together, they spent the night till almost sunrise.
langit sudah sangat gelap ketika kalandra tiba di depan bangunan rumah celine yang besarnya sudah seperti istana negara. tidak sih, berlebihan. namun memang bisa cukup lelah jika digunakan untuk olahraga memutari rumah, saking luasnya.
pagarnya berwarna hitam tinggi dilengkapi oleh beberapa mobil berjajar di dalamnya. kalandra sudah ingin menelpon gadis itu ketika tiba-tiba pagar di depannya terbuka perlahan. membuat kalandra reflek mematikan mesin mobil entah untuk tujuan apa dan melangkah mendekat.
“hei..” celine menyapa terlebih dulu ketika mendapati kalandra hanya mematung di hadapannya. “gue emang stand by. nungguin lo. terus keliatan aja di cctv kalo mobil lo nyampe.” lanjutnya, menjelaskan.
kalandra hanya mampu menelan salivanya kasar mendapati penampilan celine malam ini. gadis itu berdandan rapi, kelewat rapi, hanya karena menunggunya seorang.
dengan dress hitam yang panjangnya sejengkal tepat di bawah lutut, ditutupi oleh jaket kulit berwarna senada. rambutnya bahkan digelung rapi, menunjukkan batas leher jenjang dan tulang selangkanya yang mampu membuat kalandra berulang kali membuang pandangan. terlalu cantik, membuat kalandra makin grogi.
“woy!” celine berujar kala kalandra tak kunjung menemukan pita suaranya sendiri, lantas bergerak mendorong lelaki itu untuk mendekati mobil.
“udah ijin kan miles?”
“aman.”
“pagernya gak lo tutup?”
“ada mbaknya di dalem. gampang.”
kalandra mengangguk paham. dan entah mendapat hidayah dari sinetron mana, lelaki itu berjalan mendekati pintu penumpang dan membukakannya. kalandra bersumpah celine adalah gadis pertama yang ia bukakan pintu mobil setelah bertahun-tahun bernapas.
celine terlihat salah tingkah, kakinya bahkan sampai tersandung dua kali sebab jantungnya mulai menggila di luar kendali. mobil kalandra yang selalu rapi dan wangi itu bahkan semakin membuat paru-parunya sesak. sebab celine sadar, ia terjatuh semakin jauh dalam pesona yang dimiliki oleh kalandra.
“gue ajak lo muter ke tempat yang kosongan jangan mikir aneh-aneh ya?”
celine mengangguk, lantas membiarkan kalandra menjalankan mobil menjauh dari pelataran rumahnya. sepi. baik kalandra ataupun celine sama-sama diam di perjalanan malam itu. hanya ditemani suara dari speaker mobil yang melantunkan lagu-lagu slow rock dari band ternama diselingi suara ketukan jemari kalandra pada setir mobil.
“dah berasa masuk wahana rumah horror gak sih kita? hening amat..”
kalandra menoleh, tersenyum sebentar sebelum akhirnya menyahut. “lo masuk rumah horror baru selangkah aja gue jamin udah teriak-teriak miles. alias, mana ada wahana rumah horror sepi sih? aturan mau sepi masuk kuburan aja.”
celine berdecih, dalam hati membenarkan ucapan kalandra barusan. gadis itu lantas kembali diam untuk memainkan ujung jemarinya sendiri. sudah cukup cangggung karena terakhir kali ia yang mencari gara-gara dengan tidak menanggapi kalandra. kuku panjangnya sesekali ia tancapkan ke punggung tangan hinggga kulitnya mengecap bulan sabit.
tangan kalandra bergerak, menarik tangan halus celine tersebut dan menggenggamnya di atas persnelling. “tancepin ke gue aja gak papa.” ujarnya kemudian, lalu kembali fokus pada jalanan di depannya.
cukup lama perjalanan diselingi degup jantung yang sama-sama menari hebat, mobil kalandra akhirnya menepi di pinggir lapangan minim pencahayaan yang sepi manusia. hanya terdepat segelintir kepala saja, itupun tersebar dengan jarak sangat berjauhan.
“puji Tuhan gak mendung. tuh, bulan lo. besar kan?” kalandra menuding bola raksasa yang dicintai celine segenap jiwa raga itu dengan telunjuknya. “mau lihat dari sini apa keluar apa gue buka aja roofnya?”
celine termenung, ia memang bisa menikmati pemandangan bulan berjam-jam tanpa bosan. namun mengapa rasanya hari ini ia hanya ingin menoleh ke kanan? ke arah kalandra yang demi apapun tampak luar biasa tampan malam ini. bahkan tanpa janjian pun keduanya sama-sama memakai jaket kulit. milik kalandra bahkan juga baru pertama ini celine lihat. tidak heran sih jika mengingat koleksi jaket kalandra yang celine yakin dapat memenuhi satu ruangan sendiri.
“disini aja deh. gelap tuh. eh, apa turun aja, ya?” celine terbata-bata, tidak konsisten dengan pilihannya sendiri.
“hahaha, turun aja bentar biar bisa liat jelas.” kalandra segera turun dan menawarkan sebelah tangannya di hadapan celine ketika kaki gadis itu menyentuh aspal. berniat menggandeng.
“soft ya hari ini? kesabet apa tuh?” celine menerima uluran tangan kalandra dan berjalan mengiikuti seretan pelan lelaki itu.
“memperlakukan lo mulai hari ini harus hati-hati soalnya.”
“kenapa?”
“salah dikit bisa galau lagi kalo gue lo cuekin.” kalandra menjawab, lalu mendudukkan diri di ayunan panjang. lelaki itu membersihkan sebentar dedaunan kering yang mengotori kursi, lalu menepuknya. “sini.” ujarnya. lalu ketika tidak mendapati celine segera menurut ia mengimbuhkan, “atau lo mau pangku?”
semburat merah yang terlalu kentara di pipi celine meski keadaan di sekitar mereka gelap itu membuat wajah kalandra ikut menghangat.
“pinter, lo.. kalo cari tempat.” celine memuji, menatap langit hitam bertabur bintang dengan satu-satunya objek bulat yang hari ini tampak sangat penuh dan besar. jaraknya sedang terlampau dekat dengan bumi.
“kalo liat dari tempat lain kena light pollution.” kalandra menyahut, lalu melepas jaketnya dan menutupkannya ke kaki panjang celine.
gadis itu menoleh, hampir tantrum dan menjerit diperlakukan sedemikian rupa hingga akhirnya ingat bahwa di sampingnya duduk ini adalah kalandra. manusia dengan embel-embel nama brengsek yang sudah mendekati banyak wanita. kalimat lainnya, jam terbang kalandra sudah tinggi sekali. celine tau lelaki itu memang pandai memperlakukan perempuan dengan sangat baik bahkan sebelum ia meminta kontaknya dari gibran saat itu.
ayolah, siapa pula gadis di kampus yang tidak kenal dengan lelaki satu itu? gadisnya tersebar di berbagai penjuru. namun sayangnya, tidak ada yang pernah berhasil menduduki mobil kalandra lebih dari sekali. selain naya dan celine, mungkin.
“gue kangen lo, cel..” kalandra menoleh, menyugar rambutnya yang sudah cukup panjang itu sebentar agar bisa melihat rupa celine yang diam-diam selalu ia puji itu dengan jelas. celine terdiam. berusaha meniti raut kalandra dan menilai ekspresi lelaki itu dalam diam.
serius.
tidak ada canda yang menguar meski sedikit dari titik wajah kalandra ketika ia berbicara tadi.
“gue enggak..” celine berdusta kemudian, kontras dengan wajahnya yang memanas.
“halah.”
celine reflek merengut dan menggampar lengan kalandra yang tertutup baju putih lengan panjang. “beneran tau! gue balik kemarin kenalan sama cowok ganteng..”
hueh. bapak-bapak pitak itu, maksudnya.
“emang ada ya, di mata lo yang lebih ganteng dari gue?”
kalandra yang tengil ini sudah mendarat saking kesalnya celine mendadak membahas lelaki lain.
“banyak tau!!!!!!!!”
“ya udah.”
“bercanda..” celine akhirnya menghela napas dan menyenderkan punggungnya. kakinya bahkan mulai ia jejakkan ke tanah agar ayunan bisa bergerak pelan.
“cel..”
“hm.”
“liat gue deh, sebentar.”
celine menurut, lalu memandang kalandra dalam hening. membuatnya reflek menjatuhkan pandang pada bibir lelaki itu yang memang berjarak hanya sejengkal dari wajahnya.
stress. celine sampai hendak memaling ketika dagunya perlahan dicekal lembut. “mau cium gue kah lo?” tanya lelaki itu pelan. “just go, then..” lanjutnya, lantas menatap wajah celine dan mengunci pandangannya hanya pada dua objek. mata dan bibir.
celine memejamkan mata untuk mengais kewarasan, lalu akhirnya mundur. “jangan main-main sama gue lo ya kal..” ujarnya serak. tangannya sudah kebas bukan main sebab jantungnya makin liar menggedor-gedor.
“lo bilang tanda orang jatuh cinta bisa diliat dari keinginannya buat cium, cel.. dan gue, selama hidup lebih dari dua puluh tahun ini, mendadak kepingin cium lo. banget.” kalandra berujar, kembali menyenderkan punggung di tempat semula.
“lo mungkin kira gue bohong atau jago membual, atau parahnya lagi mungkin lo kira gue sekarang berujar cuma karena pingin ngebaperin lo doang. tapi jujur gue selama ini belum pernah ngebangun relasi sama cewek lain. dan sampe detik ini pun gue juga belum pingin terikat sama cewek manapun, meski itu lo sekalipun.” kalandra melanjutkan, lalu menoleh lagi ke celine untuk mengecek ekspresi gadis itu. yang sayangnya tidak terlihat emosi atau kesal, namun memaklumi. celine mendengarkan dengan raut mengayomi yang membuat kalandra reflek melanjutkan kalimatnya.
“papa mama gue pisah rumah cel.. gak cerai, cuma pisah aja. udah lama juga sih kejadiannya. dan itu terjadi karna mama gue selingkuh. dia udah anak sekarang, perempuan. masuk TK loh hahaha..”
celine tidak menginterupsi, hanya saja tangannya bergerak untuk menggenggam tangan kalandra yang menegang di atas pangkuan. kini celine sedikit mengerti kenapa kalandra juga ikut terpengaruh ketika ia bercerita mengenai kondisi keluarganya saat itu. celine jadi ingin menangis lagi jadinya.
“gue cuma takut cel.. pandangan gue ke perempuan gak lagi sama setiap gue inget mama gue. gue takut disakitin, gue takut ditinggalin, gue bahkan juga takut berakhir jadi buta plus kebal cuma karena cinta searah, kayak papi gue, contohnya. lo tau papi gue bahkan masih rajin kirim bulanan ke mami gue meski sekarang mami tinggal sama cowok lain yang gak jelas banget asal-usulnya. gue cuma takut aja. karna sejatinya menurut gue cuma orang-orang beruntung doang yang bisa ngerasain cinta.”
celine mengangguk, meski separuh hatinya sudah ikut larut sebab cerita yang kalandra dan ia miliki hampir serupa, gadis itu tetap berusaha untuk tenang.
“lo tau gue bahkan mikir, segampang apa ucapan cinta bisa keluar mulus berulang kali dari mulut yang sama dengan subjek berbeda-beda.. segampang apa mereka ngiket komitmen satu sama lain yang katanya didasari oleh cinta itu untuk akhirnya pisah? ya, gue cuma bingung aja..” kalandra akhirnya menunduk juga setelah dari tadi sudah mendominasi percakapan.
“jahat ya takdir ke lo, kal..” celine akhirnya berkomentar, tangan kanannya yang tidak menggenggam tangan kalandra itu bergerak menepuk pucuk kepala lelaki itu pelan sebelum ikut menepuk kepalanya sendiri kemudian. “makasih ke lo dan makasih ke gue karna udah bertahan sampe sekarang. meski gue masih gak ngerti kenapa kita dimainin sama hidup, at least gue ngerti cara Tuhan yang ngajarin kita buat makin kuat untuk bertahan di bumi. meski aslinya nguat-nguatin banget, sih. ya gak?”
kalandra terkekeh ringan. “gue sayang lo, cel.” ujarnya kemudian. lagi. tanpa aba-aba. “gue mau nemenin lo, gue juga mau ditemenin lo.. pun gue mau nguatin dan dikuatin sama lo. lo doang.”
celine menegang.
that kalandra.....
“lo....”
“heem, gue serius.” kalandra kembali menoleh ke arah celine untuk mendapati pupil gadis itu yang bergetar kaget. “gue emang masih gak berani ajak lo ke tahap pacaran buat sekarang.. tapi apa lo mau jalanin pelan-pelan aja sama gue, cel? gak perlu membatasi diri, lo bisa berbuat apapun dan perluas relasi lo dimanapun, asal lo tau dulu kalo gue sayang lo menurut gue udah cukup buat sekarang.”
celine tidak bisa menahan diri, gadis itu langsung lemas di senderan ayunan seperti bayam busuk yang sudah dibiarkan hampir seminggu. mulutnya bahkan ia tahan setengah mati untuk tidak mendadak berteriak. kakinya pegal, kebas bukan main.
“gue udah serius, lo-nya malah kesurupan.”
“bisa gila gak sih gue?”
“lo emang udah gila dari bawaan.” kalandra tertawa, pipinya menghangat sempurna ketika celine mendadak duduk tegak di sebelahnya.
“kal.” panggilnya.
“hm?”
“lo mau cium, gak?”
kalandra bersumpah ia ingin menoyor celine detik itu juga.