wattpad kind of thing—

lowercase.


markiel memasuki ruangannya yang terletak di lantai 29 setelah mewanti-wanti sekretarisnya agar tidak masuk sembarangan. entahlah, ia sedikit gemas dengan tingkah istrinya siang ini. setelah curhat, —yang sebenarnya markiel sangat salut sebab amelia benar bercerita tanpa ekspresi, istrinya itu lanjut minum wine yang markiel janjikan dengan takaran cukup banyak. selain karena memang suka wine, sepertinya amelia juga terlihat sedikit punya benang kusut di dalam otaknya.

markiel menghela napas sebentar. ruang kerjanya yang berukuran 7x8 meter dan tertata rapi itu kini memang tidak kosong seperti beberapa menit sebelumnya ketika ia mengecek keberadaan amelia. sebab kini netranya menangkap sosok gadis yang duduk di kursi kerjanya sambil memandangi pemandangan gedung seberang dari kaca bening di hadapannya.

“ehm.” lelaki itu berdeham guna menyapa amelia yang masih asik dan tidak menoleh ke arahnya.

memang benar gadis itu sedikit ngefly akibat terlalu banyak menyesap anggur. salah markiel sendiri karena menawarkan tanpa memberi batas takaran untuk gadisnya minum.

“markiel....” amelia seketika memutar kursi, menyapa sambil melambaikan tangan kecil. rautnya menggemaskan dengan pipi yang sudah memerah.

“kamu itu dari mana yang betul mel? saya tadi sudah masuk kesini tapi tidak menjumpai kamu lho.” markiel bertanya sambil mendudukkan diri ke meja marmer tempatnya bekerja. menunduk ke amelia yang kini juga sudah sepenuhnya melihat ke arah markiel.

“hehe aku di toilet maaf. tapi aku gak bohong, aku disini. toiletmu kan di dalem situ toh?” tunjuknya ke sekitar sudut kemudian.

“hm.. saya itu khawatir kamu diculik satpam saya yang desas-desusnya naksir kamu itu tau mel..”

hah? amelia mau tidak mau terkekeh geli. sudah tentu markiel juga hanya bercanda. “omong-omong kepalaku puyeng dikit. aneh ya? padahal aku kuat minum loh kiel.”

“iya?”

“iya lah. kamu mah kalah kalo lawan minum sama aku.”

“jadi istri saya pemabuk handal nih ceritanya?”

“uhm... gak handal sih, kan sekarang aku udah mabuk.” amelia tertawa, lalu tanpa aba-aba mulai menjatuhkan kepalanya di paha markiel. dan karena sedikit pusing, ia lanjut memejamkan mata. tidak memperdulikan telinga lawan jenisnya yang kini sudah merah total seperti habis dijewer kencang.

“ehm.” lelaki itu reflek berdeham canggung. tenggorokannya serak dengan otot-otot tubuh yang mulai menegang. posisi kepala gadis itu terasa terlalu dekat. entah, mungkin pikiran markiel saja yang memang sudah kacau kali ini.

“mel.”

“hm?”

tidak ada tanggapan lagi. markiel kehilangan semua kalimatnya.

kini hanya tersisa suara dengung mesin AC dan suara bincang-bincang samar dari arah luar ruangan yang mengisi pendengaran keduanya.

suasana masih hening cukup lama sampai akhirnya amelia berucap dalam pejaman matanya. mengusik sepi yang ada. “mark..” panggilnya pelan.

“iya?”

“aku mau request kapan-kapan diajakin makan soto daging di deket lampu merah boleh gak? dulu waktu SMA aku pernah kesitu sekali rasanya enak banget tapi waktu mau makan lagi sama mamaku dilarang-larang.” amelia berujar seraya perlahan menarik mundur kepalanya. mata gadis itu menatap sayu ke mata markiel yang kini sudah mengangguk mantap tanda menyanggupi.

“boleh dong sayang. nanti saya ajak kesana kita makan berdua aja ya?”

“wah? beneran? makasih ya kiel..” amelia mendadak berbinar dan langsung bangkit berdiri dari kursi kebangsaan markiel tersebut demi berpindah posisi. ia ingin membiarkan lelakinya itu untuk kembali bekerja.

namun sebelum kaki gadis itu melangkah jauh, tangan hangat markiel sudah menyusup di lekuk pinggangnya dan memutar tubuh amelia agar membelakanginya tanpa aba-aba. lelaki itu tampak ingin memeluk dari belakang dengan tenang kali ini.

terbukti ketika ia tak membiarkan istrinya itu untuk protes lebih jauh sebab kini lanjut meletakkan dagunya di pundak tanpa basa-basi.

“5 minutes.” markiel berujar guna memberi tahu.

“uhm okay.. asal jangan recreate wattpad ya, markiel..” amelia meminta sambil menelan salivanya susah payah. sudah tentu ia kelimpungan menghadapi markiel versi dewasa ini. jantungnya tidak bisa diatur dan sarafnya serasa membeku. rasanya gila sekali bahkan ketika kecupan markiel mendadak saja mendarat di pipi kanannya. kadang sekilas, kadang cukup lama. dan itu sudah terjadi lebih dari lima kali.

“memang adegan wattpad itu seperti apa sih mel?” pancingnya setelah berhasil memberi kecup kecil di pipi amelia lagi.

“ya itu, cium-cium. kamu mending kerja deh, kataku.” amelia makin pening dan kini menggeliat guna melepaskan diri dari jeratan markiel yang entah mengapa sangat menggoda.

lelaki itu hanya tertawa dan makin merapatkan pelukannya. “saya tadi sudah bilang ke sekretaris saya untuk gak masuk sembarangan mel.. jadi kesimpulannya adalah ruangan ini akan selalu bersih sampai urusan kita selesai nantinya.”

“urusan kita apa maksudnya? kita mau apa?”

“recreate adegan wattpad yang kamu maksud tadi?”

“hah?”

markiel turun dari posisi duduknya di meja, lantas membalik tubuh amelia agar menghadap dirinya. tidak, lelaki itu tidak bersuara. ia hanya menatap bola mata amelia lurus dan intens cukup lama sebelum akhirnya menurunkan pandang ke bibir merah amelia yang menjadi tujuannya. tatapannya jatuh begitu terus sampai akhirnya pita suara markiel bergetar serak. “boleh saya curi bibirnya lagi untuk hari ini mel?”

“eh? emang boleh ya?” amelia reflek mendelik kaget.

“ini ruangan saya. kenapa tidak boleh?” markiel meneleng kepala.

“eh anu, lah ini jendela kaca lagi terbuka lebar lho kiel? nanti kalo ada mas-mas yang ngelap kaca lewat, gimana?” sudah tentu ucapan barusan adalah ucapan yang 100 persen melantur.

markiel hanya tersenyum seraya mengedik pundak, tangannya lantas bergerak pelan menekan satu tombol di remot kontrol dekat komputernya sebentar agar ketakutan amelia tidak terjadi. iya.. lelaki itu menutup pandang ruangannya dengan menurunkan tirai.

“ada lagi yang kamu khawatirkan mel?”

sialnya, tidak ada. dan amelia makin tidak bisa memikirkan jawaban lain ketika pinggulnya tau-tau saja diangkat agar duduk di atas meja dengan tangan markiel yang mulai memagarinya.

otak amelia menggila seketika. hal ini sangat persis dengan adegan cerita panas yang kadang lewat di ponselnya.

namun jujur, detik ini amelia merasa ada percikan rasa ingin yang muncul. bahkan ketika markiel masih membiarkan mata mereka bertubrukan intens pun kewarasan amelia sudah makin melebur.

“saya diijinkan, kan?” markiel masih menahan diri untuk tidak menabrakkan bibirnya dan fokus memandang mata lawannya saja detik ini. ia masih menantikan jawaban itu dengan jantung memompa kencang.

hm.. i'm yours tho.”

dan bersamaan dengan jawaban amelia yang menguar dengan tatap terlena itu, markiel akhirnya merapatkan jarak dengan sempurna.

tangannya diam tak bergerak dan hanya menumpu pada meja saja. hal tersebut tentu membuat kepala amelia tersentak mundur kalau saja tangan gadis itu tidak langsung sigap mengalung pada leher markiel.

desis kecil mulai terdengar dibarengi decakan basah yang bersahut-sahutan tiada henti. markiel tentu masih belum berani untuk bermain dengan lidahnya, ia masih memberikan ruang agar gadisnya bisa beradaptasi dan tidak terkejut.

sebab bagaimanapun, markiel adalah satu-satunya hal pertama yang dimiliki amelia. dengan kalimat lain, semua yang diterima markiel adalah yang pertama dilepas oleh gadis itu.

“markiel..” amelia sontak kewalahan kala kecupan markiel bergeser. tidak, ralat. bukan kecupan. karena yang sebenarnya terjadi adalah markiel mulai melumat dan menghisap bawah dagu amelia. hisapannya terasa kuat dan tepat hingga berhasil membuat amelia mendesis kencang. ciuman lelaki itu terus bergerak kemana-mana dibarengi kedua tangan yang kini sudah otomatis menurunkan kerah turtleneck yang dipakai amelia. lelaki itu bahkan mulai mendongakkan leher jenjang kekasihnya tersebut agar bisa ia hisap secara leluasa.

tidak ada ucapan yang menguar, hanya ada suara decak dan sedotan dibarengi lenguh kecil yang makin lama makin mendominasi ruangan.

leher putih amelia benar dibabat habis kali ini. lelaki itu melahap leher dan sesekali menjulurkan lidah demi meruntut garis-garis saraf amelia yang warnanya menyembul, —saking putih kulitnya.

“sudah kah kegiatanmu di leherku ini?” amelia bersuara ketika markiel sudah melepas lehernya dan kembali menciumi pipinya.

“kenapa? kamu mau saya merahkan lagi di bagian leher yang mana? coba kamu tunjuk.”

gila apa? amelia langsung bungkam dan tidak berkomentar. ia yakin 100 persen bahwa lehernya sudah tidak keruan bentuknya kali ini.

“aku yakin kamu sering baca porno di wattpad.” amelia bablas menuduh.

“eh? saya apa? saya enggak sempat baca cerita halu yang begitu di wattpad ya babe kamu jangan salah sangka.” markiel mengerut lucu, tidak terima.

amelia mencibir. “berarti liat di youtube!”

“uhm???” markiel kehabisan balasan dan hanya bisa menelengkan kepala.

ketukan pintu yang datang secara tiba-tiba membuat amelia mengalungkan tangannya di leher markiel.

“kamu mau saya cium lagi atau bagaimana ini maksudnya mel?”

amelia menggeleng. “tolong, suami.. turunin aku. itu kamu udah dicariin karyawanmu.”

markiel lantas tertawa tanpa suara sebagai balasan. “tapi saya masih belum selesai.”

“nanti aja. boleh lanjut di rumah.”

markiel tersenyum sembari mengelap bibir bawahnya sendiri. “okay amelia, i'll let you go now.”