waterrmark

in this room, they're gather around.


“kal gue gak berani.” ucapan celine menjadi kalimat pertama yang terlontar tepat sebelum kaki mereka memasuki unit kalandra.

pukul setengah tujuh malam. tangan keduanya bahkan sudah sibuk membawa amunisi dan bahkan gitar yang janjinya akan dibenarkan nanti.

kalandra tertawa, “takut apaaaa?”

“takut kenalan.”

“justru gue khawatir temen gue lebih takut kenalan sama lo.”

“kok gitu sih?!”

“mereka bertiga pada diem soalnya..”

celine terdiam, “waduh.. kacau anjir. ntar kalo gue ngakak sendirian gimana kal? canggung dong!”

“ya nanti gue ikut ketawa. ada gue kan, santai lah.”

celine berdecak, lalu menekan password kalandra dan melangkah masuk terlebih dulu. meninggalkan lelaki itu yang makin tertawa di belakangnya meski tangannya masih sibuk menanting segala makanan ringan yang dibeli celine kapan hari.

“kal?”

celine menggaruk tengkuknya. itu suara gibran.

“kalandra?”

“gue ini gue.. kalandra masih nyopot sepatu!”

“celine?” gibran langsung berlari menyambut di dekat pintu masuk untuk memberikan tos tangan sebentar. “lama gak kontak gue sombong lo ya?!” ujarnya setengah protes kala tangannya mengulur untuk menarik gitar putih celine yang tercangklong di pundak kanan.

“yeeee.. gue mah gak demen sama lo ngapain kudu ngontak tiap hari.” celine sedikit sewot, terus melangkah masuk mengikuti kaki gibran dan mengabaikan kalandra yang sekarang senyumnya sudah merekah sempurna.

gue dichat tiap hari. batinnya, nampak bangga.

gibran kemudian meletakkan gitar celine tersebut di sofa, lalu lanjut mendudukkan diri di karpet lebar, dekat meja. “nih cel, doyan gak? kalo doyan ambil aja.” ujarnya, menyodor martabak telur dari atas meja.

“lo aja dah, abisin ya nak gibran.” celine membalas sambil tetap berdiri, menunggu kalandra mendekat.

ruangan besar itu tampak sedikit penuh saat ini, beberapa kantong kresek tergeletak banyak di depan pintu kamar, bahkan jumlah sepatu yang ada di rak depan juga bertambah. setidaknya, ada sepatu perempuan yang netra celine tangkap beberapa saat lalu.

pikiran gadis itu terpaksa sirna ketika tangan kalandra mendorong bahunya dengan maksud agar segera duduk. “diem situ dulu, gue ambilin minum.” ujarnya, tersenyum tipis.

sinting.

celine berani bersumpah kalandra mode anteng yang tidak usil menggodanya itu terlihat 100% lebih menggoda iman. gadis itu lantas hanya bisa mengangguk, menurut, dan diam setelahnya. sebuah momen langka sebenarnya.

“REL MARTABAK LO LUDES REL.” gibran tau-tau berteriak.

“abisin aja.. dan omong-omong sumpah ya bran, gak usah teriak! gue disini.” sosok yang tidak pernah celine lihat itu berjalan mendekat seraya tangannya sibuk mengusuk kepala dengan handuk. baru keramas.

“kan gue gak ngerti lo udah kelar mandi.” gibran membela diri. “nih rel, celine..” lanjutnya, mempersilakan karel untuk berkenalan.

“temennya kalandra ya? gue karel.” lelaki itu mengulurkan jabat tangan sebentar.

“hehe, celine..” ujarnya, membalas jabat tangan.

“gitar lo senarnya lepas?”

“iya, katanya mau dibenerin.”

karel mengangguk. sudah tentu ia paham bahwa yang dimaksud ingin membetulkan gitar tersebut adalah jave.

“jave masih di kamar bran?” lelaki itu bertanya, tangannya menarik remot tv dan menyerahkannya ke celine. sebab ia tau hari ini gadis itu datang ingin mengajak kalandra untuk menonton.

tentu saja berkat kalandra yang memang sudah rewel sejak beberapa hari sebelumnya.

“terakhir gue liat sih molor, gak ngerti sekarang.”

“kalo rain?”

“mandi kali?”

“ya udah.” karel manggut-manggut.

“nah tuh panjang umur baru lo omongin udah keluar.” gibran menunjuk pintu kamar yang barusan terbuka itu dengan dagu. dari sana keluar dua manusia yang.... bagaimana mendeskripsikannya lagi?

“kakak jalan sendiri jangan nyender-nyender itu sumpah berat banget.”

“ngantukkk aku rain.”

“ya makanya tadi aku bilang diem di kamar?”

“terus aku biarin kamu di depan sendirian? ntar kamu bongkarin lego lagi, aku yang benerin.. pusing ya aku ya.”

“JAV, RAIN.” gibran melambaikan tangan menyapa, menyuruh keduanya duduk mendekat. bersamaan itu pula kalandra datang dengan nampan besar berisi minuman hangat.

“kesabet apaan lo bikin teh?” karel terkekeh, membiarkan temannya itu tebar pesona sambil sesekali geleng-geleng kepala tidak habis pikir.

kalandra meletakkan nampannya, lalu duduk di sebelah celine.

“celine kan? mana gitarnya? sini gue benerin di kamar sekalian gue mau mandi.” jave menagih tanpa basa-basi. sudah khas javerio.

“tuh-tuh, deket karel.” suara kalandra mendahului celine yang ingin buka suara untuk menyaut. sepertinya terlampau paham jave akan berubah jadi kulkas berjalan pada gadis yang baru ia kenal. dalam artian lain, kalandra takut celine tersinggung. padahal memang sudah kepribadian jave saja yang seperti itu sejak dulu.

“oke. gue bawa dulu ke dalem ya?” ujarnya cepat, lalu menerima gitar yang diulur karel sebentar sambil menyuruh rain duduk terlebih dulu.

“aku mandi bentar..” pamitnya, mengacak rambut rain sepersekian detik sebelum akhirnya menghilang kembali di balik pintu kamar.

celine kembali menggaruk tengkuknya canggung. kehadiran rain membuatnya mati gaya. sebab ia sadar, disini orang asingnya adalah dirinya sendiri.

“nih miles..” kalandra menyodor teh dengan gelas putih yang berbeda dari lainnya.

celine reflek mengerut alis dan menoleh. “lo racunin gue yah?”

“itu gelasnya gue bedain soalnya gue pake gula sedikit anjir bisa-bisanya lo katain gue ngeracun!”

celine berdecak, menerima teh tersebut. “yaudah santai doooong!! makasieh yah dek kalandra.”

kalandra mengangguk sambil tertawa, tangannya kemudian bergerak menarik tas kecil celine dari atas pangkuan gadis itu dan meletakkannya di meja.

“halo? kak celine, ya?”

celine hampir tersedak sebab tidak menyangka ia akan disapa terlebih dulu. gadis itu lantas menyerahkan gelas ke kalandra dan lanjut mengulurkan tangan. mengabaikan kalandra yang kini kebingungan karena harus mencekali gelasnya secara mendadak. “hehe iya nih, celine.. lo rain ya? yang kampus di surabaya?”

rain melongo. “oh? kok kakak tau?” tanyanya ketika usai berjabat tangan.

“tau dong..” celine tertawa canggung. sebab bagaimana ia tidak tau jika kalandra pernah mengajaknya ke kampus gadis itu untuk mengantarkan titipan?

rain tidak mau kalah. “kalo kak celine yang pernah jadi model di videonya serenity bukan? yang di lagu hope? yang berdiri di taman pake dress item selutut?”

celine melongo takjub. “lo kok tau??? itu udah 5 tahun lalu loh.”

giliran kalandra, karel dan gibran yang menyimak pembicaraan dua perempuan yang baru berkenalan tersebut.

“kak kalandra ngasih liat fotonya tadi siang. gue pikir kok kayak gak asing, asal tau aja gue budaknya serenity banget jadi kayak yang gue relain ngubek video sampe dapet.. terus, NAH KAN BENER CEWEKNYA KAK KALANDRA NONGOL BELAKANG JERSEN!!”

ceweknya kak kalandra.

celine langsung membeku dengan jeritan tertahan. title tersebut membuat jantungnya berlarian.

“mampus lo rain, cowok lo kenal sama celine berarti.” kalandra meledek terang-terangan, membuat rain reflek menggaruk keningnya. “curang ya, padahal gue ini juga mau banget.”

“jave kah maksudnya? gue mah gak kenal sumpah. baru hari ini ketemunyaa.” celine menyilangkan tangan depan dada. membela diri, takut dianggap perempuan aneh karena berani-beraninya mendekati cowok orang lain.

“hahahaha bukan, cowok rain.. jersen limantara maksudnya.” karel nimbrung disela-sela kegiatannya mengotak-atik ponsel.

“EH LO SUKA JERSEN LIMANTARA?” celine langsung melotot.

rain maju mendekat, menyukai topik obrolan yang diambil. “banget loh kak, itu seriusan lo kenal kah?”

“gak kenal deket banget tapi gue ada kontaknya..”

“HAHHHHHH?” bukan suara rain, tapi suara gibran. “terus cel? lo apain?”

“jual dong. mayan man, cuannn.” celine melontar canda, namun mengingat ada dua manusia yang baru beberapa menit ini mengenalnya, gadis itu langsung berdeham. “gak gue apa-apain.” lanjutnya, kembali serius. kalandra sampai tertawa karena melihat celine kelimpungan sendiri.

“wah kak... wah......” rain benar melongo kali ini. raut iri-nya terlihat begitu menggemaskan bahkan bagi celine sekalipun.

“dah.. yuk miles, setel film lo cepet.” kalandra menyenggol lengan celine sebentar.

“nonton barengan? semua?”

“kenapa? lo mau berduaan bareng kalandra?” gibran menyaut. menoleh ke belakang, ke arah celine dan kalandra yang duduk di atas sofa.

“gak gitu anjir, maksudnya.. emang lo suka? ini gue mau nonton drakor berpuluh-puluh episode loh?”

“lo nginep?”

“kenapa? lo melarang?” celine mengerut alis.

“wah, harusnya gue ajak anne sekalian ya biar gak garing. masa iya gue ngedate bareng karel?”

“bacot brannnn..” kalandra langsung menyela, meletakkan selimut cokelat ke pangkuan celine. “tuh, kalo kedinginan.” ujarnya. selang beberapa detik ia menyodorkan makanan ringan mendekat. “nih amunisi lo, yuk mulai.”


siapa pula yang tidak pernah menangis ketika menonton film? entah itu karena momen sedih, momen haru, ataupun momen yang kelewat bahagia.

sudah berjam-jam berlalu ketika mereka menonton drama pilihan celine dalam tenang tanpa suara. dan sudah beberapa kali pula celine mendapati kalandra sibuk membersit cairan hidungnya sendiri. lelaki itu bahkan sampai menarik tong sampah mendekat agar lebih mudah untuk membuang tisu.

“kal?”

“gue gak nangis, cuma terharu.” kalandra menyanggah, kembali membersit hidungnya dengan mata memerah. sebenarnya kalandra bukan menangis yang sampai menitikkan air mata, lelaki itu lebih ke menahan tangis saja. namun sepertinya sudah level parah karena cairan hidungnya sampai sering meluber keluar.

“katanya lo mau gue jajanin setahun loh kal?”

kalandra menoleh tidak terima, “terus katanya nih drama juga drama komedi loh cel..”

celine mencekali hidungnya sendiri sebab geli setengah mati. ia biasanya juga menangis di banyak bagian drama tersebut, namun kali ini ia malah tertawa dalam hening. ia bahkan tidak menangis sekali-pun hari ini. gibran yang ada di bawahnya bahkan juga sama saja, menarik napas berulang kali bersamaan dengan karel yang juga melakukan tindak serupa.

rain? jangan ditanya, gadis itu hanya diam di tempatnya. celine melihat beberapa kali jave bahkan menoleh seakan khawatir gadisnya menangis lebih kencang dari kalandra. namun tidak, rain cuma kelihatan menghela napasnya dalam hening sama seperti gibran dan karel. baru ketika scene tentang ayah keluar, ia menangis sambil menyenderkan kepala di senderan kursi dengan jave yang hanya aktif menyodorkan tisu saja.

jave dan rain, sejak dulu tidak hobi bermesraan depan umum.

“cel, gue juga minta tisu dong.”

oke, sekarang gibran menyerah dan menoleh dengan mata memerah penuh air mata. membuat celine sampai merasa bersalah karena membuat ruangan ini menjadi arena balap acara membersit hidung dalam sekejap.

“lo kok gak nangis miles?” kalandra menyender, mengikuti pergerakan celine.

“gue gak merhatiin banget soalnya.” celine menjawab sambil menoleh.

“terus kenapa lo minta rewatch?”

“hmmm... gini ya kal ya..” celine bergerak mendekat, ingin berbisik. “gue nonton drama ini berulang kali di kos apa di rumah juga bisa. nah gue liat lo umbelan gini kapan lagi?”

kalandra langsung melotot. “sengaja mau cari aib gue lo ya!”

“gak sih, cuma emang lebih menarik lo aja makanya mata gue liatnya ke lo lebih sering.”

“itu namanya lo gombalin gue!”

“enggak..”

kalandra merengut, sekali lagi membersit cairan hidungnya yang masih tersisa. “nih drama nyenggolnya hati ya miles, terlalu anget.”

“kan! gue juga capek banget dikit-dikit nangis pas liat, tapi nangisnya tuh nangis yang terharu yang.. ah anjirlah, susah berenti gak sih? apa lagi pas.. NAH, pas lagu ini keputer.. DOH KAL...” celine malah berisik berdua dengan kalandra.

“tapi kata lo suaminya siapa deh?”

“rahasia lah, gue mah udah tau.”

“kasih spoiler lah..” kalandra tiba-tiba merengek, menyilakan kaki di atas sofa sambil menatap celine dengan tatapan lucu.

“ih banyak spoilernya kal!!! lo kalo jeli pasti udah tau dengan cepat lah serius.”

“di pikiran gue sih satu..” karel menyaut. “tapi gue gak ngerti bener apa gak.”

“coba siapa sini bisikin gue.” celine menarik bantalan kursi dan mendekatkannya ke telinga agar karel bisa membisikkan nama di balik sana tanpa terlihat oleh yang lain.

“WOY BENER WOY!” celine langsung heboh, membuat yang lain reflek mendekat minta dispoiler.

“apa gue bilang hahahaha.”

“tau dari apanya?” jave bertanya.

“dari anunya.”

“yang jelas rel.. gue penasaran.”

“ya yang anu ya rel ya.”

“heem. jelas sih. yang pasti gue awal taunya sejak yang cowoknya bilang gue mau ngerokok dulu.. dah paham gue.”

kalandra langsung berdecak, “nonton dulu aja lah. kalo gak kuat penasaran lo cari di internet.” ujarnya kemudian, mengakhiri diskusi.

“emang lo gak penasaran kal?”

“penasaran lah!”

“emang lo mikirnya siapa sekarang?”

“junghwan!”

celine langsung iba.

in this room, they're gather around.


“kal gue gak berani.” ucapan celine menjadi kalimat pertama yang terlontar tepat sebelum kaki mereka memasuki unit kalandra.

pukul setengah tujuh malam. tangan keduanya bahkan sudah sibuk membawa amunisi dan bahkan gitar yang janjinya akan dibenarkan nanti.

kalandra tertawa, “takut apaaaa?”

“takut kenalan.”

“justru gue khawatir temen gue lebih takut kenalan sama lo.”

“kok gitu sih?!”

“mereka bertiga pada diem soalnya..”

celine terdiam, “waduh.. kacau anjir. ntar kalo gue ngakak sendirian gimana kal? canggung dong!”

“ya nanti gue ikut ketawa. ada gue kan, santai lah.”

celine berdecak, lalu menekan password kalandra dan melangkah masuk terlebih dulu. meninggalkan lelaki itu yang makin tertawa di belakangnya meski tangannya masih sibuk menanting segala makanan ringan yang dibeli celine kapan hari.

“kal?”

celine menggaruk tengkuknya. itu suara gibran.

“kalandra?”

“gue ini gue.. kalandra masih nyopot sepatu!”

“celine?” gibran langsung berlari menyambut di dekat pintu masuk untuk memberikan tos tangan sebentar. “lama gak kontak gue sombong lo ya?!” ujarnya setengah protes kala tangannya mengulur untuk menarik gitar putih celine yang tercangklong di pundak kanan.

“yeeee.. gue mah gak demen sama lo ngapain kudu ngontak tiap hari.” celine sedikit sewot, terus melangkah masuk mengikuti kaki gibran dan mengabaikan kalandra yang sekarang senyumnya sudah merekah sempurna.

gue dichat tiap hari. batinnya, nampak bangga.

gibran kemudian meletakkan gitar celine tersebut di sofa, lalu lanjut mendudukkan diri di karpet lebar, dekat meja. “nih cel, doyan gak? kalo doyan ambil aja.” ujarnya, menyodor martabak telur dari atas meja.

“lo aja dah, abisin ya nak gibran.” celine membalas sambil tetap berdiri, menunggu kalandra mendekat.

ruangan besar itu tampak sedikit penuh saat ini, beberapa kantong kresek tergeletak banyak di depan pintu kamar, bahkan jumlah sepatu yang ada di rak depan juga bertambah. setidaknya, ada sepatu perempuan yang netra celine tangkap beberapa saat lalu.

pikiran gadis itu terpaksa sirna ketika tangan kalandra mendorong bahunya dengan maksud agar segera duduk. “diem situ dulu, gue ambilin minum.” ujarnya, tersenyum tipis.

sinting.

celine berani bersumpah kalandra mode anteng yang tidak usil menggodanya itu terlihat 100% lebih menggoda iman. gadis itu lantas hanya bisa mengangguk, menurut, dan diam setelahnya. sebuah momen langka sebenarnya.

“REL MARTABAK LO LUDES REL.” gibran tau-tau berteriak.

“abisin aja.. dan omong-omong sumpah ya bran, gak usah teriak! gue disini.” sosok yang tidak pernah celine lihat itu berjalan mendekat seraya tangannya sibuk mengusuk kepala dengan handuk. baru keramas.

“kan gue gak ngerti lo udah kelar mandi.” gibran membela diri. “nih rel, celine..” lanjutnya, mempersilakan karel untuk berkenalan.

“temennya kalandra ya? gue karel.” lelaki itu mengulurkan jabat tangan sebentar.

“hehe, celine..” ujarnya, membalas jabat tangan.

“gitar lo senarnya lepas?”

“iya, katanya mau dibenerin.”

karel mengangguk. sudah tentu ia paham bahwa yang dimaksud ingin membetulkan gitar tersebut adalah jave.

“jave masih di kamar bran?” lelaki itu bertanya, tangannya menarik remot tv dan menyerahkannya ke celine. sebab ia tau hari ini gadis itu datang ingin mengajak kalandra untuk menonton.

tentu saja berkat kalandra yang memang sudah rewel sejak beberapa hari sebelumnya.

“terakhir gue liat sih molor, gak ngerti sekarang.”

“kalo rain?”

“mandi kali?”

“ya udah.” karel manggut-manggut.

“nah tuh panjang umur baru lo omongin udah keluar.” gibran menunjuk pintu kamar yang barusan terbuka itu dengan dagu. dari sana keluar dua manusia yang.... bagaimana mendeskripsikannya lagi?

“kakak jalan sendiri jangan nyender-nyender itu sumpah berat banget.”

“ngantukkk aku rain.”

“ya makanya tadi aku bilang diem di kamar?”

“terus aku biarin kamu di depan sendirian? ntar kamu bongkarin lego lagi, aku yang benerin.. pusing ya aku ya.”

“JAV, RAIN.” gibran melambaikan tangan menyapa, menyuruh keduanya duduk mendekat. bersamaan itu pula kalandra datang dengan nampan besar berisi minuman hangat.

“kesabet apaan lo bikin teh?” karel terkekeh, membiarkan temannya itu tebar pesona sambil sesekali geleng-geleng kepala tidak habis pikir.

kalandra meletakkan nampannya, lalu duduk di sebelah celine.

“celine kan? mana gitarnya? sini gue benerin di kamar sekalian gue mau mandi.” jave menagih tanpa basa-basi. sudah khas javerio.

“tuh-tuh, deket karel.” suara kalandra mendahului celine yang ingin buka suara untuk menyaut. sepertinya terlampau paham jave akan berubah jadi kulkas berjalan pada gadis yang baru ia kenal. dalam artian lain, kalandra takut celine tersinggung. padahal memang sudah kepribadian jave saja yang seperti itu sejak dulu.

“oke. gue bawa dulu ke dalem ya?” ujarnya cepat, lalu menerima gitar yang diulur karel sebentar sambil menyuruh rain duduk terlebih dulu.

“aku mandi bentar..” pamitnya, mengacak rambut rain sepersekian detik sebelum akhirnya menghilang kembali di balik pintu kamar.

celine kembali menggaruk tengkuknya canggung. kehadiran rain membuatnya mati gaya. sebab ia sadar, disini orang asingnya adalah dirinya sendiri.

“nih miles..” kalandra menyodor teh dengan gelas putih yang berbeda dari lainnya.

celine reflek mengerut alis dan menoleh. “lo racunin gue yah?”

“itu gelasnya gue bedain soalnya gue pake gula sedikit anjir bisa-bisanya lo katain gue ngeracun!”

celine berdecak, menerima teh tersebut. “yaudah santai doooong!! makasieh yah dek kalandra.”

kalandra mengangguk sambil tertawa, tangannya kemudian bergerak menarik tas kecil celine dari atas pangkuan gadis itu dan meletakkannya di meja.

“halo? kak celine, ya?”

celine hampir tersedak sebab tidak menyangka ia akan disapa terlebih dulu. gadis itu lantas menyerahkan gelas ke kalandra dan lanjut mengulurkan tangan. mengabaikan kalandra yang kini kebingungan karena harus mencekali gelasnya secara mendadak. “hehe iya nih, celine.. lo rain ya? yang kampus di surabaya?”

rain melongo. “oh? kok kakak tau?”

“tau dong..” celine tertawa canggung. sebab bagaimana ia tidak tau jika kalandra pernah mengajaknya ke kampus gadis itu untuk mengantarkan titipan?

rain tidak mau kalah. “kalo kak celine yang pernah jadi model di videonya serenity bukan? yang di lagu hope? yang berdiri di taman pake dress item selutut?”

celine melongo takjub. “lo kok tau??? itu udah 5 tahun lalu loh.”

giliran kalandra, karel dan gibran yang menyimak pembicaraan dua perempuan yang baru berkenalan tersebut.

“kak kalandra ngasih liat fotonya tadi siang. gue pikir kok kayak gak asing, asal tau aja gue budaknya serenity banget jadi kayak yang gue relain ngubek video sampe dapet.. terus, NAH KAN BENER CEWEKNYA KAK KALANDRA NONGOL BELAKANG JERSEN!!”

ceweknya kak kalandra.

celine langsung membeku dengan jeritan tertahan. title tersebut membuat jantungnya berlarian.

“mampus lo rain, cowok lo kenal sama celine berarti.” kalandra meledek terang-terangan, membuat rain reflek menggaruk keningnya. “curang ya, padahal gue ini juga mau banget.”

“jave kah maksudnya? gue mah gak kenal sumpah. baru hari ini ketemunyaa.” celine menyilangkan tangan depan dada. membela diri, takut dianggap perempuan aneh karena berani-beraninya mendekati cowok orang lain.

“hahahaha bukan, cowok rain.. jersen limantara maksudnya.” karel nimbrung disela-sela kegiatannya mengotak-atik ponsel.

“EH LO SUKA JERSEN LIMANTARA?” celine langsung melotot.

rain maju mendekat, menyukai topik obrolan yang diambil. “banget loh kak, itu seriusan lo kenal kah?”

“gak kenal deket banget tapi gue ada kontaknya..”

“HAHHHHHH?” bukan suara rain, tapi suara gibran. “terus cel? lo apain?”

“jual dong. mayan man, cuannn.” celine melontar canda, namun mengingat ada dua manusia yang baru beberapa menit ini mengenalnya, gadis itu langsung berdeham. “gak gue apa-apain.” lanjutnya, kembali serius. kalandra sampai tertawa karena melihat celine kelimpungan sendiri.

“wah kak... wah......” rain benar melongo kali ini. raut iri-nya terlihat begitu menggemaskan bahkan bagi celine sekalipun.

“dah.. yuk miles, setel film lo cepet.” kalandra menyenggol lengan celine sebentar.

“nonton barengan? semua?”

“kenapa? lo mau berduaan bareng kalandra?” gibran menyaut. menoleh ke belakang, ke arah celine dan kalandra yang duduk di atas sofa.

“gak gitu anjir, maksudnya.. emang lo suka? ini gue mau nonton drakor berpuluh-puluh episode loh?”

“lo nginep?”

“kenapa? lo melarang?” celine mengerut alis.

“wah, harusnya gue ajak anne sekalian ya biar gak garing. masa iya gue ngedate bareng karel?”

“bacot brannnn..” kalandra langsung menyela, meletakkan selimut cokelat ke pangkuan celine. “tuh, kalo kedinginan.” ujarnya. selang beberapa detik ia menyodorkan makanan ringan mendekat. “nih amunisi lo, yuk mulai.”


siapa pula yang tidak pernah menangis ketika menonton film? entah itu karena momen sedih, momen haru, ataupun momen yang kelewat bahagia.

sudah berjam-jam berlalu ketika mereka menonton drama pilihan celine dalam tenang tanpa suara. dan sudah beberapa kali pula celine mendapati kalandra sibuk membersit cairan hidungnya sendiri. lelaki itu bahkan sampai menarik tong sampah mendekat agar lebih mudah untuk membuang tisu.

“kal?”

“gue gak nangis, cuma terharu.” kalandra menyanggah, kembali membersit hidungnya dengan mata memerah. sebenarnya kalandra bukan menangis yang sampai menitikkan air mata, lelaki itu lebih ke menahan tangis saja. namun sepertinya sudah level parah karena cairan hidungnya sampai sering meluber keluar.

“katanya lo mau gue jajanin setahun loh kal?”

kalandra menoleh tidak terima, “terus katanya nih drama juga drama komedi loh cel..”

celine mencekali hidungnya sendiri sebab geli setengah mati. ia biasanya juga menangis di banyak bagian drama tersebut, namun kali ini ia malah tertawa dalam hening. ia bahkan tidak menangis sekali-pun hari ini. gibran yang ada di bawahnya bahkan juga sama saja, menarik napas berulang kali bersamaan dengan karel yang juga melakukan tindak serupa.

rain? jangan ditanya, gadis itu hanya diam di tempatnya. celine melihat beberapa kali jave bahkan menoleh seakan khawatir gadisnya menangis lebih kencang dari kalandra. namun tidak, rain cuma kelihatan menghela napasnya dalam hening sama seperti gibran dan karel. baru ketika scene tentang ayah keluar, ia menangis sambil menyenderkan kepala di senderan kursi dengan jave yang hanya aktif menyodorkan tisu saja.

jave dan rain, sejak dulu tidak hobi bermesraan depan umum.

“cel, gue juga minta tisu dong.”

oke, sekarang gibran menyerah dan menoleh dengan mata memerah penuh air mata. membuat celine sampai merasa bersalah karena membuat ruangan ini menjadi arena balap acara membersit hidung dalam sekejap.

“lo kok gak nangis miles?” kalandra menyender, mengikuti pergerakan celine.

“gue gak merhatiin banget soalnya.” celine menjawab sambil menoleh.

“terus kenapa lo minta rewatch?”

“hmmm... gini ya kal ya..” celine bergerak mendekat, ingin berbisik. “gue nonton drama ini berulang kali di kos apa di rumah juga bisa. nah gue liat lo umbelan gini kapan lagi?”

kalandra langsung melotot. “sengaja mau cari aib gue lo ya!”

“gak sih, cuma emang lebih menarik lo aja makanya mata gue liatnya ke lo lebih sering.”

“itu namanya lo gombalin gue!”

“enggak..”

kalandra merengut, sekali lagi membersit cairan hidungnya yang masih tersisa. “nih drama nyenggolnya hati ya miles, terlalu anget.”

“kan! gue juga capek banget dikit-dikit nangis pas liat, tapi nangisnya tuh nangis yang terharu yang.. ah anjirlah, susah berenti gak sih? apa lagi pas.. NAH, pas lagu ini keputer.. DOH KAL...” celine malah berisik berdua dengan kalandra.

“tapi kata lo suaminya siapa deh?”

“rahasia lah, gue mah udah tau.”

“kasih spoiler lah..” kalandra tiba-tiba merengek, menyilakan kaki di atas sofa sambil menatap celine dengan tatapan lucu.

“ih banyak spoilernya kal!!! lo kalo jeli pasti udah tau dengan cepat lah serius.”

“di pikiran gue sih satu..” karel menyaut. “tapi gue gak ngerti bener apa gak.”

“coba siapa sini bisikin gue.” celine menarik bantalan kursi dan mendekatkannya ke telinga agar karel bisa membisikkan nama di balik sana tanpa terlihat oleh yang lain.

“WOY BENER WOY!” celine langsung heboh, membuat yang lain reflek mendekat minta dispoiler.

“apa gue bilang hahahaha.”

“tau dari apanya?” jave bertanya.

“dari anunya.”

“yang jelas rel.. gue penasaran.”

“ya yang anu ya rel ya.”

“heem. jelas sih. yang pasti gue awal taunya sejak yang cowoknya bilang gue mau ngerokok dulu.. dah paham gue.”

kalandra langsung berdecak, “nonton dulu aja lah. kalo gak kuat penasaran lo cari di internet.” ujarnya kemudian, mengakhiri diskusi.

“emang lo gak penasaran kal?”

“penasaran lah!”

“emang lo mikirnya siapa sekarang?”

“junghwan!”

celine langsung iba.

in this room, they're gather around.


“kal gue gak berani.” ucapan celine menjadi kalimat pertama yang terlontar tepat sebelum kaki mereka memasuki unit kalandra.

pukul setengah tujuh malam. tangan keduanya bahkan sudah sibuk membawa amunisi dan bahkan gitar yang janjinya akan dibenarkan nanti.

kalandra tertawa, “takut apaaaa?”

“takut kenalan.”

“justru gue khawatir temen gue lebih takut kenalan sama lo.”

“kok gitu sih?!”

“mereka bertiga pada diem soalnya..”

celine terdiam, “waduh.. kacau anjir. ntar kalo gue ngakak sendirian gimana kal? canggung dong!”

“ya nanti gue ikut ketawa. ada gue kan, santai lah.”

celine berdecak, lalu menekan password kalandra dan melangkah masuk terlebih dulu. meninggalkan lelaki itu yang makin tertawa di belakangnya meski tangannya masih sibuk menanting segala makanan ringan yang dibeli celine kapan hari.

“kal?”

celine menggaruk tengkuknya. itu suara gibran.

“kalandra?”

“gue ini gue.. kalandra masih nyopot sepatu!”

“celine?” gibran langsung berlari menyambut di dekat pintu masuk untuk memberikan tos tangan sebentar. “lama gak kontak gue sombong lo ya?!” ujarnya setengah protes kala tangannya mengulur untuk menarik gitar putih celine yang tercangklong di pundak kanan.

“yeeee.. gue mah gak demen sama lo ngapain kudu ngontak tiap hari.” celine sedikit sewot, terus melangkah masuk mengikuti kaki gibran dan mengabaikan kalandra yang sekarang senyumnya sudah merekah sempurna.

gue dichat tiap hari. batinnya, nampak bangga.

gibran kemudian meletakkan gitar celine tersebut di sofa, lalu lanjut mendudukkan diri di karpet lebar, dekat meja. “nih cel, doyan gak? kalo doyan ambil aja.” ujarnya, menyodor martabak telur dari atas meja.

“lo aja dah, abisin ya nak gibran.” celine membalas sambil tetap berdiri, menunggu kalandra mendekat.

ruangan besar itu tampak sedikit penuh saat ini, beberapa kantong kresek tergeletak banyak di depan pintu kamar, bahkan jumlah sepatu yang ada di rak depan juga bertambah. setidaknya, ada sepatu perempuan yang netra celine tangkap beberapa saat lalu.

pikiran gadis itu terpaksa sirna ketika tangan kalandra mendorong bahunya dengan maksud agar segera duduk. “diem situ dulu, gue ambilin minum.” ujarnya, tersenyum tipis.

sinting.

celine berani bersumpah kalandra mode anteng yang tidak usil menggodanya itu terlihat 100% lebih menggoda iman. gadis itu lantas hanya bisa mengangguk, menurut, dan diam setelahnya. sebuah momen langka sebenarnya.

“REL MARTABAK LO LUDES REL.” gibran tau-tau berteriak.

“abisin aja.. dan omong-omong sumpah ya bran, gak usah teriak! gue disini.” sosok yang tidak pernah celine lihat itu berjalan mendekat seraya tangannya sibuk mengusuk kepala dengan handuk. baru keramas.

“kan gue gak ngerti lo udah kelar mandi.” gibran membela diri. “nih rel, celine..” lanjutnya, mempersilakan karel untuk berkenalan.

“temennya kalandra ya? gue karel.” lelaki itu mengulurkan jabat tangan sebentar.

“hehe, celine..” ujarnya, membalas jabat tangan.

“gitar lo senarnya lepas?”

“iya, katanya mau dibenerin.”

karel mengangguk. sudah tentu ia paham bahwa yang dimaksud ingin membetulkan gitar tersebut adalah jave.

“jave masih di kamar bran?” lelaki itu bertanya, tangannya menarik remot tv dan menyerahkannya ke celine. sebab ia tau hari ini gadis itu datang ingin mengajak kalandra untuk menonton.

tentu saja berkat kalandra yang memang sudah rewel sejak beberapa hari sebelumnya.

“terakhir gue liat sih molor, gak ngerti sekarang.”

“kalo rain?”

“mandi kali?”

“ya udah.” karel manggut-manggut.

“nah tuh panjang umur baru lo omongin udah keluar.” gibran menunjuk pintu kamar yang barusan terbuka itu dengan dagu. dari sana keluar dua manusia yang.... bagaimana mendeskripsikannya lagi?

“kakak jalan sendiri jangan nyender-nyender itu sumpah berat banget.”

“ngantukkk aku rain.”

“ya makanya tadi aku bilang diem di kamar?”

“terus aku biarin kamu di depan sendirian? ntar kamu bongkarin lego lagi, aku yang benerin.. pusing ya aku ya.”

“JAV, RAIN.” gibran melambaikan tangan menyapa, menyuruh keduanya duduk mendekat. bersamaan itu pula kalandra datang dengan nampan besar berisi minuman hangat.

“kesabet apaan lo bikin teh?” karel terkekeh, membiarkan temannya itu tebar pesona sambil sesekali geleng-geleng kepala tidak habis pikir.

kalandra meletakkan nampannya, lalu duduk di sebelah celine.

“celine kan? mana gitarnya? sini gue benerin di kamar sekalian gue mau mandi.” jave menagih tanpa basa-basi. sudah khas javerio.

“tuh-tuh, deket karel.” suara kalandra mendahului celine yang ingin buka suara untuk menyaut. sepertinya terlampau paham jave akan berubah jadi kulkas berjalan pada gadis yang baru ia kenal. dalam artian lain, kalandra takut celine tersinggung. padahal memang sudah kepribadian jave saja yang seperti itu sejak dulu.

“oke. gue bawa dulu ke dalem ya?” ujarnya cepat, lalu menerima gitar yang diulur karel sebentar sambil menyuruh rain duduk terlebih dulu.

“aku mandi bentar ya..” pamitnya, mengacak rambut rain sepersekian detik sebelum akhirnya menghilang kembali di balik pintu kamar.

celine kembali menggaruk tengkuknya canggung. kehadiran rain membuatnya mati gaya. sebab ia sadar, disini orang asingnya adalah dirinya sendiri.

“nih miles..” kalandra menyodor teh dengan gelas putih yang berbeda dari lainnya.

celine reflek mengerut alis dan menoleh. “lo racunin gue yah?”

“itu gelasnya gue bedain soalnya gue pake gula sedikit anjir bisa-bisanya lo katain gue ngeracun!”

celine berdecak, menerima teh tersebut. “yaudah santai doooong!! makasieh yah dek kalandra.”

kalandra mengangguk sambil tertawa, tangannya kemudian bergerak menarik tas kecil celine dari atas pangkuan gadis itu dan meletakkannya di meja.

“halo? kak celine, ya?”

celine hampir tersedak sebab tidak menyangka ia akan disapa terlebih dulu. gadis itu lantas menyerahkan gelas ke kalandra dan lanjut mengulurkan tangan. mengabaikan kalandra yang kini kebingungan karena harus mencekali gelasnya secara mendadak. “hehe iya nih, celine.. lo rain ya? yang kampus di surabaya?”

rain melongo. “oh? kok kakak tau?”

“tau dong..” celine tertawa canggung. sebab bagaimana ia tidak tau jika kalandra pernah mengajaknya ke kampus gadis itu untuk mengantarkan titipan?

rain tidak mau kalah. “kalo kak celine yang pernah jadi model di videonya serenity bukan? yang di lagu hope? yang berdiri di taman pake dress item selutut?”

celine melongo takjub. “lo kok tau??? itu udah 5 tahun lalu loh.”

giliran kalandra, karel dan gibran yang menyimak pembicaraan dua perempuan yang baru berkenalan tersebut.

“kak kalandra ngasih liat fotonya tadi siang. gue pikir kok kayak gak asing, asal tau aja gue budaknya serenity banget jadi kayak yang gue relain ngubek video sampe dapet.. terus, NAH KAN BENER CEWEKNYA KAK KALANDRA NONGOL BELAKANG JERSEN!!”

ceweknya kak kalandra.

celine langsung membeku dengan jeritan tertahan. title tersebut membuat jantungnya berlarian.

“mampus lo rain, cowok lo kenal sama celine berarti.” kalandra meledek terang-terangan, membuat rain reflek menggaruk keningnya. “curang ya, padahal gue ini juga mau banget.”

“jave kah maksudnya? gue mah gak kenal sumpah. baru hari ini ketemunyaa.” celine menyilangkan tangan depan dada. membela diri, takut dianggap perempuan aneh karena berani-beraninya mendekati cowok orang lain.

“hahahaha bukan, cowok rain.. jersen limantara maksudnya.” karel nimbrung disela-sela kegiatannya mengotak-atik ponsel.

“EH LO SUKA JERSEN LIMANTARA?” celine langsung melotot.

rain maju mendekat, menyukai topik obrolan yang diambil. “banget loh kak, itu seriusan lo kenal kah?”

“gak kenal deket banget tapi gue ada kontaknya..”

“HAHHHHHH?” bukan suara rain, tapi suara gibran. “terus cel? lo apain?”

“jual dong. mayan man, cuannn.” celine melontar canda, namun mengingat ada dua manusia yang baru beberapa menit ini mengenalnya, gadis itu langsung berdeham. “gak gue apa-apain.” lanjutnya, kembali serius. kalandra sampai tertawa karena melihat celine kelimpungan sendiri.

“wah kak... wah......” rain benar melongo kali ini. raut iri-nya terlihat begitu menggemaskan bahkan bagi celine sekalipun.

“dah.. yuk miles, setel film lo cepet.” kalandra menyenggol lengan celine sebentar.

“nonton barengan? semua?”

“kenapa? lo mau berduaan bareng kalandra?” gibran menyaut. menoleh ke belakang, ke arah celine dan kalandra yang duduk di atas sofa.

“gak gitu anjir, maksudnya.. emang lo suka? ini gue mau nonton drakor berpuluh-puluh episode loh?”

“lo nginep?”

“kenapa? lo melarang?” celine mengerut alis.

“wah, harusnya gue ajak anne sekalian ya biar gak garing. masa iya gue ngedate bareng karel?”

“bacot brannnn..” kalandra langsung menyela, meletakkan selimut cokelat ke pangkuan celine. “tuh, kalo kedinginan.” ujarnya. selang beberapa detik ia menyodorkan makanan ringan mendekat. “nih amunisi lo, yuk mulai.”


siapa pula yang tidak pernah menangis ketika menonton film? entah itu karena momen sedih, momen haru, ataupun momen yang kelewat bahagia.

sudah berjam-jam berlalu ketika mereka menonton drama pilihan celine dalam tenang tanpa suara. dan sudah beberapa kali pula celine mendapati kalandra sibuk membersit cairan hidungnya sendiri. lelaki itu bahkan sampai menarik tong sampah mendekat agar lebih mudah untuk membuang tisu.

“kal?”

“gue gak nangis, cuma terharu.” kalandra menyanggah, kembali membersit hidungnya dengan mata memerah. sebenarnya kalandra bukan menangis yang sampai menitikkan air mata, lelaki itu lebih ke menahan tangis saja. namun sepertinya sudah level parah karena cairan hidungnya sampai sering meluber keluar.

“katanya lo mau gue jajanin setahun loh kal?”

kalandra menoleh tidak terima, “terus katanya nih drama juga drama komedi loh cel..”

celine mencekali hidungnya sendiri sebab geli setengah mati. ia biasanya juga menangis di banyak bagian drama tersebut, namun kali ini ia malah tertawa dalam hening. ia bahkan tidak menangis sekali-pun hari ini. gibran yang ada di bawahnya bahkan juga sama saja, menarik napas berulang kali bersamaan dengan karel yang juga melakukan tindak serupa.

rain? jangan ditanya, gadis itu hanya diam di tempatnya. celine melihat beberapa kali jave bahkan menoleh seakan khawatir gadisnya menangis lebih kencang dari kalandra. namun tidak, rain cuma kelihatan menghela napasnya dalam hening sama seperti gibran dan karel. baru ketika scene tentang ayah keluar, ia menangis sambil menyenderkan kepala di senderan kursi dengan jave yang hanya aktif menyodorkan tisu saja.

jave dan rain, sejak dulu tidak hobi bermesraan depan umum.

“cel, gue juga minta tisu dong.”

oke, sekarang gibran menyerah dan menoleh dengan mata memerah penuh air mata. membuat celine sampai merasa bersalah karena membuat ruangan ini menjadi arena balap acara membersit hidung dalam sekejap.

“lo kok gak nangis miles?” kalandra menyender, mengikuti pergerakan celine.

“gue gak merhatiin banget soalnya.” celine menjawab sambil menoleh.

“terus kenapa lo minta rewatch?”

“hmmm... gini ya kal ya..” celine bergerak mendekat, ingin berbisik. “gue nonton drama ini berulang kali di kos apa di rumah juga bisa. nah gue liat lo umbelan gini kapan lagi?”

kalandra langsung melotot. “sengaja mau cari aib gue lo ya!”

“gak sih, cuma emang lebih menarik lo aja makanya mata gue liatnya ke lo lebih sering.”

“itu namanya lo gombalin gue!”

“enggak..”

kalandra merengut, sekali lagi membersit cairan hidungnya yang masih tersisa. “nih drama nyenggolnya hati ya miles, terlalu anget.”

“kan! gue juga capek banget dikit-dikit nangis pas liat, tapi nangisnya tuh nangis yang terharu yang.. ah anjirlah, susah berenti gak sih? apa lagi pas.. NAH, pas lagu ini keputer.. DOH KAL...” celine malah berisik berdua dengan kalandra.

“tapi kata lo suaminya siapa deh?”

“rahasia lah, gue mah udah tau.”

“kasih spoiler lah..” kalandra tiba-tiba merengek, menyilakan kaki di atas sofa sambil menatap celine dengan tatapan lucu.

“ih banyak spoilernya kal!!! lo kalo jeli pasti udah tau dengan cepat lah serius.”

“di pikiran gue sih satu..” karel menyaut. “tapi gue gak ngerti bener apa gak.”

“coba siapa sini bisikin gue.” celine menarik bantalan kursi dan mendekatkannya ke telinga agar karel bisa membisikkan nama di balik sana tanpa terlihat oleh yang lain.

“WOY BENER WOY!” celine langsung heboh, membuat yang lain reflek mendekat minta dispoiler.

“apa gue bilang hahahaha.”

“tau dari apanya?” jave bertanya.

“dari anunya.”

“yang jelas rel.. gue penasaran.”

“ya yang anu ya rel ya.”

“heem. jelas sih. yang pasti gue awal taunya sejak yang cowoknya bilang gue mau ngerokok dulu.. dah paham gue.”

kalandra langsung berdecak, “nonton dulu aja lah. kalo gak kuat penasaran lo cari di internet.” ujarnya kemudian, mengakhiri diskusi.

“emang lo gak penasaran kal?”

“penasaran lah!”

“emang lo mikirnya siapa sekarang?”

“junghwan!”

celine langsung iba.

in this room, they're gather around.


“kal gue gak berani.” ucapan celine menjadi kalimat pertama yang terlontar tepat sebelum kaki mereka memasuki unit kalandra.

pukul setengah tujuh malam. tangan keduanya bahkan sudah sibuk membawa amunisi dan bahkan gitar yang janjinya akan dibenarkan nanti.

kalandra tertawa, “takut apaaaa?”

“takut kenalan.”

“justru gue khawatir temen gue lebih takut kenalan sama lo.”

“kok gitu sih?!”

“mereka bertiga pada diem soalnya..”

celine terdiam, “waduh.. kacau anjir. ntar kalo gue ngakak sendirian gimana kal? canggung dong!”

“ya nanti gue ikut ketawa. ada gue kan, santai lah.”

celine berdecak, lalu menekan password kalandra dan melangkah masuk terlebih dulu. meninggalkan lelaki itu yang makin tertawa di belakangnya meski tangannya masih sibuk menanting segala makanan ringan yang dibeli celine kapan hari.

“kal?”

celine menggaruk tengkuknya. itu suara gibran.

“kalandra?”

“gue ini gue.. kalandra masih nyopot sepatu!”

“celine?” gibran langsung berlari menyambut di dekat pintu masuk untuk memberikan tos tangan sebentar. “lama gak kontak gue sombong lo ya?!” ujarnya setengah protes kala tangannya mengulur untuk menarik gitar putih celine yang tercangklong di pundak kanan.

“yeeee.. gue mah gak demen sama lo ngapain kudu ngontak tiap hari.” celine sedikit sewot, terus melangkah masuk mengikuti kaki gibran dan mengabaikan kalandra yang sekarang senyumnya sudah merekah sempurna.

gue dichat tiap hari. batinnya, nampak bangga.

gibran kemudian meletakkan gitar celine tersebut di sofa, lalu lanjut mendudukkan diri di karpet lebar, dekat meja. “nih cel, doyan gak? kalo doyan ambil aja.” ujarnya, menyodor martabak telur dari atas meja.

“lo aja dah, abisin ya nak gibran.” celine membalas sambil tetap berdiri, menunggu kalandra mendekat.

ruangan besar itu tampak sedikit penuh saat ini, beberapa kantong kresek tergeletak banyak di depan pintu kamar, bahkan jumlah sepatu yang ada di rak depan juga bertambah. setidaknya, ada sepatu perempuan yang netra celine tangkap beberapa saat lalu.

pikiran gadis itu terpaksa sirna ketika tangan kalandra mendorong bahunya dengan maksud agar segera duduk. “diem situ dulu, gue ambilin minum.” ujarnya, tersenyum tipis.

sinting.

celine berani bersumpah kalandra mode anteng yang tidak usil menggodanya itu terlihat 100% lebih menggoda iman. gadis itu lantas hanya bisa mengangguk, menurut, dan diam setelahnya. sebuah momen langka sebenarnya.

“REL MARTABAK LO LUDES REL.” gibran tau-tau berteriak.

“abisin aja.. dan omong-omong sumpah ya bran, gak usah teriak! gue disini.” sosok yang tidak pernah celine lihat itu berjalan mendekat seraya tangannya sibuk mengusuk kepala dengan handuk. baru keramas.

“kan gue gak ngerti lo udah kelar mandi.” gibran membela diri. “nih rel, celine..” lanjutnya, mempersilakan karel untuk berkenalan.

“temennya kalandra ya? gue karel.” lelaki itu mengulurkan jabat tangan sebentar.

“hehe, celine..” ujarnya, membalas jabat tangan.

“gitar lo senarnya lepas?”

“iya, katanya mau dibenerin.”

karel mengangguk. sudah tentu ia paham bahwa yang dimaksud ingin membetulkan gitar tersebut adalah jave.

“jave masih di kamar bran?” lelaki itu bertanya, tangannya menarik remot tv dan menyerahkannya ke celine. sebab ia tau hari ini gadis itu datang ingin mengajak kalandra untuk menonton.

tentu saja berkat kalandra yang memang sudah rewel sejak beberapa hari sebelumnya.

“terakhir gue liat sih molor, gak ngerti sekarang.”

“kalo rain?”

“mandi kali?”

“ya udah.” karel manggut-manggut.

“nah tuh panjang umur baru lo omongin udah keluar.” gibran menunjuk pintu kamar yang barusan terbuka itu dengan dagu. dari sana keluar dua manusia yang.... bagaimana mendeskripsikannya lagi?

“kakak jalan sendiri jangan nyender-nyender itu sumpah berat banget.”

“ngantukkk aku rain.”

“ya makanya tadi aku bilang diem di kamar?”

“terus aku biarin kamu di depan sendirian? ntar kamu bongkarin lego lagi, aku yang benerin.. pusing ya aku ya.”

“JAV, RAIN.” gibran melambaikan tangan menyapa, menyuruh keduanya duduk mendekat. bersamaan itu pula kalandra datang dengan nampan besar berisi minuman hangat.

“kesabet apaan lo bikin teh?” karel terkekeh, membiarkan temannya itu tebar pesona sambil sesekali geleng-geleng kepala tidak habis pikir.

kalandra meletakkan nampannya, lalu duduk di sebelah celine.

“celine kan? mana gitarnya? sini gue benerin di kamar sekalian gue mau mandi.” jave menagih tanpa basa-basi. sudah khas javerio.

“tuh-tuh, deket karel.” suara kalandra mendahului celine yang ingin buka suara untuk menyaut. sepertinya terlampau paham jave akan berubah jadi kulkas berjalan pada gadis yang baru ia kenal. dalam artian lain, kalandra takut celine tersinggung. padahal memang sudah kepribadian jave saja yang seperti itu sejak dulu.

“oke. gue bawa dulu ke dalem ya?” ujarnya cepat, lalu menerima gitar yang diulur karel sebentar sambil menyuruh rain duduk terlebih dulu.

“aku mandi bentar ya..” pamitnya, mengacak rambut rain sepersekian detik sebelum akhirnya menghilang kembali di balik pintu kamar.

celine kembali menggaruk tengkuknya canggung. kehadiran rain membuatnya mati gaya. sebab ia sadar, disini orang asingnya adalah dirinya sendiri.

“nih miles..” kalandra menyodor teh dengan gelas putih yang berbeda dari lainnya.

celine reflek mengerut alis dan menoleh. “lo racunin gue yah?”

“itu gelasnya gue bedain soalnya gue pake gula sedikit anjir bisa-bisanya lo katain gue ngeracun!”

celine berdecak, menerima teh tersebut. “yaudah santai doooong!! makasieh yah dek kalandra.”

kalandra mengangguk sambil tertawa, tangannya kemudian bergerak menarik tas kecil celine dari atas pangkuan gadis itu dan meletakkannya di meja.

“halo? kak celine, ya?”

celine hampir tersedak sebab tidak menyangka ia akan disapa terlebih dulu. gadis itu lantas menyerahkan gelas ke kalandra dan lanjut mengulurkan tangan. mengabaikan kalandra yang kini kebingungan karena harus mencekali gelasnya secara mendadak. “hehe iya nih, celine.. lo rain ya? yang kampus di surabaya?”

rain melongo. “oh? kok kakak tau?”

“tau dong..” celine tertawa canggung. sebab bagaimana ia tidak tau jika kalandra pernah mengajaknya ke kampus gadis itu untuk mengantarkan titipan?

rain tidak mau kalah. “kalo kak celine yang pernah jadi model di videonya serenity bukan? yang di lagu hope? yang berdiri di taman pake dress item selutut?”

celine melongo takjub. “lo kok tau??? itu udah 5 tahun lalu loh.”

giliran kalandra, karel dan gibran yang menyimak pembicaraan dua perempuan yang baru berkenalan tersebut.

“kak kalandra ngasih liat fotonya tadi siang. gue pikir kok kayak gak asing, asal tau aja gue budaknya serenity banget jadi kayak yang gue relain ngubek video sampe dapet.. terus, NAH KAN BENER CEWEKNYA KAK KALANDRA NONGOL BELAKANG JERSEN!!”

ceweknya kak kalandra.

celine langsung membeku dengan jeritan tertahan. title tersebut membuat jantungnya berlarian.

“mampus lo rain, cowok lo kenal sama celine berarti.” kalandra meledek terang-terangan, membuat rain reflek menggaruk keningnya. “curang ya, padahal gue ini juga mau banget.”

“jave kah maksudnya? gue mah gak kenal sumpah. baru hari ini ketemunyaa.” celine menyilangkan tangan depan dada. membela diri, takut dianggap perempuan aneh karena berani-beraninya mendekati cowok orang lain.

“hahahaha bukan, cowok rain.. jersen limantara maksudnya.” karel nimbrung disela-sela kegiatannya mengotak-atik ponsel.

“EH LO SUKA JERSEN LIMANTARA?” celine langsung melotot.

rain maju mendekat, menyukai topik obrolan yang diambil. “banget loh kak, itu seriusan lo kenal kah?”

“gak kenal deket banget tapi gue ada kontaknya..”

“HAHHHHHH?” bukan suara rain, tapi suara gibran. “terus cel? lo apain?”

“jual dong. mayan man, cuannn.” celine melontar canda, namun mengingat ada dua manusia yang baru beberapa menit ini mengenalnya, gadis itu langsung berdeham. “gak gue apa-apain.” lanjutnya, kembali serius. kalandra sampai tertawa karena melihat celine kelimpungan sendiri.

“wah kak... wah......” rain benar melongo kali ini. raut iri-nya terlihat begitu menggemaskan bahkan bagi celine sekalipun.

“dah.. yuk miles, setel film lo cepet.” kalandra menyenggol lengan celine sebentar.

“nonton barengan? semua?”

“kenapa? lo mau berduaan bareng kalandra?” gibran menyaut. menoleh ke belakang, ke arah celine dan kalandra yang duduk di atas sofa.

“gak gitu anjir, maksudnya.. emang lo suka? ini gue mau nonton drakor berpuluh-puluh episode loh?”

“lo nginep?”

“kenapa? lo melarang?” celine mengerut alis.

“wah, harusnya gue ajak anne sekalian ya biar gak garing. masa iya gue ngedate bareng karel?”

“bacot brannnn..” kalandra langsung menyela, meletakkan selimut cokelat ke pangkuan celine. “tuh, kalo kedinginan.” ujarnya. selang beberapa detik ia menyodorkan makanan ringan mendekat. “nih amunisi lo, yuk mulai.”


siapa pula yang tidak pernah menangis ketika menonton film? entah itu karena momen sedih, momen haru, ataupun momen yang kelewat bahagia.

sudah berjam-jam berlalu ketika mereka menonton drama pilihan celine dalam tenang tanpa suara. dan sudah beberapa kali pula celine mendapati kalandra sibuk membersit cairan hidungnya sendiri. lelaki itu bahkan sampai menarik tong sampah mendekat agar lebih mudah untuk membuang tisu.

“kal?”

“gue gak nangis, cuma terharu.” kalandra menyanggah, kembali membersit hidungnya dengan mata memerah. sebenarnya kalandra bukan menangis yang sampai menitikkan air mata, lelaki itu lebih ke menahan tangis saja. namun sepertinya sudah level parah karena cairan hidungnya sampai sering meluber keluar.

“katanya lo mau gue jajanin setahun loh kal?”

kalandra menoleh tidak terima, “terus katanya nih drama juga drama komedi loh cel..”

celine mencekali hidungnya sendiri sebab geli setengah mati. ia biasanya juga menangis di banyak bagian drama tersebut, namun kali ini ia malah tertawa dalam hening. ia bahkan tidak menangis sekali-pun hari ini. gibran yang ada di bawahnya bahkan juga sama saja, menarik napas berulang kali bersamaan dengan karel yang juga melakukan tindak serupa.

rain? jangan ditanya, gadis itu hanya diam di tempatnya. celine melihat beberapa kali jave bahkan menoleh seakan khawatir gadisnya menangis lebih kencang dari kalandra. namun tidak, rain cuma kelihatan menghela napasnya dalam hening sama seperti gibran dan karel. baru ketika scene tentang ayah keluar, ia menangis sambil menyenderkan kepala di senderan kursi dengan jave yang hanya aktif menyodorkan tisu saja.

jave dan rain, sejak dulu tidak hobi bermesraan depan umum.

“cel, gue juga minta tisu dong.”

oke, sekarang gibran menyerah dan menoleh dengan mata memerah penuh air mata. membuat celine sampai merasa bersalah karena membuat ruangan ini menjadi arena balap acara membersit hidung dalam sekejap.

in this room, they're gather around.


“kal gue gak berani.” ucapan celine menjadi kalimat pertama yang terlontar tepat sebelum kaki mereka memasuki unit kalandra.

pukul setengah tujuh malam. tangan keduanya bahkan sudah sibuk membawa amunisi dan bahkan gitar yang janjinya akan dibenarkan nanti.

kalandra tertawa, “takut apaaaa?”

“takut kenalan.”

“justru gue khawatir temen gue lebih takut kenalan sama lo.”

“kok gitu sih?!”

“mereka bertiga pada diem soalnya..”

celine terdiam, “waduh.. kacau anjir. ntar kalo gue ngakak sendirian gimana kal? canggung dong!”

“ya nanti gue ikut ketawa. ada gue kan, santai lah.”

celine berdecak, lalu menekan password kalandra dan melangkah masuk terlebih dulu. meninggalkan lelaki itu yang makin tertawa di belakangnya meski tangannya masih sibuk menanting segala makanan ringan yang dibeli celine kapan hari.

“kal?”

celine menggaruk tengkuknya. itu suara gibran.

“kalandra?”

“gue ini gue.. kalandra masih nyopot sepatu!”

“celine?” gibran langsung berlari menyambut di dekat pintu masuk untuk memberikan tos tangan sebentar. “lama gak kontak gue sombong lo ya?!” ujarnya setengah protes kala tangannya mengulur untuk menarik gitar putih celine yang tercangklong di pundak kanan.

“yeeee.. gue mah gak demen sama lo ngapain kudu ngontak tiap hari.” celine sedikit sewot, terus melangkah masuk mengikuti kaki gibran dan mengabaikan kalandra yang sekarang senyumnya sudah merekah sempurna.

gue dichat tiap hari. batinnya, nampak bangga.

gibran kemudian meletakkan gitar celine tersebut di sofa, lalu lanjut mendudukkan diri di karpet lebar, dekat meja. “nih cel, doyan gak? kalo doyan ambil aja.” ujarnya, menyodor martabak telur dari atas meja.

“lo aja dah, abisin ya nak gibran.” celine membalas sambil tetap berdiri, menunggu kalandra mendekat.

ruangan besar itu tampak sedikit penuh saat ini, beberapa kantong kresek tergeletak banyak di depan pintu kamar, bahkan jumlah sepatu yang ada di rak depan juga bertambah. setidaknya, ada sepatu perempuan yang netra celine tangkap beberapa saat lalu.

pikiran gadis itu terpaksa sirna ketika tangan kalandra mendorong bahunya dengan maksud agar segera duduk. “diem situ dulu, gue ambilin minum.” ujarnya, tersenyum tipis.

sinting.

celine berani bersumpah kalandra mode anteng yang tidak usil menggodanya itu terlihat 100% lebih menggoda iman. gadis itu lantas hanya bisa mengangguk, menurut, dan diam setelahnya. sebuah momen langka sebenarnya.

“REL MARTABAK LO LUDES REL.” gibran tau-tau berteriak.

“abisin aja.. dan omong-omong sumpah ya bran, gak usah teriak! gue disini.” sosok yang tidak pernah celine lihat itu berjalan mendekat seraya tangannya sibuk mengusuk kepala dengan handuk. baru keramas.

“kan gue gak ngerti lo udah kelar mandi.” gibran membela diri. “nih rel, celine..” lanjutnya, mempersilakan karel untuk berkenalan.

“temennya kalandra ya? gue karel.” lelaki itu mengulurkan jabat tangan sebentar.

“hehe, celine..” ujarnya, membalas jabat tangan.

“gitar lo senarnya lepas?”

“iya, katanya mau dibenerin.”

karel mengangguk. sudah tentu ia paham bahwa yang dimaksud ingin membetulkan gitar tersebut adalah jave.

“jave masih di kamar bran?” lelaki itu bertanya, tangannya menarik remot tv dan menyerahkannya ke celine. sebab ia tau hari ini gadis itu datang ingin mengajak kalandra untuk menonton.

tentu saja berkat kalandra yang memang sudah rewel sejak beberapa hari sebelumnya.

“terakhir gue liat sih molor, gak ngerti sekarang.”

“kalo rain?”

“mandi kali?”

“ya udah.” karel manggut-manggut.

“nah tuh panjang umur baru lo omongin udah keluar.” gibran menunjuk pintu kamar yang barusan terbuka itu dengan dagu. dari sana keluar dua manusia yang.... bagaimana mendeskripsikannya lagi?

“kakak jalan sendiri jangan nyender-nyender itu sumpah berat banget.”

“ngantukkk aku rain.”

“ya makanya tadi aku bilang diem di kamar?”

“terus aku biarin kamu di depan sendirian? ntar kamu bongkarin lego lagi, aku yang benerin.. pusing ya aku ya.”

“JAV, RAIN.” gibran melambaikan tangan menyapa, menyuruh keduanya duduk mendekat. bersamaan itu pula kalandra datang dengan nampan besar berisi minuman hangat.

“kesabet apaan lo bikin teh?” karel terkekeh, membiarkan temannya itu tebar pesona sambil sesekali geleng-geleng kepala tidak habis pikir.

kalandra meletakkan nampannya, lalu duduk di sebelah celine.

“celine kan? mana gitarnya? sini gue benerin di kamar sekalian gue mau mandi.” jave menagih tanpa basa-basi. sudah khas javerio.

“tuh-tuh, deket karel.” suara kalandra mendahului celine yang ingin buka suara untuk menyaut. sepertinya terlampau paham jave akan berubah jadi kulkas berjalan pada gadis yang baru ia kenal. dalam artian lain, kalandra takut celine tersinggung. padahal memang sudah kepribadian jave saja yang seperti itu sejak dulu.

“oke. gue bawa dulu ke dalem ya?” ujarnya cepat, lalu menerima gitar yang diulur karel sebentar sambil menyuruh rain duduk terlebih dulu.

“aku mandi bentar ya..” pamitnya, mengacak rambut rain sepersekian detik sebelum akhirnya menghilang kembali di balik pintu kamar.

celine kembali menggaruk tengkuknya canggung. kehadiran rain membuatnya mati gaya. sebab ia sadar, disini orang asingnya adalah dirinya sendiri.

“nih miles..” kalandra menyodor teh dengan gelas putih yang berbeda dari lainnya.

celine reflek mengerut alis dan menoleh. “lo racunin gue yah?”

“itu gelasnya gue bedain soalnya gue pake gula sedikit anjir bisa-bisanya lo katain gue ngeracun!”

celine berdecak, menerima teh tersebut. “yaudah santai doooong!! makasieh yah dek kalandra.”

kalandra mengangguk sambil tertawa, tangannya kemudian bergerak menarik tas kecil celine dari atas pangkuan gadis itu dan meletakkannya di meja.

“halo? kak celine, ya?”

celine hampir tersedak sebab tidak menyangka ia akan disapa terlebih dulu. gadis itu lantas menyerahkan gelas ke kalandra dan lanjut mengulurkan tangan. mengabaikan kalandra yang kini kebingungan karena harus mencekali gelasnya secara mendadak. “hehe iya nih, celine.. lo rain ya? yang kampus di surabaya?”

rain melongo. “oh? kok kakak tau?”

“tau dong..” celine tertawa canggung. sebab bagaimana ia tidak tau jika kalandra pernah mengajaknya ke kampus gadis itu untuk mengantarkan titipan?

rain tidak mau kalah. “kalo kak celine yang pernah jadi model di videonya serenity bukan? yang di lagu hope? yang berdiri di taman pake dress item selutut?”

celine melongo takjub. “lo kok tau??? itu udah 5 tahun lalu loh.”

giliran kalandra, karel dan gibran yang menyimak pembicaraan dua perempuan yang baru berkenalan tersebut.

“kak kalandra ngasih liat fotonya tadi siang. gue pikir kok kayak gak asing, asal tau aja gue budaknya serenity banget jadi kayak yang gue relain ngubek video sampe dapet.. terus, NAH KAN BENER CEWEKNYA KAK KALANDRA NONGOL BELAKANG JERSEN!!”

ceweknya kak kalandra.

celine langsung membeku dengan jeritan tertahan. title tersebut membuat jantungnya berlarian.

“mampus lo rain, cowok lo kenal sama celine berarti.” kalandra meledek terang-terangan, membuat rain reflek menggaruk keningnya. “curang ya, padahal gue ini juga mau banget.”

“jave kah maksudnya? gue mah gak kenal sumpah. baru hari ini ketemunyaa.” celine menyilangkan tangan depan dada. membela diri, takut dianggap perempuan aneh karena berani-beraninya mendekati cowok orang lain.

“hahahaha bukan, cowok rain.. jersen limantara maksudnya.” karel nimbrung disela-sela kegiatannya mengotak-atik ponsel.

“EH LO SUKA JERSEN LIMANTARA?” celine langsung melotot.

rain maju mendekat, menyukai topik obrolan yang diambil. “banget loh kak, itu seriusan lo kenal kah?”

“gak kenal deket banget tapi gue ada kontaknya..”

“HAHHHHHH?” bukan suara rain, tapi suara gibran. “terus cel? lo apain?”

“jual dong. mayan man, cuannn.” celine melontar canda, namun mengingat ada dua manusia yang baru beberapa menit ini mengenalnya, gadis itu langsung berdeham. “gak gue apa-apain.” lanjutnya, kembali serius. kalandra sampai tertawa karena melihat celine kelimpungan sendiri.

“wah kak... wah......” rain benar melongo kali ini. raut iri-nya terlihat begitu menggemaskan bahkan bagi celine sekalipun.

“dah.. yuk miles, setel film lo cepet.” kalandra menyenggol lengan celine sebentar.

“nonton barengan? semua?”

“kenapa? lo mau berduaan bareng kalandra?” gibran menyaut. menoleh ke belakang, ke arah celine dan kalandra yang duduk di atas sofa.

“gak gitu anjir, maksudnya.. emang lo suka? ini gue mau nonton drakor berpuluh-puluh episode loh?”

“lo nginep?”

“kenapa? lo melarang?” celine mengerut alis.

“wah, harusnya gue ajak anne sekalian ya biar gak garing. masa iya gue ngedate bareng karel?”

“bacot brannnn..” kalandra langsung menyela, meletakkan selimut cokelat ke pangkuan celine. “tuh, kalo kedinginan.” ujarnya. selang beberapa detik ia menyodorkan makanan ringan mendekat. “nih amunisi lo, yuk mulai.”


siapa pula yang tidak pernah menangis ketika menonton film? entah itu karena momen sedih, momen haru, ataupun momen yang kelewat bahagia.

sudah berjam-jam berlalu ketika mereka menonton drama pilihan celine dalam tenang tanpa suara. dan sudah beberapa kali pula celine mendapati kalandra sibuk membersit cairan hidungnya sendiri. lelaki itu bahkan sampai menarik tong sampah mendekat agar lebih mudah untuk membuang tisu.

“kal?”

“gue gak nangis, cuma terharu.” kalandra menyanggah, kembali membersit hidungnya dengan mata memerah. sebenarnya kalandra bukan menangis yang sampai menitikkan air mata, lelaki itu lebih ke menahan tangis saja. namun sepertinya sudah level parah karena cairan hidungnya sampai sering meluber keluar.

“katanya lo mau gue jajanin setahun loh kal?”

kalandra menoleh tidak terima, “terus katanya nih drama juga drama komedi loh cel..”

celine mencekali hidungnya sendiri sebab geli setengah mati. ia biasanya juga menangis di banyak bagian drama tersebut, namun kali ini ia malah tertawa dalam hening. ia bahkan tidak menangis sekali-pun hari ini. gibran yang ada di bawahnya bahkan juga sama saja, menarik napas berulang kali bersamaan dengan karel yang juga melakukan tindak serupa.

rain? jangan ditanya, gadis itu hanya diam di tempatnya. celine melihat beberapa kali jave bahkan menoleh seakan khawatir gadisnya menangis lebih kencang dari kalandra. namun tidak, rain cuma kelihatan menghela napasnya dalam hening sama seperti gibran dan karel. baru ketika scene tentang ayah keluar, ia menangis sambil menyenderkan kepala di senderan kursi dengan jave yang hanya aktif menyodorkan tisu saja.

jave dan rain, sejak dulu tidak hobi bermesraan depan umum.

“cel, gue juga minta tisu dong.”

oke, sekarang gibran menyerah dan menoleh dengan mata memerah penuh air mata. membuat celine sampai merasa bersalah karena membuat ruangan ini menjadi arena balap acara membersit hidung.

and he know it, he fell in love.


“sini kasih gue tas laptop lo miles.” kalandra berujar sambil tangannya bergerak cepat, menarik tas hitam tersebut dari celine dan langsung menantingnya di tangan kiri.

“lah lo juga bawa barang tuh tangan kiri lo full tas laptop doang kal. dah gue bawa sendiri ajaa.”

kalandra menggeleng. “gue butuh tangan lo dua-duanya miles.”

“maks....” pertanyaan yang hampir terlontar itu langsung batal keluar ketika tangan kanan kalandra menarik pergelangan tangan kiri celine, memasukkannya ke dalam genggaman hangat.

“gandeng. boleh?”

celine menelan ludahnya kuat-kuat, lalu melirik ke bawah. ke arah tangannya sendiri yang sekarang sudah secepat kilat basah oleh keringat dingin.

kalandra menggandengnya. lagi.

tentu ini bukan kali pertama tangannya ditarik dadakan, namun kali ini berbeda. lelaki itu menyusur pelan telapak tangan dan jemari celine secara lembut dan menguncinya dalam cekalan kuat.

“miles!!!”

“kata gue lo diem, sumpah, kal.. diem kal.”

kalandra tertawa, mulai menarik langkah agar celine kembali berjalan. “nah, tangan kanan lo nanti tolong pegangin aja ciloknya. ngerti?”

“KAL LO JANGAN BERLAGAK KEK ABG BARU JATUH CINTA ANJIR.”

“emang lo doang yang boleh jatuh cinta? guenya enggak gitu?”

“mulut lo noh mulut lo.” celine reflek mencubit bibir kalandra agar bungkam saja saking gemasnya.

“lah apa sih gue nih nanyaaaaa.”

“PERTANYAAN LO TUH MEMBUNUH SANUBARI GUE TAU GAK?!”

“hehe.”

“NGAPA LO HAHAHEHE?!”

“kebablas, tuh gerobak ciloknya ada di kanan lo.”

sialan. celine langsung mundur 3 langkah diikuti oleh kalandra yang masih saja terus cengengesan. puas sekali membuat gadis secantik celine jadi salah tingkah akut seperti ini.

“misi pak.. beli sepuluh ribu campur ya.”

“pedes gak non?”

“pedesin aja pak. biar sariawan sekalian.”

kalandra makin tertawa lebar tanpa suara di sampingnya. tangannya yang menggandeng itu bahkan sudah ia goyang-goyang kecil saking senangnya.

“gue dalam rangka bikin lo sariawan kenapa heboh banget sih kal ya Tuhan sumpah..”

“seneng aja.”

“ck.” celine berdecak, berusaha menarik cekalan namun gagal dalam sekali coba. ya tentu saja, tenaganya tidak banding. dan baru saja ia ingin meneduhkan kepala sedikit ke bawah payung pelangi milik bapak cilok, sebuah teriakan keras yang sangat ia hafal itu melantun dari arah berlawanan.

“CE CELINEE!”

betul. itu ayen. galenio albian, nama lengkapnya.

gadis itu spontan melambaikan tangan kanan dan menyuruh sepupunya itu untuk mendekat.

benar tidak sendiri rupanya, ada sekitar 7 orang di sekitar ayen berjalan. 3 diantaranya perempuan, sisanya laki-laki.

kalandra reflek ikut menolehkan pandang dan lumayan terkejut melihat perawakan super tinggi dari lelaki yang baru menyapa celine tersebut. tangannya yang menggandeng reflek menguat, tidak ingin gadisnya lepas.

celine ingin melirik tangannya di bawah sana namun batal seketika karena ayen sudah tiba di sampingnya menawarkan kepalan tangan untuk menyapa.

“lo balik kapan, yen?” tanyanya dengan suara setengah serak seraya membalas salam sepupunya tersebut.

“jam 6an sih gue. omong-omong gue beliin cilok juga dong ce cel.” ayen membalas sambil kini bercengkrama dengan bapak penjual cilok. “8 bungkus isinya samain kayak pesenan yang bapak bikin ya pak. dia yang bayar hahahahaha.”

celine melotot, reflek menjambak rambut ayen kuat dengan tangan kanannya. “gue udah baik-baikin karna ada temen lo malah gue lo rampok!!!!!!!!!!!!! HIDUPIN MIRNA GUE YEN!!!”

kalandra reflek melepas cekalan dan membantu ayen agar bebas dari serangan celine. setidaknya ia lega sekali ketika mendengar nama mirna disebut, yang mana berarti lelaki ini adalah sepupu celine yang diceritakan kala itu.

“cel hahaha kalem cel. botak ntar.”

“NGELUNJAK LO YA BENER-BENER.” balasnya sambil melepas jambakan.

“wah edan. jambakan lo tuh hanya beberapa detik tapi.. NAH KAN, RONTOK TUH 2 HELAI CE!!!”

“bodo amat.”

“shampoo lo di rumah gue ambil liat aja.”

sialan. kepala celine langsung berkedut. dan suara bapak cilok yang mendadak menyela itu membuat ia menghela napas lega.

“dah selesai non.”

celine mengangguk dan menarik satu bungkus pesanannya, lantas membayar. menghadang tangan kalandra yang ingin mengambil dompet.

“gue aja kal. sekalian tuh bayarin anak setan ngerampok siang-siang.”

kalandra tertawa, lalu mengangguk. “oke.”

“pacarnya ce celine kah?” ayen, yang sedari tadi ribut itu otomatis bertanya pada kalandra sambil merapikan rambutnya.

celine sudah ingin menyela ketika kalandra mengangguk di sebelahnya. “iya. lo sepupu celine?”

“heem. galenio.” ujarnya mengajak berkenalan.

“kalandra.”

“oke kak kalandra. jaga diri ya.. semoga lo dijauhkan dari tangan maut ce celine.”

“hahahaha oke. omong-omong gue ajak celine cabut dulu gak papa ya?”

“ajak ajaa.. sumpah ajak aja. gue gak masalah.”

“anak setan.” celine menjewer telinga ayen kuat-kuat ketika tangannya sendiri perlahan kembali masuk dalam genggaman kalandra. lelaki itu menarik tubuhnya menjauh.

“liat aja lo ntar yen!”

ayen menjulur lidah tanda ia tidak takut sedikitpun. sebab selamanya celine akan terlihat seperti kakak yang baik di matanya meski tangan dan bibir celine suka kemana-mana.

and he know it, he fell in love.


“sini kasih gue tas laptop lo miles.” kalandra berujar sambil tangannya bergerak cepat, menarik tas hitam tersebut dari celine dan langsung menantingnya di tangan kiri.

“lah lo juga bawa barang tuh tangan kiri lo full tas laptop doang kal. dah gue bawa sendiri ajaa.”

kalandra menggeleng. “gue butuh tangan lo dua-duanya miles.”

“maks....” pertanyaan yang hampir terlontar itu langsung batal keluar ketika tangan kanan kalandra menarik pergelangan tangan kiri celine, memasukkannya ke dalam genggaman hangat.

“gandeng. boleh?”

celine menelan ludahnya kuat-kuat, lalu melirik ke bawah. ke arah tangannya sendiri yang sekarang sudah secepat kilat basah oleh keringat dingin.

kalandra menggandengnya. lagi.

tentu ini bukan kali pertama tangannya ditarik dadakan, namun kali ini berbeda. lelaki itu menyusur pelan telapak tangan dan jemari celine secara lembut dan menguncinya dalam cekalan kuat.

“miles!!!”

“kata gue lo diem, sumpah, kal.. diem kal.”

kalandra tertawa, kembali menarik langkah agar celine kembali berjalan. “nah, tangan kanan lo nanti tolong suapin gue ciloknya. ngerti?”

“KAL LO JANGAN BERLAGAK KEK ABG BARU JATUH CINTA ANJIR.”

“emang lo doang yang boleh jatuh cinta? guenya enggak gitu?”

“mulut lo noh mulut lo.” celine reflek mencubit bibir kalandra agar bungkam saja saking gemasnya.

“lah apa sih gue nih nanyaaaaa.”

“PERTANYAAN LO TUH MEMBUNUH SANUBARI GUE TAU GAK?!”

“hehe.”

“NGAPA LO HAHAHEHE?!”

“kebablas, tuh gerobak ciloknya ada di kanan lo.”

sialan. celine langsung mundur 3 langkah diikuti oleh kalandra yang masih saja terus cengengesan. puas sekali membuat gadis secantik celine jadi salah tingkah akut seperti ini.

“misi pak.. beli sepuluh ribu campur ya.”

“pedes gak non?”

“pedesin aja pak. biar sariawan sekalian.”

kalandra makin tertawa lebar tanpa suara di sampingnya. tangan kirinya yang menggandeng itu bahkan sudah ia goyang-goyang kecil saking senangnya.

“gue dalam rangka bikin lo sariawan kenapa heboh banget sih kal ya Tuhan sumpah..”

“seneng aja.”

“ck.” celine berdecak, berusaha menarik cekalan namun gagal dalam sekali coba. ya tentu saja, tenaganya tidak banding. baru saja ia ingin meneduhkan kepala sedikit ke bawah payung pelangi milik bapak cilok, sebuah teriakan keras yang sangat ia hafal itu melantun dari arah berlawanan.

“CE CELINEE!”

betul. itu ayen. galenio albian, nama lengkapnya.

gadis itu spontan melambaikan tangan kanan dan menyuruh sepupunya itu untuk mendekat.

benar tidak sendiri rupanya, ada sekitar 7 orang ada di sekitar ayen berjalan. 3 diantaranya perempuan, sisanya laki-laki.

kalandra reflek ikut menolehkan pandang dan lumayan terkejut melihat perawakan super tinggi dari lelaki yang baru menyapa celine tersebut. tangannya yang menggandeng reflek menguat, tidak ingin gadisnya lepas.

celine yang ingin melirik itu sontak batal karena ayen sudah tiba di sampingnya menawarkan kepalan tangan untuk menyapa.

“lo balik kapan, yen?” tanyanya dengan suara setengah serak seraya membalas salam sepupunya tersebut.

“jam 6an sih gue. omong-omong gue beliin cilok juga dong ce cel.” ayen membalas sambil kini bercengkrama dengan bapak penjual cilok. “8 bungkus isinya samain kayak pesenan yang bapak bikin ya pak. dia yang bayar hahahahaha.”

celine melotot, reflek menjambak rambut ayen kuat dengan tangan kanannya. “gue udah baik-baikin karna ada temen lo malah gue lo rampok!!!!!!!!!!!!! HIDUPIN MIRNA GUE YEN!!!”

kalandra reflek melepas cekalan dan membantu ayen agar bebas dari serangan celine. setidaknya ia lega sekali ketika mendengar nama mirna disebut, yang mana berarti lelaki ini adalah sepupu celine yang diceritakan kala itu.

“cel hahaha kalem cel. botak ntar.”

“NGELUNJAK LO YA BENER-BENER.” balasnya sambil melepas jambakan.

“wah edan. jambakan lo tuh hanya beberapa detik tapi.. NAH KAN, RONTOK TUH 2 HELAI CE!!!”

“bodo amat.”

“shampoo lo di rumah gue ambil liat aja.”

sialan. kepala celine langsung berkedut. dan suara bapak cilok yang mendadak menyela itu membuat ia menghela napas lega.

“dah selesai mbak.”

celine mengangguk dan menarik satu bungkus pesanannya, lantas membayar. menghadang tangan kalandra yang ingin mengambil dompet.

“gue aja kal. sekalian tuh bayarin anak setan ngerampok siang-siang.”

kalandra tertawa, lalu mengangguk. “oke.”

“pacarnya ce celine kah?” ayen, yang sedari tadi ribut itu otomatis bertanya pada kalandra sambil merapikan rambutnya.

celine sudah ingin menyela ketika kalandra mengangguk di sebelahnya. “iya. lo sepupu celine?”

“heem. galenio.” ujarnya mengajak berkenalan.

“kalandra.”

“oke kak kalandra. jaga diri ya.. semoga lo dijauhkan dari tangan maut ce celine.”

“hahahaha oke. omong-omong gue ajak celine cabut dulu gak papa ya?”

“ajak ajaa.. sumpah ajak aja. gue gak masalah.”

“anak setan.” celine menjewer telinga ayen kuat-kuat ketika tangannya sendiri perlahan kembali masuk dalam genggaman kalandra. lelaki itu menarik tubuhnya menjauh.

“liat aja lo ntar yen!”

ayen menjulur lidah tanda ia tidak takut sedikitpun. sebab selamanya celine akan terlihat seperti gadis baik di matanya meski tangan dan bibirnya suka kemana-mana.

almost have the same story.


baru pertama kali ini kalandra menginjak masuk lantai 2 kos-kosan celine. tidak ada larangan berarti karena memang kos-kosan ini campur putra-putri. hanya saja tamu dari luar maksimal meninggalkan bangunan pukul 10 malam.

kalandra berdeham, memandangi interior yang didesain simple tersebut sambil mengikuti kaki celine yang masih melangkah lemas di hadapannya. gadis itu masih sakit, namun sudah tidak separah kemarin. rambutnya yang biasa menjuntai rapi itu kini sampai rela dicepol tinggi secara berantakan karena tidak diijinkan keramas oleh jordan.

“mau masuk apa duduk sini aja? di dalem gue ada kursi juga sih.”

“sini aja.” kalandra menjawab cepat, langsung mendudukkan diri di kursi sofa hitam yang menghadap ke arah kaca-kaca tinggi tempat segala bunga di lantai 2 berada.

celine mengangguk, melangkah masuk ke kamarnya sebentar untuk mengambil makanan dari kulkas sebelum akhirnya ikut duduk di samping kalandra.

“mau kal?” gadis itu menawari, membuat kalandra reflek menggeleng. “lo sakit gak makan nasi?”

“makan harusnya. tapi males. di bawah. gue di atas adanya ini doang ya udah abisin aja.”

“nah tadi kan lo turun jemput gue di bawah bisa sekalian ambil?”

“hehehe. males kal.. gue moodnya makan ini lagian.”

“gue ambilin ya?”

“gak usah please lo jangan ikut-ikut kakak gue kalo maksa. pait lidah gue masihan. udah ini aja nanti kalo laper banget gue turun sendiri.”

“lo mau makan apa lagi yang lain?”

“gak ada.” celine menjawab, menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi sambil mulai menyendok isi gelasnya.

iya, gelas.

celine hanya makan alpukat dicampur susu kental manis putih saat ini.

“bilang gue kalo mau apa-apa, gue beliin.”

“iyeeee bang.”

kalandra tertawa tanpa suara, lantas ikut menyenderkan badan.

“gue kira lo kalo mau liat bulan sabit harus keluar rumah dulu cel, ternyata dari sini bisa keliatan ya?” kalandra membuka topik, masih takjub memandangi kaca-kaca besar itu.

“iya keliatan, tapi kursi ini jam terbangnya tinggi kal. mulai jam 4 sore gitu udah penuh nih kursi sama cowok-cowok lantai atas kalo gak ya anak lantai bawah, gantian aja.”

“kok gitu?”

“ya.. rumput tetangga lebih ijo.” celine terkekeh. tanpa sadar ia menolehkan wajah ke arah kalandra yang kali ini sibuk mengamati perabot.

lelaki itu datang dengan outfit super santai. celana pendek berwarna cream dilengkapi kaos hitam oversized ditambah dengan sandal japit berwarna hitam juga. rambutnya bahkan tampak semrawut, membuat celine reflek mengulur tangan untuk menyisir anak-anak rambut kalandra yang sedikit mengombak tersebut sampai rapi.

kalandra menelan ludahnya kasar, membiarkan tangan halus celine terus menyisir di atas kepalanya diiringi oleh desiran aneh yang tiba seiring detik berjalan.

“belum mandi ya lo?” celine terkekeh, menembak tanpa basa-basi. berusaha menetralkan detak jantungnya sendiri yang seakan mau pecah kala menyentuh rambut kalandra barusan. padahal, sudah dua kali ia menyentuh namun rasanya masih sama saja.

“heem.” gumam super singkat itu keluar dari bibir kalandra sebab lidahnya kini mendadak kaku totalitas.

“sisir kek minimal. liat nih berantakan banget. lo tuh rambut morat-marit gini bukan rugi di lo tapi bikin jantung orang kerepotan. sengaja yah?”

kalandra menoleh, mendenguskan tawa geli. “itu sih lo aja yang lemah.”

“yeeeeeee..” celine menjambak rambut kalandra dadakan dan kembali menyenderkan punggung di posisinya tadi. membiarkan lelaki itu mengaduh pelan sambil mengusuk kepalanya sedikit-sedikit.

“omong-omong kal gue mau ngomong.” celine berujar seraya meletakkan gelas alpukatnya di meja.

“kayak dari tadi gak ngomong aja lo?”

“ih gak gitu anjir jangan ngeselin, dengerin gue dulu.”

kalandra mengangguk, mempersilakan. sedangkan celine malah tampak salah tingkah sendiri. ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal sebagai bentuk pelepas canggung.

“itu.. yang kemarin...”

“lanjut. jangan dipotong-potong.”

celine makin grogi. inilah yang ia hindari dari mengobrol serius empat mata dengan kalandra. lelaki itu selalu membuatnya terintimidasi dan gugup. pandangan matanya yang selalu menyorot lurus itu seakan tak teralihkan meski celine kayang atau split sekalipun.

“miles?”

celine balas menelan ludah, pening kepalanya bahkan kembali pula tanpa diundang.

“maaf. yang kemarin gue gak jelasin apa-apa ke lo. tapi sumpah maaf karna gue beneran gak maksud ngediemin siapa-siapa. ini gimana ya gue ngomongnya kal? dunia tuh lagi iseng-isengnya nginjek gue.” celine akhirnya pasrah, mulai membuka bibir sambil memainkan kuku jarinya sendiri. “sejak gue kontakan sama temen agensi gue, eh, temen bukan ya? bukan sih hahaha ya intinya kenalan gue yang jadi partner itu.. gue lumayan down. downnya tuh yang kayak lo abis ketauan maling di kampung terus digebukin orang gitu kal.. nyelekit, dan gak bisa ngapa-ngapain.” ia melanjutkan, menoleh sedikit ke kalandra yang sekarang juga tengah menatapnya serius.

“terus ya udah, disitu gue udah kehilangan separuh lebih mood gue buat balik ke agensi karena gue tau, yang dibilang sama kenalan gue tadi pasti juga sama kalo gue denger dari bibir lain juga. jadi gue skip tuh pertemuan pertama buat pengaturan posisi dan outfit, tapi abis itu kak steven kontak gue ngomel-ngomel, dan gue harus terus hadir.. yaaa namanya aja gue disitu juga kerja dan udah ambil kontrak iklan terakhir. masa gue gak dateng? ya kan? ya udah gue dateng tuh.. terus.. bentar, gue engep.” celine mencekali keningnya sendiri sambil menarik napas. kalandra benar tidak menginterupsi barang sedetikpun, membuatnya terus meruntut kalimat-kalimat panjang tanpa jeda.

“emang kenalan lo bilang apa sampe bikin lo down?”

“banyak. doain perusahaan keluarga gue ancur juga ada.”

kalandra sontak membuka bibirnya, raut speechless tercetak jelas disana tanpa disuruh. “banyaknya gimana? jelasin ke gue.”

celine kembali memainkan jarinya sendiri, “ya gitu, banyak... dari gue dicap pick me, terus dianggep gak pernah diomelin atasan, bahkan sponsor agensi yang diisi papa gue juga dijadiin alesan sama dia, kek.. gue dapet jadwal banyak katanya gara-gara papa gue kasih duit lebih-lebih.. mana ada kal??? itu diluar kuasa gue gimana mereka atur jadwalnya.”

kalandra menarik tangan celine salah satu agar tidak saling meremat kasar di bawah sana, lantas menggenggamnya. “terus lo ngerasa gak?”

“gak. gak satupun gue merasa, tapi ya itu tadi, gue gak bisa ngapa-ngapain. mau gue jelasin gimana juga ngecapnya udah begitu kan? sama aja kayak kejadian yang gosip kampus kemarin. cuma bikin sakit hati.”

kalandra mengangguk. “dan menurut gue kenalan lo gak berhak ngatain lo sedemikian rupa sih cel. apa lagi sampe ngarep segala perusahaan bangkrut. maksud gue ya, apa haknya? emang dia yang jalanin bisnis sampe bisa seenteng itu doa jeleknya keucap? dikira bangun bisnis dari 0 segampang apa?”

celine menunduk. “mana yang punya perusahaan bentar lagi mau cerai pula..”

kalandra membeku. ucapan cerai membuat otaknya berhenti bekerja. darahnya bahkan terasa tak mengalir, membuat telapak tangannya spontan basah dan dingin merambat ke segala sisinya.

“cerai, cel?”

“hehe. gue stress banget jujur. mama gue lagi hamil muda kal.”

kalandra makin lemas. kenapa rasanya ia seperti bercermin sekarang?

“mama gue hamil sama orang lain kal.. papa gue pun juga deket sama perempuan akhir-akhir ini. gue kira mama jarang keluar kamar pas gue pulang kemarin karna emang sibuk telponan sama selingkuhannya doang, tapi ternyata nutupin perut. papa juga begitu, sama aja.. gue capek banget. hampir gila gara-gara skripsi, ditambahin gila karena fakta kalo kampus gue kelar gue bakal dibawa mama keluar negeri. gue gak ngerti kudu ngapain kal. stress betulan, gue, gue cuma pengen keluarga gue utuh doang.. meski adem sampe berasa nyemplung kulkas karna gak akur bagi gue masih mending ketimbang pecah sendiri-sendiri. gue mau ikut kakak gue, tapi mama gue gak kasih ijin. mama gue gak pengen sendirian pergi sedangkan tiga lainnya tetep di tempat yang sama.. gue bingung banget. kayak otak gue hampir meledak. mau merem gue bawaannya cuma nangis doang. mau melek juga gue bawaannya pengen jedukin kepala ke tembok.”

kalandra masih kaku, belum bergerak. kata cerai dan hamil masih memenuhi otaknya. ia masih terdiam ketika mendengar celine mendadak terisak kecil di hadapannya. gadis itu menunduk, menutup wajah dengan telapak tangan kirinya yang tak kalandra genggam, lalu menangis dalam hening. jenis tangisan level tertinggi karena dalam waktu beberapa detik saja celine sudah kehabisan oksigen saking menggeru-nya.

otak kalandra masih tidak bisa bekerja dengan baik sampai akhirnya ia meremat kuat jemari celine yang ada di dalam telapak tangannya itu, lalu menariknya mendekat.

“nangis cel. nangis sesuka lo. gue temenin.” ujarnya, memeluk rapat sambil mengusuk punggung gadis itu dengan tekanan. memberikan kekuatan.

“gue kesel sama cerita idup gue kal.” adunya.

“iya celine. keluarin keselnya sampe lo puas oke?”

dan bagai disihir, celine benar mengeluarkan tangisannya secara brutal di dekapan kalandra. gadis itu bahkan balas memeluk punggung kalandra seakan memeluk gulingnya sendiri beberapa hari lalu. air matanya jatuh besar-besar, membasahi kaos hitam kalandra yang tak tertutupi jaket atau kain apapun lagi.

“lo tau gue nangis gini aja semesta tetep gak biarin gue puas kal. TISU. GUE GAK PUNYA TISU. UMBEL GUE MELER.” raungan celine makin tidak jelas, kalimat sambatnya meluber kanan-kiri.

“ada baju gue.”

“stress kah lo?” gadis itu menarik diri, menunjukkan wajah merah bersama hidung yang sudah berair sedikit di ujungnya. tak apa, manusiawi. kalandra semakin tidak tega dan reflek saja menunjuk taplak meja. “tuh.. bisa lo pake..”

“LO STRESS KAH?” teriaknya lagi, lalu bangkit berdiri menuju toilet luar kamar untuk membersit hidung sebentar. meninggalkan kalandra yang kini moodnya juga sudah amblas hilang entah kemana.

mama gue hamil sama orang lain..

sama.

kalandra ingin menghempas ucapan itu keras-keras. namun apa daya? yang ia lakukan hanya menelan semuanya secara cuma-cuma.

“kenapa lo gak ceritain ke gue dari awal kejadian cel?” ia bertanya ketika celine kembali duduk di sebelahnya.

“karna gue gak mau repotin orang lain. ini masalah gue sama keluarga gue kal. gue tau semua orang punya masalah dan gue tau gak semua masalah harus gue bagi ke semua orang. bisa aja jatuhnya jadi beban ke mereka? gue gak pernah tau. gue cuma takut ngerepotin. gue takut jadi beban. gue takut dicap cewek lembek. gue takut cerita gue dihakimi. gue cuma takut itu aja. udah.”

kalandra menggeleng. “lo bukan beban miles. dan bagi gue lo gak pernah ngerepotin.”

“kal..”

“ya?”

celine hanya menatap mata kalandra lama sebab rasa sayang dan kagumnya benar melambung tinggi hari ini. “jadwal moondate lo masih berlaku kah?”

“kenapa?”

“ayo, blue moon besok. berdua. gue katanya lo suruh nyetir..”

kalandra hening, cukup lama. lelaki itu hanya balas menatap mata dan sesekali melihat pergerakan celine sebelum akhirnya mengangguk. “oke.” jawabnya kemudian.

“terus kal..”

“apa?”

“makasih dah dengerin gue. alay ya?”

lelaki itu menggeleng, lanjut mengusap cepat air mata celine yang masih tersisa di pucuk mata dengan ibu jari. “gak ada ceritanya orang ketiban masalah terus dicap alay tuh gak ada cel.”

“yah.. gitu.” gadis itu akhirnya menutup obrolan, menundukkan kepala.

setelah menangis tadi peningnya memang kembali menghantam, namun ia tidak mempermasalahkan sebab beban pundaknya mendadak ringan melayang.

gadis itu merasa lega bukan main. dan dalam hati ia sangat bersyukur kalandra hadir menemaninya saat ini.

mirroring.


baru pertama kali ini kalandra menginjak masuk lantai 2 kos-kosan celine. tidak ada larangan berarti karena memang kos-kosan ini campur putra-putri. hanya saja tamu dari luar maksimal meninggalkan bangunan pukul 10 malam.

kalandra berdeham, memandangi interior yang didesain simple tersebut sambil mengikuti kaki celine yang masih melangkah lemas di hadapannya. gadis itu masih sakit, namun sudah tidak separah kemarin. rambutnya yang biasa menjuntai rapi itu kini sampai rela dicepol tinggi secara berantakan karena tidak diijinkan keramas oleh jordan.

“mau masuk apa duduk sini aja? di dalem gue ada kursi juga sih.”

“sini aja.” kalandra menjawab cepat, langsung mendudukkan diri di kursi sofa hitam yang menghadap ke arah kaca-kaca tinggi tempat segala bunga di lantai 2 berada.

celine mengangguk, melangkah masuk ke kamarnya sebentar untuk mengambil makanan dari kulkas sebelum akhirnya ikut duduk di samping kalandra.

“mau kal?” gadis itu menawari, membuat kalandra reflek menggeleng. “lo sakit gak makan nasi?”

“makan harusnya. tapi males. di bawah. gue di atas adanya ini doang ya udah abisin aja.”

“nah tadi kan lo turun jemput gue di bawah bisa sekalian ambil?”

“hehehe. males kal.. gue moodnya makan ini lagian.”

“gue ambilin ya?”

“gak usah please lo jangan ikut-ikut kakak gue kalo maksa. pait lidah gue masihan. udah ini aja nanti kalo laper banget gue turun sendiri.”

“lo mau makan apa lagi yang lain?”

“gak ada.” celine menjawab, menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi sambil mulai menyendok isi gelasnya.

iya, gelas.

celine hanya makan alpukat dicampur susu kental manis putih saat ini.

“bilang gue kalo mau apa-apa, gue beliin.”

“iyeeee bang.”

kalandra tertawa tanpa suara, lantas ikut menyenderkan badan.

“gue kira lo kalo mau liat bulan sabit harus keluar rumah dulu cel, ternyata dari sini bisa keliatan ya?” kalandra membuka topik, masih takjub memandangi kaca-kaca besar itu.

“iya keliatan, tapi kursi ini jam terbangnya tinggi kal. mulai jam 4 sore gitu udah penuh nih kursi sama cowok-cowok lantai atas kalo gak ya anak lantai bawah, gantian aja.”

“kok gitu?”

“ya.. rumput tetangga lebih ijo.” celine terkekeh. tanpa sadar ia menolehkan wajah ke arah kalandra yang kali ini sibuk mengamati perabot.

lelaki itu datang dengan outfit super santai. celana pendek berwarna cream dilengkapi kaos hitam oversized ditambah dengan sandal japit berwarna hitam juga. rambutnya bahkan tampak semrawut, membuat celine reflek mengulur tangan untuk menyisir anak-anak rambut kalandra yang sedikit mengombak tersebut sampai rapi.

kalandra menelan ludahnya kasar, membiarkan tangan halus celine terus menyisir di atas kepalanya diiringi oleh desiran aneh yang tiba seiring detik berjalan.

“belum mandi ya lo?” celine terkekeh, menembak tanpa basa-basi. berusaha menetralkan detak jantungnya sendiri yang seakan mau pecah kala menyentuh rambut kalandra barusan. padahal, sudah dua kali ia menyentuh namun rasanya masih sama saja.

“heem.” gumam super singkat itu keluar dari bibir kalandra sebab lidahnya kini mendadak kaku totalitas.

“sisir kek minimal. liat nih berantakan banget. lo tuh rambut morat-marit gini bukan rugi di lo tapi bikin jantung orang kerepotan. sengaja yah?”

kalandra menoleh, mendenguskan tawa geli. “itu sih lo aja yang lemah.”

“yeeeeeee..” celine menjambak rambut kalandra dadakan dan kembali menyenderkan punggung di posisinya tadi. membiarkan lelaki itu mengaduh pelan sambil mengusuk kepalanya sedikit-sedikit.

“omong-omong kal gue mau ngomong.” celine berujar seraya meletakkan gelas alpukatnya di meja.

“kayak dari tadi gak ngomong aja lo?”

“ih gak gitu anjir jangan ngeselin, dengerin gue dulu.”

kalandra mengangguk, mempersilakan. sedangkan celine malah tampak salah tingkah sendiri. ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal sebagai bentuk pelepas canggung.

“itu.. yang kemarin...”

“lanjut. jangan dipotong-potong.”

celine makin grogi. inilah yang ia hindari dari mengobrol serius empat mata dengan kalandra. lelaki itu selalu membuatnya terintimidasi dan gugup. pandangan matanya yang selalu menyorot lurus itu seakan tak teralihkan meski celine kayang atau split sekalipun.

“miles?”

celine balas menelan ludah, pening kepalanya bahkan kembali pula tanpa diundang.

“maaf. yang kemarin gue gak jelasin apa-apa ke lo. tapi sumpah maaf karna gue beneran gak maksud ngediemin siapa-siapa. ini gimana ya gue ngomongnya kal? dunia tuh lagi iseng-isengnya nginjek gue.” celine akhirnya pasrah, mulai membuka bibir sambil memainkan kuku jarinya sendiri. “sejak gue kontakan sama temen agensi gue, eh, temen bukan ya? bukan sih hahaha ya intinya kenalan gue yang jadi partner itu.. gue lumayan down. downnya tuh yang kayak lo abis ketauan maling di kampung terus digebukin orang gitu kal.. nyelekit, dan gak bisa ngapa-ngapain.” ia melanjutkan, menoleh sedikit ke kalandra yang sekarang juga tengah menatapnya serius.

“terus ya udah, disitu gue udah kehilangan separuh lebih mood gue buat balik ke agensi karena gue tau, yang dibilang sama kenalan gue tadi pasti juga sama kalo gue denger dari bibir lain juga. jadi gue skip tuh pertemuan pertama buat pengaturan posisi dan outfit, tapi abis itu kak steven kontak gue ngomel-ngomel, dan gue harus terus hadir.. yaaa namanya aja gue disitu juga kerja dan udah ambil kontrak iklan terakhir. masa gue gak dateng? ya kan? ya udah gue dateng tuh.. terus.. bentar, gue engep.” celine mencekali keningnya sendiri sambil menarik napas. kalandra benar tidak menginterupsi barang sedetikpun, membuatnya terus meruntut kalimat-kalimat panjang tanpa jeda.

“emang kenalan lo bilang apa sampe bikin lo down?”

“banyak. doain perusahaan keluarga gue ancur juga ada.”

kalandra sontak membuka bibirnya, raut speechless tercetak jelas disana tanpa disuruh. “banyaknya gimana? jelasin ke gue.”

celine kembali memainkan jarinya sendiri, “ya gitu, banyak... dari gue dicap pick me, terus dianggep gak pernah diomelin atasan, bahkan sponsor agensi yang diisi papa gue juga dijadiin alesan sama dia, kek.. gue dapet jadwal banyak katanya gara-gara papa gue kasih duit lebih-lebih.. mana ada kal??? itu diluar kuasa gue gimana mereka atur jadwalnya.”

kalandra menarik tangan celine salah satu agar tidak saling meremat kasar di bawah sana, lantas menggenggamnya. “terus lo ngerasa gak?”

“gak. gak satupun gue merasa, tapi ya itu tadi, gue gak bisa ngapa-ngapain. mau gue jelasin gimana juga ngecapnya udah begitu kan? sama aja kayak kejadian yang gosip kampus kemarin. cuma bikin sakit hati.”

kalandra mengangguk. “dan menurut gue kenalan lo gak berhak ngatain lo sedemikian rupa sih cel. apa lagi sampe ngarep segala perusahaan bangkrut. maksud gue ya, apa haknya? emang dia yang jalanin bisnis sampe bisa seenteng itu doa jeleknya keucap? dikira bangun bisnis dari 0 segampang apa?”

celine menunduk. “mana yang punya perusahaan bentar lagi mau cerai pula..”

kalandra membeku. ucapan cerai membuat otaknya berhenti bekerja. darahnya bahkan terasa tak mengalir, membuat telapak tangannya spontan basah dan dingin merambat ke segala sisinya.

“cerai, cel?”

“hehe. gue stress banget jujur. mama gue lagi hamil muda kal.”

kalandra makin lemas. kenapa rasanya ia seperti bercermin sekarang?

“mama gue hamil sama orang lain kal.. papa gue pun juga deket sama perempuan akhir-akhir ini. gue kira mama jarang keluar kamar pas gue pulang kemarin karna emang sibuk telponan sama selingkuhannya doang, tapi ternyata nutupin perut. papa juga begitu, sama aja.. gue capek banget. hampir gila gara-gara skripsi, ditambahin gila karena fakta kalo kampus gue kelar gue bakal dibawa mama keluar negeri. gue gak ngerti kudu ngapain kal. stress betulan, gue, gue cuma pengen keluarga gue utuh doang.. meski adem sampe berasa nyemplung kulkas karna gak akur bagi gue masih mending ketimbang pecah sendiri-sendiri. gue mau ikut kakak gue, tapi mama gue gak kasih ijin. mama gue gak pengen sendirian pergi sedangkan tiga lainnya tetep di tempat yang sama.. gue bingung banget. kayak otak gue hampir meledak. mau merem gue bawaannya cuma nangis doang. mau melek juga gue bawaannya pengen jedukin kepala ke tembok.”

kalandra masih kaku, belum bergerak. kata cerai dan hamil masih memenuhi otaknya. ia masih terdiam ketika mendengar celine mendadak terisak kecil di hadapannya. gadis itu menunduk, menutup wajah dengan telapak tangan kirinya yang tak kalandra genggam, lalu menangis dalam hening. jenis tangisan level tertinggi karena dalam waktu beberapa detik saja celine sudah kehabisan oksigen saking menggeru-nya.

otak kalandra masih tidak bisa bekerja dengan baik sampai akhirnya ia meremat kuat jemari celine yang ada di dalam telapak tangannya itu, lalu menariknya mendekat.

“nangis cel. nangis sesuka lo. gue temenin.” ujarnya, memeluk rapat sambil mengusuk punggung gadis itu dengan tekanan. memberikan kekuatan.

“gue kesel sama cerita idup gue kal.” adunya.

“iya celine. keluarin keselnya sampe lo puas oke?”

dan bagai disihir, celine benar mengeluarkan tangisannya secara brutal di dekapan kalandra. gadis itu bahkan balas memeluk punggung kalandra seakan memeluk gulingnya sendiri beberapa hari lalu. air matanya jatuh besar-besar, membasahi kaos hitam kalandra yang tak tertutupi jaket atau kain apapun lagi.

“lo tau gue nangis gini aja semesta tetep gak biarin gue puas kal. TISU. GUE GAK PUNYA TISU. UMBEL GUE MELER.” raungan celine makin tidak jelas, kalimat sambatnya meluber kanan-kiri.

“ada baju gue.”

“stress kah lo?” gadis itu menarik diri, menunjukkan wajah merah bersama hidung yang sudah berair sedikit di ujungnya. tak apa, manusiawi. kalandra semakin tidak tega dan reflek saja menunjuk taplak meja. “tuh.. bisa lo pake..”

“LO STRESS KAH?” teriaknya lagi, lalu bangkit berdiri menuju toilet luar kamar untuk membersit hidung sebentar. meninggalkan kalandra yang kini moodnya juga sudah amblas hilang entah kemana.

mama gue hamil sama orang lain..

sama.

kalandra ingin menghempas ucapan itu keras-keras. namun apa daya? yang ia lakukan hanya menelan semuanya secara cuma-cuma.

“kenapa lo gak ceritain ke gue dari awal kejadian cel?” ia bertanya ketika celine kembali duduk di sebelahnya.

“karna gue gak mau repotin orang lain. ini masalah gue sama keluarga gue kal. gue tau semua orang punya masalah dan gue tau gak semua masalah harus gue bagi ke semua orang. bisa aja jatuhnya jadi beban ke mereka? gue gak pernah tau. gue cuma takut ngerepotin. gue takut jadi beban. gue takut dicap cewek lembek. gue takut cerita gue dihakimi. gue cuma takut itu aja. udah.”

kalandra menggeleng. “lo bukan beban miles. dan bagi gue lo gak pernah ngerepotin.”

“kal..”

“ya?”

celine hanya menatap mata kalandra lama sebab rasa sayang dan kagumnya benar melambung tinggi hari ini. “jadwal moondate lo masih berlaku kah?”

“kenapa?”

“ayo, blue moon besok. berdua. gue katanya lo suruh nyetir..”

kalandra hening, cukup lama. lelaki itu hanya balas menatap mata dan sesekali melihat pergerakan celine sebelum akhirnya mengangguk. “oke.” jawabnya kemudian.

“terus kal..”

“apa?”

“makasih dah dengerin gue. alay ya?”

lelaki itu menggeleng, lanjut mengusap cepat air mata celine yang masih tersisa di pucuk mata dengan ibu jari. “gak ada ceritanya orang ketiban masalah terus dicap alay tuh gak ada cel.”

“yah.. gitu.” gadis itu akhirnya menutup obrolan, menundukkan kepala.

setelah menangis tadi peningnya memang kembali menghantam, namun ia tidak mempermasalahkan sebab beban pundaknya mendadak ringan melayang.

gadis itu merasa lega bukan main. dan dalam hati ia sangat bersyukur kalandra hadir menemaninya saat ini.

mirroring.


baru pertama kali ini kalandra menginjak masuk lantai 2 kos-kosan celine. tidak ada larangan berarti karena memang kos-kosan ini campur putra-putri. hanya saja tamu dari luar maksimal meninggalkan bangunan pukul 10 malam.

kalandra berdeham, memandangi interior yang didesain simple tersebut sambil mengikuti kaki celine yang masih melangkah lemas di hadapannya. gadis itu masih sakit, namun sudah tidak separah kemarin. rambutnya yang biasa menjuntai rapi itu kini sampai rela dicepol tinggi karena tidak diijinkan keramas oleh jordan.

“mau masuk apa duduk sini aja? di dalem gue ada kursi juga sih.”

“sini aja.” kalandra menjawab cepat, langsung mendudukkan diri di kursi sofa hitam yang menghadap ke arah kaca-kaca tinggi tempat segala bunga di lantai 2 berada.

celine mengangguk, melangkah masuk ke kamarnya sebentar untuk mengambil makanan dari kulkas sebelum akhirnya ikut duduk di samping kalandra.

“mau kal?” gadis itu menawari, membuat kalandra reflek menggeleng. “lo sakit gak makan nasi?”

“makan harusnya. tapi males. di bawah. gue di atas adanya ini doang ya udah abisin aja.”

“nah tadi kan lo turun jemput gue di bawah bisa sekalian ambil?”

“hehehe. males kal.. gue moodnya makan ini lagian.”

“gue ambilin ya?”

“gak usah please lo jangan ikut-ikut kakak gue kalo maksa. pait lidah gue masihan. udah ini aja nanti kalo laper banget gue turun sendiri.”

“lo mau makan apa lagi yang lain?”

“gak ada.” celine menjawab, menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi sambil mulai menyendok isi gelasnya.

iya, gelas.

celine hanya makan alpukat dicampur susu kental manis saat ini.

“bilang gue kalo mau apa-apa, gue beliin.”

“iyeeee bang.”

kalandra tertawa tanpa suara, lantas ikut menyenderkan badan.

“gue kira lo kalo mau liat bulan sabit harus keluar rumah dulu cel, ternyata dari sini bisa keliatan ya?” kalandra membuka topik, masih takjub memandangi kaca-kaca besar itu.

“iya keliatan, tapi kursi ini jam terbangnya tinggi kal. mulai jam 4 sore gitu udah penuh nih kursi sama cowok-cowok lantai atas kalo gak ya anak lantai bawah, gantian aja.”

“kok gitu?”

“ya.. rumput tetangga lebih ijo.” celine terkekeh. tanpa sadar ia menolehkan wajah ke arah kalandra yang kali ini sibuk mengamati perabot.

lelaki itu datang dengan outfit super santai. celana pendek berwarna cream dilengkapi kaos hitam oversized ditambah dengan sandal japit berwarna hitam juga. rambutnya bahkan tampak semrawut, membuat celine reflek mengulur tangan untuk menyisir anak-anak rambut kalandra yang sedikit mengombak tersebut sampai rapi.

kalandra menelan ludahnya kasar, membiarkan tangan halus celine terus menyisir di atas kepalanya diiringi oleh desiran aneh yang tiba seiring detik berjalan.

“belum mandi ya lo?” celine terkekeh, menembak tanpa basa-basi. berusaha menetralkan detak jantungnya sendiri yang seakan mau pecah kala menyentuh rambut kalandra barusan. padahal, sudah dua kali ia menyentuh namun rasanya masih sama saja.

“heem.” gumam super singkat itu keluar dari bibir kalandra sebab lidahnya kini mendadak kaku totalitas.

“sisir kek minimal. liat nih berantakan banget. lo tuh rambut morat-marit gini bukan rugi di lo tapi bikin jantung orang kerepotan. sengaja yah?”

kalandra menoleh, mendenguskan tawa geli. “itu sih lo aja yang lemah.”

“yeeeeeee..” celine menjambak rambut kalandra dadakan dan kembali menyenderkan punggung di posisinya tadi. membiarkan lelaki itu mengaduh pelan sambil mengusuk kepalanya sedikit-sedikit.

“omong-omong kal gue mau ngomong.”

“kayak dari tadi gak ngomong aja lo?”

“ih gak gitu anjir jangan ngeselin, dengerin gue dulu.”

kalandra mengangguk, mempersilakan. sedangkan celine malah tampak salah tingkah sendiri. ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal sebagai bentuk pelepas canggung.

“itu.. yang kemarin...”

“lanjut. jangan dipotong-potong.”

celine makin grogi. inilah yang ia hindari dari mengobrol serius empat mata dengan kalandra. lelaki itu selalu membuatnya terintimidasi dan gugup. pandangan matanya yang selalu menyorot lurus itu tak teralihkan meski celine kayang atau split sekalipun.

“miles?”

celine balas menelan ludah, pening kepalanya bahkan kembali pula tanpa diundang.

“maaf. yang kemarin gue gak jelasin apa-apa ke lo. tapi sumpah maaf karna gue beneran gak maksud ngediemin siapa-siapa. ini gimana ya gue ngomongnya kal? dunia lagi iseng-isengnya nginjek gue.” celine akhirnya pasrah, mulai membuka bibir sambil memainkan jari kukunya sendiri. “sejak gue kontakan sama temen agensi gue, eh, temen bukan ya? bukan sih hahaha ya intinya kenalan gue yang jadi partner itu.. gue lumayan down. downnya tuh yang kayak lo abis ketauan maling di kampung terus digebukin orang gitu kal.. nyelekit, dan gak bisa ngapa-ngapain.” ia melanjutkan, menoleh sedikit ke kalandra yang sekarang juga tengah menatapnya serius.

“terus ya udah, disitu gue udah kehilangan separuh lebih mood gue buat balik ke agensi karena gue tau, yang dibilang sama kenalan gue tadi pasti juga sama kalo gue denger dari bibir lain juga. jadi gue skip tuh pertemuan pertama buat pengaturan posisi dan outfit, tapi abis itu kak steven kontak gue ngomel-ngomel, dan gue harus terus hadir.. yaaa namanya aja gue disitu juga kerja dan udah ambil kontrak iklan terakhir. masa gue gak dateng? ya kan? ya udah gue dateng tuh.. terus.. bentar, gue engep.” celine mencekali keningnya sendiri sambil menarik napas. kalandra benar tidak menginterupsi barang sedetikpun, membuatnya terus meruntut kalimat-kalimat panjang tanpa jeda.

“emang kenalan lo bilang apa sampe bikin lo down?”

“banyak. doain perusahaan keluarga gue ancur juga ada.”

kalandra sontak membuka bibirnya, raut speechless tercetak jelas disana tanpa disuruh. “banyaknya gimana? jelasin ke gue.”

celine kembali memainkan jarinya sendiri, “ya gitu, banyak... dari gue dicap pick me, terus dianggep gak pernah diomelin atasan, bahkan sponsor agensi yang diisi papa gue juga dijadiin alesan sama dia, kek.. gue dapet jadwal banyak katanya gara-gara papa gue kasih duit lebih-lebih.. mana ada kal??? itu diluar kuasa gue gimana mereka atur jadwalnya.”

kalandra menarik tangan celine salah satu agar tidak saling meremat kasar di bawah sana, lantas menggenggamnya. “terus lo ngerasa gak?”

“gak. gak satupun gue merasa, tapi ya itu tadi, gue gak bisa ngapa-ngapain. mau gue jelasin gimana juga ngecapnya udah begitu kan? sama aja kayak kejadian yang gosip kampus kemarin. cuma bikin sakit hati.”

kalandra mengangguk. “dan menurut gue kenalan lo gak berhak ngatain lo sedemikian rupa sih cel. apa lagi sampe ngarep segala perusahaan bangkrut. maksud gue ya, apa haknya? emang dia yang jalanin bisnis sampe bisa seenteng itu doa jeleknya keucap? dikira bangun bisnis dari 0 segampang apa?”

celine menunduk. “mana yang punya perusahaan bentar lagi mau cerai pula..”

kalandra membeku. ucapan cerai membuat otaknya berhenti bekerja. darahnya bahkan terasa berhenti mengalir, membuat telapak tangannya spontan basah dan dingin merambat ke segala sisinya.

“cerai, cel?”

“hehe. gue stress banget jujur. mama gue hamil.”

kalandra makin lemas. kenapa rasanya ia seperti bercermin sekarang?

“mama gue hamil sama orang lain kal.. papa gue pun juga deket sama perempuan akhir-akhir ini. gue kira mama jarang keluar kamar pas gue pulang kemarin karna emang sibuk telponan sama selingkuhannya doang, tapi ternyata nutupin perut. papa juga begitu, sama aja.. gue capek banget. hampir gila gara-gara skripsi, ditambahin gila karena fakta kalo skripsi gue kelar, gue bakal dibawa mama keluar negeri. gue gak ngerti kudu ngapain kal. stress betulan, gue, gue cuma pengen keluarga gue utuh doang.. meski adem sampe berasa nyemplung kulkas karna gak akur bagi gue masih mending ketimbang pecah satu-satu. gue mau ikut kakak gue, tapi mama gue gak kasih ijin. mama gue gak pengen sendirian pergi sedangkan tiga lainnya tetep di tempat yang sama.. gue bingung banget. kayak otak gue hampir meledak. mau merem gue bawaannya cuma nangis doang. mau melek juga gue bawaannya pengen jedukin kepala ke tembok.”

kalandra masih kaku, belum bergerak. kata cerai dan hamil masih memenuhi otaknya. ia masih terdiam ketika mendengar celine sudah terisak kecil di hadapannya. gadis itu menunduk, menutup wajah dengan telapak tangan kirinya yang tak kalandra genggam, lalu menangis dalam hening. jenis tangisan level tertinggi karena dalam waktu beberapa detik saja celine sudah kehabisan oksigen saking menggeru-nya.

otak kalandra masih tidak bisa bekerja dengan baik sampai akhirnya ia meremat kuat jemari celine yang ada di dalam telapak tangannya itu, lalu menariknya mendekat.

“nangis cel. nangis sesuka lo. gue temenin.” ujarnya, memeluk rapat sambil mengusuk punggung gadis itu dengan tekanan.

“gue kesel kal.” adunya.

“iya celine. keluarin keselnya sampe lo puas oke?”

dan bagai disihir, celine benar mengeluarkan tangisannya secara brutal di dekapan kalandra. gadis itu bahkan balas memeluk punggung kalandra seakan memeluk gulingnya sendiri beberapa hari lalu. air matanya jatuh besar-besar, membasahi kaos hitam kalandra yang tak tertutupi jaket atau apapun lagi.

“gue nangis gini aja semesta gak biarin gue puas kal. TISU. GUE GAK PUNYA TISU. UMBEL GUE MELER.” raungan celine makin tidak jelas, kalimat sambatnya meluber kanan-kiri.

“baju gue.”

“stress kah lo?” gadis itu menarik diri, menunjukkan wajah merah bersama hidung yang sudah berair sedikit di ujungnya. tak apa, manusiawi. kalandra semakin tidak tega dan reflek saja menunjuk taplak meja. “tuh.. bisa lo pake..”

“LO STRESS KAH?” teriaknya, bangkit berdiri menuju toilet luar untuk membersit hidung sebentar. meninggalkan kalandra yang kini moodnya juga sudah amblas hilang entah kemana.

mama gue hamil sama orang lain..

sama.

kalandra ingin menghempas ucapan itu keras-keras. namun apa daya? yang ia lakukan hanya menelan semuanya secara cuma-cuma.

“kenapa lo gak ceritain ke gue dari awal kejadian cel?” ia bertanya ketika celine kembali duduk di sebelahnya.

“karna gue gak mau repotin orang lain. ini masalah gue sama keluarga gue kal. gue tau semua orang punya masalah dan gue tau gak semua masalah harus gue bagi ke semua orang. bisa aja jatuhnya jadi beban ke mereka? gue gak pernah tau. gue cuma takut ngerepotin. gue takut jadi beban. gue takut dicap cewek lembek. gue takut cerita gue dihakimi. gue cuma takut itu aja. udah.”

kalandra menggeleng. “lo bukan beban miles. dan bagi gue lo gak pernah ngerepotin.”

“kal..”

“ya?”

“jadwal moondate lo masih berlaku gak?”

“kenapa?”

“ayo, blue moon besok. berdua. gue katanya lo suruh nyetir..”

kalandra hening, cukup lama. lelaki itu hanya mengamati mata dan pergerakan celine sebelum akhirnya mengangguk. “oke.” jawabnya kemudian.

“terus kal..”

“apa?”

“makasih dah dengerin gue. alay ya kal?”

lelaki itu tidak menjawab, lanjut mengusap cepat air mata celine yang masih tersisa di pucuk mata dengan ibu jari. “gak ada ceritanya orang ketiban masalah alay tuh gak ada cel.”

“yah.. gitu.” tutupnya, menundukkan kepala. setelah menangis tadi peningnya kembali menghantam, namun ia tidak mempermasalahkan sebab beban pundaknya mendadak ringan melayang.

gadis itu merasa lega bukan main. ia bersyukur kalandra hadir menemaninya saat ini.