TONIGHT, UNDER THE PLANETS.
catatan : Jave disini udah kuliah.
HAPPY READING!
Entah lelaki ini memang gila atau bagaimana, ia tetap datang sesuai omongan 25 menit kemudian. Dengan motor hitamnya, dibalut jaket hangat berwarna putih nyaman.
Lelaki itu turun dari motor ketika netranya menangkap seorang gadis yang kini tengah berdiri sendiri depan pagar. Ia lantas menurunkan standar motor dengan cepat dan langsung memeluk gadisnya dengan gerakan lucu.
“Katamu ini dingin tapi nungguinnya di depan pager.” Jave berucap setengah mengomel akibat pipi Rain yang baru ia tangkup itu dingin setengah mati. Lelaki itu lantas kembali menenggelamkan tubuh Rain dalam pelukannya, masuk ke dalam jaket.
“Kalo aku kamu buntel gini gak bisa liat planet kak.”
“Ya kamu tinggal liat atas aja.”
Rain mendongak, namun bukannya fokus melihat langit gadis itu malah kembali menyembunyikan wajah di dada bidang Jave yang kini memakai kaos biru langit.
“Apa Rain?” Jave bertanya, tertawa.
“Kamu ngapain nunduk? Katanya mau liat langit. Itu tadi posisinya.. Kamu tau kan?”
Lelaki itu mengeratkan pelukannya. Ia tadi memang sengaja menggoda Rain karena siapa sangka gadisnya ini masih suka malu-malu seperti itu? Merasa gemas Jave reflek mencium pucuk kepala Rain yang masih tenggelam tidak mau berpindah tersebut. “Udah-udah Rain ayo liat atas. Iya aku gak nunduk lagi. Serius.”
“Bener?”
“Iya. Liat itu sejajar 4 bareng bulan keliatan jelas.”
Rain akhirnya benar menarik sedikit kepalanya untuk mendongak, dan ya, melihat hal langka ini bersama Jave memang sangat menyenangkan. Hatinya begitu terasa menghangat detik ini.
“Kak Jave kamu download stellarium gak?”
“Kenapa?”
“Gak sih. Nanya aja.”
“Download aku. Kamu tau gak kalo besok planet-planet ini masih bisa keliatan jelas? Cuma koordinatnya geser dikit.”
“Oh ya?”
Jave mengangguk, merapatkan pelukan. “Saturnusnya besok agak jauh dikit ke arah sana.”
“Sana mana?”
“Ya sanaaaaaaa.”
Rain terkekeh mendengar suara Jave yang entah sedang serius atau tidak itu. “Omong-omong hari ini kita mau doa sore apa malem?”
“Pagi yuk.”
“Kamu nih ngaco apa gimana? Ini pagi. Kamu aja belom mandi.”
Jave menunduk. “Enak aja! Aku mau kesini tadi mandi dulu ya.”
“Ih kak Jave kamu curang dong?!”
“Curang apa?”
“Aku belom mandi!!!!!”
Jave tertawa. “Masa? Coba sih sini liat cewekku jam segini ada beleknya gak?” Lelaki itu menunduk, sok memperhatikan wajah Rain yang sekarang merah sekali akibat jarak mereka yang terlalu dekat.
“Oh iya belom mandi beneran ternyata, lah ini ada beleknya satu.” Jave melanjutkan sok serius sambil tangan kanannya mengusap-usap mata Rain.
Bohong? Sudah jelas. Rain memang belum mandi, tapi gadis itu sudah cuci muka dan gosok gigi setelah Jave bilang akan kemari beberapa menit yang lalu.
Rain spontan mengerut alis, tapi sebelum ia sempat mengomel Jave sudah lebih dulu mengecup matanya cepat. “Gak sih. Bohong. Mana ada belek berani nempel di mata cantik begini?”
“KAK JAVE!!!!!!”
“Ssst Rain masih subuh.”
Rain sudah tidak bisa berkomentar apa-apa lagi, gadis itu lantas kembali menenggelamkan kepalanya masuk ke dada Jave.
“Kenapa Rain?” Lelaki itu bertanya, tertawa tanpa suara.
“Aku malu.” Jawabnya sedikit tidak jelas karena suara yang teredam sebagian. Jave langsung tersenyum gemas.
Hening.
Mereka kembali menengadahkan wajah dan fokus memuji mahakarya Tuhan yang indah di atas sana itu sembari mengucap syukur dalam hati.
“Hpmu mana Rain?”
“Kantong.”
“Foto yuk.”
“Gimana?” Gadis itu menarik wajah.
“Hpnya taruh bawah, terus kita fotonya jongkok jadi planet sama bulannya di atas tetep keliatan.”
Rain tertawa. “Boleh juga. Ayo hahaha.”
“Ayo terus abis ini matahari keliatan kamu mandi.”
“Jadi pagi?”
“Jadi lah. Sorenya biar kita bisa jalan sama Gio-Jeva. Jadi bawa Alex-Rara kan kita?”
Rain reflek mengangguk patuh. Wajahnya jadi makin lucu saja. “Ok deal awas kamu kalo bohong gak bawa Alex ya!”
“Iya nanti kita kawinin mereka kalo merekanya mau.”
“Kalo gak mau?”
“Ya kita aja yang nikah. Ya gak?” Jave menaikkan satu alisnya, kembali menggoda.
“Huh. Kamu mending diem aja!!!”
“Hahahahahaha.”