini ia mulai mengajak lidahnya untuk ikut bermain.
amelia menegang, terbukti dari cengkraman tangannya yang kini menguat di bawah sana. celah bibirnya yang baru disapu oleh benda basah milik markiel itu otomatis makin terbuka, seakan membiarkan lelaki itu untuk memperintim ciuman dengan andilnya hisapan lembut serta pagutan yang kian lama kian menuntut.
sudah jelas ini pertama kalinya bagi amel. hingga tak ayal membuat gadis itu sukses kelabakan dan kini kehabisan oksigen padahal baru saja memulai.
“hah..” helanya kemudian sambil meraup napas dalam-dalam.
markiel terkekeh, membiarkan istrinya menarik napas dahulu sementara ia kembali mengecupi leher jenjang amelia. lidahnya terjulur maju sebelum mulai ia hisap kuat di beberapa titiknya.
amelia mendesis kecil kala pinggangnya diremat gemas di bawah sana. bahkan entah kenapa gadis itu juga merasakan gelenyar aneh merambat di area kewanitaannya.
atau, ini kah yang namanya terangsang?
gadis itu reflek menggigit bibir lagi kala markiel melumat lehernya secara brutal. menciptakan jejak basah dan merah yang terus bergerak sebab bibirnya tak berhenti bergeser. bahkan kini markiel sudah menggigiti pundak amelia secara berkala. ya, siapa pula yang sanggup melewati bagian tubuh amelia? gadis itu sangat terawat bahkan sejak keluar dari rahim ibunya sekalipun.
“kalau seperti ini agaknya kamu harus mandi lagi mel.” markiel mengeluh, mengawasi hasil karyanya seraya mulai menatap amelia yang masih menahan lenguh dengan menggigit bibirnya kian rapat. dan karena terlampau seksi, markiel lantas membopong tubuh istrinya untuk kembali ke kasur.
ia ingin bermain dengan lebih leluasa di atas ranjang.
“saya tindih apa diijinkan?” markiel masih sempat bertanya sebelum melanjutkan kegiatannya. hal tersebut membuat amelia sontak mengalungkan tangannya ke leher markiel dan menyatukan bibirnya secepat kilat.
markiel yang memang kadar sopannya keterlaluan itu kadang membuat amel tersanjung dan gemas di saat bersamaan. dan kini kala bibir keduanya kembali saling lumat, markiel dengan yakin mulai menindih dan mengunci gadisnya agar tidak bisa bergerak kemanapun. toh memang mau kemana? amel juga tidak berniat kabur.
gadis dengan rambut panjang itu kini malah sudah menjambaki rambut markiel ketika lehernya kembali menjadi sasaran empuk. ia tidak yakin bisa menghadap keluarga markiel jika lehernya merah-merah nantinya.
“kiel.. jangan dimerahin terus leherku...” amelia mengeluh. namun kontras dengan keluhannya, gadis itu malah makin mendongak kepala agar akses gerak markiel kian bebas.
ciuman markiel mendadak turun menuju dada atas amel yang terpampang jelas di bawah kungkungannya. tampak sangat seksi dan menggiurkan sekali.
“boleh kah?” lelaki itu mendongak sebentar demi meminta ijin. dan anggukan kepala amelia membuat markiel tak membuang banyak waktu untuk menjatuhkan cium lembut ke dada tersebut.
“markiel..”
“hm..”
“kalo kamu mau buka handukku, aku gak papa. buka aja.”
markiel menghentikan kegiatannya, kembali memandang mata amelia yang kian sayu dari detik ke detik. “ada apa? kamu memang ingin atau lagi tertekan dengan pikiran lain?”
“pengen.” ujarnya terang-terangan. jemari lentik tersebut bahkan kini sudah bergerak untuk menarik lilitan handuk secara perlahan.
“stop right there, babe. jangan dibuka, cukup turunkan saja sedikit handuknya kalau memang kamu mau saya sentuh disitu.” markiel berujar serak. reflek melonggarkan dasinya sebab pikirannya mendadak over load.
“kenapa?”
“saya gak yakin bisa tahan kalau kamu lepas benang 100 persen. saya gak mau menyakiti kamu.”
*“go then.. lepasin hasratmu. we're married, kiel.. just do it. jangan tahan-tahan itu semua cuma karna aku bilang jangan. kamu juga berhak buat minta, toh..”*
“kan saya sudah pernah bilang, keinginan saya menuruti kamu.”
dan karena jawaban tersebut, amelia dengan gerakan terlampau reflek mulai mendorong markiel pelan dan menyuruhnya untuk duduk. gadis itu lantas tanpa aba-aba mulai mendudukkan diri di atas pangkuan markiel.
“babe?”
“keinginanmu nurutin aku, kan?” pancingnya kemudian. lantas dengan sekali gerak, handuk yang tadi melilit dan setia menutupi itu mulai mengendor turun mengikuti lekuk tubuh amel dan merosot sampai batas pinggang.
markiel sontak menelan ludah. ia tentu sudah pernah membayangkan hal ini sebelumnya, namun dipapar nyata dengan tatap yang memancar dengan yakin membuat lelaki itu malah jadi goyah sendiri.
ia takut.
takut jika amelnya melakukan ini hanya karena terpaksa.
“aku gak papa markielllllllll.” gemasnya kemudian lantaran markiel malah mematung tak bergerak.
“saya yang apa-apa amelia.” ujarnya dengan suara kian serak. dan akhirnya, sebelum amelia berubah pikiran untuk menarik handuknya kembali naik, tangan markiel bergerak untuk mengunci tangan amel di belakang tubuh.
“saya ijin sentuh ya? kamu kalau mau mengeluarkan suara-suara lebih baik jangan ditahan. saya gak ingin bibir kamu berdarah kalau kamu gigit terus-terusan.”
“hm..” jawabnya kemudian.
dan dengan begitu, bibir markiel mulai bergerak untuk menjilat milik gadisnya dengan perlahan. ia tekan mati-matian nafsunya untuk tidak sekedar menyedot dan mengulum apa lagi meremas dan memilin. sebab untuk pembukaan yang diberikan secara sukarela seperti ini, markiel memutuskan untuk bermain lembut saja agar gadisnya tidak terkejut dan bablas trauma esok hari.
“ah, markiel...” desahnya dengan suara kecil tepat di dekat telinga.
“apa mel?” dan sialnya, markiel malah iseng menanggapi.
“nothing. cuma mau ingetin juga, kita jam 7 ada dinner.. harusnya, sekarang kita.. ahh..” jeritan kecil yang kini hinggap di telinga itu dibarengi dengan rematan kencang pada rambut hitam markiel. tentu saja asalnya dari tangan amel yang sudah lepas cekalan.
“gak masalah, kita bisa datang sedikit terlambat. saya masih ingin berdua sama kamu.”
dan dengan begitu pula, ruangan paling besar dalam kediaman markiel hadiwangsa berubah ramai akan suara decak basah dan lenguh-lenguh cinta yang kian bersahutan.