waterrmark

what kind of friend are we?


celine melangkahkan kakinya masuk ke unit yang ditinggali oleh kalandra dan 2 temannya. ada di lantai atas dan benar terlihat mewah. langit biru cerah yang terbentang luas berhias kapas putih terlihat dari jendela kaca besar yang gordennya terbuka lebar.

kaki gadis itu sontak lemas beberapa detik sebab kondisi ruangan yang super nyaman dan memiliki bau mint segar bercampur wangi menenangkan yang tidak bisa celine jabarkan lagi. siapapun tidak akan pernah menyangka bahwa unit ini dihuni oleh 3 orang lelaki yang semuanya lepas orang tua.

“pake yang itu cel, punya gue.” kalandra menunjuk sepasang sandal rumah berwarna biru cerah dengan gambar kartun sinchan yang membuat celine reflek melotot akibat tidak percaya.

“sandal, lo??”

“gue suka sinchan. lucu tau..” kalandra terkekeh, menarik langkah agar celine segera mengikutinya melangkah lebih masuk ke dalam. duduk di ruang tengah tepat di hadapan tv.

kursi keluaran BMT tentu saja, bisa terlihat dari label nama yang terjahit rapi pada tiap produknya. celine reflek salah tingkah sendiri.

lelaki itu membiarkan celine mengeksplor unitnya sebentar, sedangkan kakinya mulai melangkah menuju kulkas. mencari air mineral atau apa saja yang bisa diminum oleh model yang tengah menjaga proporsi tubuh.

“kalandra..” celine tau-tau memanggil.

“ya?”

“ini lo ganteng banget anjir.” celine yang berjalan di sekitar lemari putih kecil itu menunjuk sebuah foto yang terpajang sambil menutup mulutnya rapat-rapat. super dramatis. namun pujiannya barusan benar keluar diluar kendali. ia yakin bahwa siapapun gadis diluar sana juga akan mengeluarkan kalimat puji serupa jika melihat foto tersebut.

kalandra tidak bergerak dari posisinya. kaku beberapa detik dengan telinga memerah menahan malu. matanya kini bahkan sudah fokus menatap pergerakan celine yang terus berjalan mengitari unit. hingga akhirnya langkah gadis itu berhenti tepat di depan foto besar yang ada di dinding perbatasan kamar gibran dan javerio. foto tim basket kalandra ketika SMA bersama dengan tim tari clara. tim inti DBL.

“wah............” celine lagi-lagi mengatup bibir. memperhatikan lamat-lamat siapa saja orang yang ada di foto tersebut meskipun tidak ada yang ia kenal selain gibran.

“itu cewek cakep-cakep princess lo juga kah kal?”

“kan gue bilang gak semua cewek gue jadiin princess toh miles.” kalandra menggeleng, duduk di sofa sambil menaikkan dua kakinya.

“apa kriteria cewek biar bisa jadi princess lo?” celine memaling wajah penasaran, memutuskan untuk ikut duduk di sebelah kalandra saja.

“hmm..” lelaki itu berdeham panjang, tampak berpikir. “cewek-cewek yang tertarik sama gue?”

celine mengerut alis. “nyebelin juga tu alesan..”

“hahaha. bercanda. itu 50%nya doang.”

“50nya lagi?”

“karna gue tertarik.”

sinting! celine hampir melebur bersama kursi saking terkejutnya, membuat kalandra hanya tertawa singkat sembari menunjuk wajahnya. “dah sini, katanya mau raba-raba muka gue.” ujarnya kemudian.

“se-karang?”

“ya kalo lo mau lama-lama disini gue sih oke.” kalandra menaikkan sebelah alis, lalu menopang dagu sambil menatap celine.

“dih.” gadis itu reflek salah tingkah. “cuci muka sana buruan.”

“lo gak mau bantuin gue cuci muka?”

“KALANDRA LO GUE TAMPOL YA SEKALI LAGI GODAIN GUE!!”

lelaki itu terkekeh, lantas mencubit pipi celine sebentar. “lucu banget sih lo.” ujarnya, lalu meraih ponsel dari atas meja untuk menghubungi jave. S&K setiap kali membawa lawan jenis dalam apartment.

setelah telponnya diangkat, lelaki itu segera meletakkannya kembali di meja dan melangkah ke toilet. hendak mencuci muka.

“miles.” kalandra berujar ketika kakinya masih di ambang pintu toilet. “itu telponnya nyala.” ujarnya, menunjuk ponsel. “in case lo kebelet kentut atau apa boleh ke kamar gue aja dari pada temen gue kedengeran.. tuh, kamar gue yang paling pojok.”

“IH GUE GAK KEBELET BEGITUAN ANJIR YANG BETUL AJA.”

kalandra reflek tertawa. “bercandaaaa.”


“kenapa telponnya gak dimatiin aja?” celine setengah berbisik ketika kalandra akhirnya kembali duduk di tempatnya semula.

“dia takut gue ngapa-ngapain lo.”

“oh.. EH KAL KALO HANDUKIN WAJAH JANGAN LO SERET ANJIR.” celine batal berkomentar dan reflek mencekali pergelangan tangan kalandra. “ditepuk-tepuk aja.. kayak gini.” lanjutnya, menarik handuk putih itu perlahan dan menepuk-nepuknya halus pada permukaan kulit bersih kalandra.

lelaki itu tersenyum, memajukan badan agar celine tidak kesusahan. namun gerakannya barusan malah membuat celine tidak konsentrasi dan makin salah tingkah.

“tuh. udah.”

“belum nih di deket alis masih basah.”

“jangan usil please lo diem aja.”

kalandra tertawa kecil, namun menurut. netranya kini menatap celine yang mulai membukakan sheet mask agar bisa ia pakai. “sini gue bukain.” ujarnya kala melihat celine kesusahan. tangannya bergerak meraih bungkusan hijau tersebut dan membukanya cepat.

“hehe. yuk sana rebahan biar enak gak melorot. atau apa deh terserah cari posisi enak lo aja.”

“tidur di kaki lo?”

“STRESS KAH ANJIR?” celine reflek meledak. kumpulan bapernya yang sejak lama menumpuk itu meluap dalam sekali teriak. wajahnya memerah dan ia merasa gerah bukan main.

“kal? kalandraaaaa.” suara dari ponsel yang sejak tadi senyap itu mulai terdengar.

“gue kepleset.” kalandra tertawa, memberikan alasan.

“awas lo ya.. anak orang jangan diganggu!”

“dih.” kalandra reflek mencibir, “asal lo tau miles, kemarin dia bikin barang jatuh-jatuh di lantai atas.” bisiknya.

“ngapain?”

“mana gue tau? gue kemarin lebih pilih telponan sama lo.”

hening.

celine hanya bisa mengangguk dengan perasaan kacau awut-awutan. tangannya yang bergerak mengeluarkan sheet mask bahkan sampai bergetar.

“sibak dulu rambutnya ke belakang kal. gue pasangin dulu ini nanti terus gue bandoin.”

kalandra menurut, mencekali rambutnya ke belakang. diam-diam lelaki itu menikmati ekspresi celine yang selalu memujinya lewat mata. gadis dengan baterai kelewat penuh yang kadang bisa mengeluarkan isi pikirannya secara terang-terangan itu membuat kalandra gemas bukan main.

tangan celine perlahan bergerak maju, memasangkan masker putih pada wajah kalandra dan membenarkannya agar rapi.

“wajah lo kecil banget kal.” celine berkomentar seraya terus melipat-lipat bagian yang kedodoran. “gemes banget suer kecil. lo kalo helm-an pake helm pak supri apa gak tenggelem anjir.”

“siapa pak supri?”

“yang jual es degan deket pertigaan rumah gue.”

“jauh banget.” kalandra membalas, menatap celine yang kini malah tertawa di posisinya duduk itu sambil terus membenarkan lipatan masker di wajah kalandra.

“nah udah. sini rambutnya, lo punya bando gak kal?”

“gak, karet tuh ada.”

“mana karet?”

“karet nasi goreng?”

“STRESS LO YA.” celine tidak habis pikir, memutuskan untuk menggeledah isi tasnya saja siapa tau ada karet kecil-kecil di dalamnya. dan setelah menemukannya, gadis itu langsung mengambil alih rambut kalandra.

“gue iket kayak anak ayam lepas gak papa ya?” celine bertanya, menatap kalandra.

“suka-suka lo. mau lo kelabang miring juga gue gak masalah.”

“dih.” celine mengerjap, memutuskan untuk fokus membenarkan rambut saja ketimbang jantungnya makin diombang-ambing.

“menurut lo gimana cara manusia tau kalo lagi tertarik sama lawan jenis miles?” kalandra membuka topik. bertanya ketika tangan celine masih sibuk di atas kepalanya.

“tertarik ya tertarik aja sih. masa gak ngerti? kayak jantung lo mau pecah gitu pas deket-deket. terus tangan lo keringetan pas berduaan. atau.. lo pernah denger lagu smash gak? yang kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku.. nah tuh, kek begitu...”

“hahahahahahaha anjir.”

“atau ini nih, yang di drama-drama..”

“apa?”

“kalo lo kepengen cium, berarti lo tertarik. kek lo bandingin aja ya misalnya liat cewek A sama cewek B. pasti feelnya beda.”

“berarti lo kalo liat gue sama gibran pengen cium yang mana?”

celine melotot, tidak menjawab. hatinya makin acak-acakan. kini tangannya bahkan sudah bergerak menarik rambut kalandra kuat-kuat agar mulut lelaki itu diam saja.

“ampun cel hahahaha sumpah jambakan lo maut juga.”

“makanya!!!!!”

“padahal gue serius penasaran.”

“kalo menurut lo sendiri gue pengennya yang mana?”

“gue lah?” kalandra percaya diri.

“ih gue sumpel lo ya asli.” celine menarik mundur badannya, menarik tas yang ia bawa dari atas meja sembari menetralkan detak jantung.

“nih dompet lo.” ujarnya, menyerahkan dompet titipan kalandra kemarin siang.

“gitu doang?”

“maksudnya?”

“lo gak buka dompet gue sama sekali?”

celine mengernyit. “lo kira tangan gue usil? cukup bibir gue aja yang stress kal sumpah tangan gue jangan ikut-ikutan. kata kakak gue, gue udah cukup gila terlahir dengan otak rada spesial ini.”

kalandra reflek cemberut. “padahal ada kertasnya. gue udah mikir 15 menit di parkiran..”

“kertas apaan?”

“males ah gue.”

“IH KALANDRA LO JANGAN NGAMBEK GUE GAK KUAT.”

“males males.” kalandra hendak bangkit berdiri namun dicekali oleh celine.

“kalllllll.”

“apaaaa?”

“sini gue liat. jangan berdiri-berdiri udah lo rileks aja disini duduk.”

“tidur di kaki lo?”

celine memejam mata. sudah cukup sinting untuk menanggapi lebih lanjut. kepalanya bahkan sudah berkedut, ketika akhirnya memutuskan untuk mengangguk. “sini.” ia menepuk pahanya pelan. mengizinkan.

kalandra mendenguskan tawa kecil, dengan senang hati menurut.

“nih.” ujarnya, menyerahkan dompet kembali ke tangan celine. kepalanya ia benarkan dengan pas di ujung lutut gadis itu agar tidak terganggu. toh, pada dasarnya kalandra memang hanya ingin mengganggu saja.

celine menerima dompet tersebut dengan tangan bergetar sebab kepala kalandra yang kini sudah tergeletak di atas kakinya. stress, jantungnya seakan merosot hilang dan berlarian lepas. isi otaknya bahkan makin hang, kacau.

“gue taruh di tempat uang. buka aja.”

“kertas sobekan jelek nih kah?”

“jangan lo ledek dong princess, isinya gue mikir banget itu.”

celine menarik kertas putih tersebut dan membuka lipatannya.

MOONIGHT-date. location : - date/time : saturday 8p.m – .... dresscode : senyaman lo.

gadis itu reflek mencengkram kuat ujung jaket yang ia pangku. bahkan ingin berteriak saja rasanya.

“udah gak? lo baca tulisan setaun.”

“DIAM BODOH.”

“iya gue diem.” kalandra terkekeh, lanjut memejamkan mata. membiarkan celine berpikir dan bergelut dengan isi otaknya sendiri cukup lama hingga akhirnya namanya dipanggil.

“kal..”

“hm?”

“jangan main-mainnnnn sama gue pleaseeeeee. kalo gue udah beneran minta lo tanggung jawab lo bakal gue kejar sampe benua afrika anjir sumpah.”

“gak perlu ngejar sampe afrika cel, gue disini.”

STRESS!

celine langsung kolaps, menyenderkan badannya sendiri ke sandaran sofa sebab lemas sempurna. tidak mengetahui bahwa diam-diam kalandra juga menelan ludahnya serat di atas pangkuan. jantungnya ikut meledak-ledak.

what kind of friend are we?


celine melangkahkan kakinya masuk ke unit yang ditinggali oleh kalandra dan 2 temannya. ada di lantai atas dan benar terlihat mewah. langit biru cerah yang terbentang luas berhias kapas putih terlihat dari jendela kaca besar yang gordennya terbuka lebar.

kaki gadis itu sontak lemas beberapa detik sebab kondisi ruangan yang super nyaman dan memiliki bau mint segar bercampur wangi menenangkan yang tidak bisa celine jabarkan lagi. siapapun tidak akan pernah menyangka bahwa unit ini dihuni oleh 3 orang lelaki yang semuanya lepas orang tua.

“pake yang itu cel, punya gue.” kalandra menunjuk sepasang sandal rumah berwarna biru cerah dengan gambar kartun sinchan yang membuat celine reflek melotot akibat tidak percaya.

“sandal, lo??”

“gue suka sinchan. lucu tau..” kalandra terkekeh, menarik langkah agar celine segera mengikutinya melangkah lebih masuk ke dalam. duduk di ruang tengah tepat di hadapan tv.

kursi keluaran BMT tentu saja, bisa terlihat dari label nama yang terjahit rapi pada tiap produknya. celine reflek salah tingkah sendiri.

lelaki itu membiarkan celine mengeksplor unitnya sebentar, sedangkan kakinya mulai melangkah menuju kulkas. mencari air mineral atau apa saja yang bisa diminum oleh model yang tengah menjaga proporsi tubuh.

“kalandra..” celine tau-tau memanggil.

“ya?”

“ini lo ganteng banget anjir.” celine yang berjalan di sekitar lemari putih kecil itu menunjuk sebuah foto yang terpajang sambil menutup mulutnya rapat-rapat. super dramatis. namun pujiannya barusan benar keluar diluar kendali. ia yakin bahwa siapapun gadis diluar sana juga akan mengeluarkan kalimat puji serupa jika melihat foto tersebut.

kalandra tidak bergerak dari posisinya. kaku beberapa detik dengan telinga memerah menahan malu. matanya kini bahkan sudah fokus menatap pergerakan celine yang terus berjalan mengitari unit. hingga akhirnya langkah gadis itu berhenti tepat di depan foto besar yang ada di dinding perbatasan kamar gibran dan javerio. foto tim basket kalandra ketika SMA bersama dengan tim tari clara. tim inti DBL.

“wah............” celine lagi-lagi mengatup bibir. memperhatikan lamat-lamat siapa saja orang yang ada di foto tersebut meskipun tidak ada yang ia kenal selain gibran.

“itu cewek cakep-cakep princess lo juga kah kal?”

“kan gue bilang gak semua cewek gue jadiin princess toh miles.” kalandra menggeleng, duduk di sofa sambil menaikkan dua kakinya.

“apa kriteria cewek biar bisa jadi princess lo?” celine memaling wajah penasaran, memutuskan untuk ikut duduk di sebelah kalandra saja.

“hmm..” lelaki itu berdeham panjang, tampak berpikir. “cewek-cewek yang tertarik sama gue?”

celine mengerut alis. “nyebelin juga tu alesan..”

“hahaha. bercanda. itu 50%nya doang.”

“50nya lagi?”

“karna gue tertarik.”

sinting! celine hampir melebur bersama kursi saking terkejutnya, membuat kalandra hanya tertawa singkat sembari menunjuk wajahnya. “dah sini, katanya mau raba-raba muka gue.” ujarnya kemudian.

“se-karang?”

“ya kalo lo mau lama-lama disini gue sih oke.” kalandra menaikkan sebelah alis, lalu menopang dagu sambil menatap celine.

“dih.” gadis itu reflek salah tingkah. “cuci muka sana buruan.”

“lo gak mau bantuin gue cuci muka?”

“KALANDRA LO GUE TAMPOL YA SEKALI LAGI GODAIN GUE!!”

lelaki itu terkekeh, lantas mencubit pipi celine sebentar. “lucu banget sih lo.” ujarnya, lalu meraih ponsel dari atas meja untuk menghubungi jave. S&K setiap kali membawa lawan jenis dalam apartment.

setelah telponnya diangkat, lelaki itu segera meletakkannya kembali di meja dan melangkah ke toilet. hendak mencuci muka.

“miles.” kalandra berujar ketika kakinya masih di ambang pintu toilet. “itu telponnya nyala.” ujarnya, menunjuk ponsel. “in case lo kebelet kentut atau apa boleh ke kamar gue aja dari pada temen gue kedengeran.. tuh, kamar gue yang paling pojok.”

“IH GUE GAK KEBELET BEGITUAN ANJIR YANG BETUL AJA.”

kalandra reflek tertawa. “bercandaaaa.”


“kenapa telponnya gak dimatiin aja?” celine setengah berbisik ketika kalandra akhirnya kembali duduk di tempatnya semula.

“dia takut gue ngapa-ngapain lo.”

“oh.. EH KAL KALO HANDUKIN WAJAH JANGAN LO SERET ANJIR.” celine batal berkomentar dan reflek mencekali pergelangan tangan kalandra. “ditepuk-tepuk aja.. kayak gini.” lanjutnya, menarik handuk putih itu perlahan dan menepuk-nepuknya halus pada permukaan kulit bersih kalandra.

lelaki itu tersenyum, memajukan badan agar celine tidak kesusahan. namun gerakannya barusan malah membuat celine tidak konsentrasi dan makin salah tingkah.

“tuh. udah.”

“belum nih di deket alis masih basah.”

“jangan usil please lo diem aja.”

kalandra tertawa kecil, namun menurut. netranya kini menatap celine yang mulai membukakan sheet mask agar bisa ia pakai. “sini gue bukain.” ujarnya kala melihat celine kesusahan. tangannya bergerak meraih bungkusan hijau tersebut dan membukanya cepat.

“hehe. yuk sana rebahan biar enak gak melorot. atau apa deh terserah cari posisi enak lo aja.”

“tidur di kaki lo?”

“STRESS KAH ANJIR?” celine reflek meledak. kumpulan bapernya yang sejak lama menumpuk itu meluap dalam sekali teriak. wajahnya memerah dan ia merasa gerah bukan main.

“kal? kalandraaaaa.” suara dari ponsel yang sejak tadi senyap itu mulai terdengar.

“gue kepleset.” kalandra tertawa, memberikan alasan.

“awas lo ya.. anak orang jangan diganggu!”

“dih.” kalandra reflek mencibir, “asal lo tau miles, kemarin dia bikin barang jatuh-jatuh di lantai atas.” bisiknya.

“ngapain?”

“mana gue tau? gue kemarin lebih pilih telponan sama lo.”

hening.

celine hanya bisa mengangguk dengan perasaan kacau awut-awutan. tangannya yang bergerak mengeluarkan sheet mask bahkan sampai bergetar.

“sibak dulu rambutnya ke belakang kal. gue pasangin dulu ini nanti terus gue bandoin.”

kalandra menurut, mencekali rambutnya ke belakang. diam-diam lelaki itu menikmati ekspresi celine yang selalu memujinya lewat mata. gadis dengan baterai kelewat penuh yang kadang bisa mengeluarkan isi pikirannya secara terang-terangan itu membuat kalandra gemas bukan main.

tangan celine perlahan bergerak maju, memasangkan masker putih pada wajah kalandra dan membenarkannya agar rapi.

“wajah lo kecil banget kal.” celine berkomentar seraya terus melipat-lipat bagian yang kedodoran. “gemes banget suer kecil. lo kalo helm-an pake helm pak supri apa gak tenggelem anjir.”

“siapa pak supri?”

“yang jual es degan deket pertigaan rumah gue.”

“jauh banget.” kalandra membalas, menatap celine yang kini malah tertawa di posisinya duduk itu sambil terus membenarkan lipatan masker di wajah kalandra.

“nah udah. sini rambutnya, lo punya bando gak kal?”

“gak, karet tuh ada.”

“mana karet?”

“karet nasi goreng?”

“STRESS LO YA.” celine tidak habis pikir, memutuskan untuk menggeledah isi tasnya saja siapa tau ada karet kecil-kecil di dalamnya. dan setelah menemukannya, gadis itu langsung mengambil alih rambut kalandra.

“gue iket kayak anak ayam lepas gak papa ya?” celine bertanya, menatap kalandra.

“suka-suka lo. mau lo kelabang miring juga gue gak masalah.”

“dih.” celine mengerjap, memutuskan untuk fokus membenarkan rambut saja ketimbang jantungnya makin diombang-ambing.

“menurut lo gimana cara manusia tau kalo lagi tertarik sama lawan jenis miles?” kalandra membuka topik. bertanya ketika tangan celine masih sibuk di atas kepalanya.

“tertarik ya tertarik aja sih. masa gak ngerti? kayak jantung lo mau pecah gitu pas deket-deket. terus tangan lo keringetan pas berduaan. atau.. lo pernah denger lagu smash gak? yang kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku.. nah tuh, kek begitu...”

“hahahahahahaha anjir.”

“atau ini nih, yang di drama-drama..”

“apa?”

“kalo lo kepengen cium, berarti lo tertarik. kek lo bandingin aja ya misalnya liat cewek A sama cewek B. pasti feelnya beda.”

“berarti lo kalo liat gue sama gibran pengen cium yang mana?”

celine tidak menjawab, hatinya makin acak-acakan. kini tangannya bahkan sudah bergerak menarik rambut kalandra kuat-kuat agar mulut lelaki itu diam saja.

“ampun cel hahahaha sumpah jambakan lo maut juga.”

“makanya!!!!!”

“padahal gue serius penasaran.”

“kalo menurut lo sendiri gue pengennya yang mana?”

“gue lah?” kalandra percaya diri.

“ih gue sumpel lo ya asli.” celine menarik mundur badannya, menarik tas yang ia bawa dari atas meja sembari menetralkan detak jantung.

“nih dompet lo.” ujarnya, menyerahkan dompet titipan kalandra kemarin siang.

“gitu doang?”

“maksudnya?”

“lo gak buka dompet gue sama sekali?”

celine mengernyit. “lo kira tangan gue usil? cukup bibir gue aja yang stress kal sumpah tangan gue jangan ikut-ikutan. kata kakak gue, gue udah cukup gila terlahir dengan otak rada spesial ini.”

kalandra reflek cemberut. “padahal ada kertasnya. gue udah mikir 15 menit di parkiran..”

“kertas apaan?”

“males ah gue.”

“IH KALANDRA LO JANGAN NGAMBEK GUE GAK KUAT.”

“males males.” kalandra hendak bangkit berdiri namun dicekali oleh celine.

“kalllllll.”

“apaaaa?”

“sini gue liat. jangan berdiri-berdiri udah lo rileks aja disini duduk.”

“tidur di kaki lo?”

celine memejam mata. sudah cukup sinting untuk menanggapi lebih lanjut. kepalanya bahkan sudah berkedut, ketika akhirnya memutuskan untuk mengangguk. “sini.” ia menepuk pahanya pelan. mengizinkan.

kalandra mendenguskan tawa kecil, dengan senang hati menurut.

“nih.” ujarnya, menyerahkan dompet kembali ke tangan celine. kepalanya ia benarkan dengan pas di ujung lutut gadis itu agar tidak terganggu. toh, pada dasarnya kalandra memang hanya ingin mengganggu saja.

celine menerima dompet tersebut dengan tangan bergetar sebab kepala kalandra yang kini sudah tergeletak di atas kakinya. stress, jantungnya seakan merosot hilang dan berlarian lepas. isi otaknya bahkan makin hang, kacau.

“gue taruh di tempat uang. buka aja.”

“kertas sobekan jelek nih kah?”

“jangan lo ledek dong princess, isinya gue mikir banget itu.”

celine menarik kertas putih tersebut dan membuka lipatannya.

MOONIGHT-date. location : - date/time : saturday 8p.m – .... dresscode : senyaman lo.

gadis itu reflek mencengkram kuat ujung jaket yang ia pangku. bahkan ingin berteriak saja rasanya.

“udah gak? lo baca tulisan setaun.”

“DIAM BODOH.”

“iya gue diem.” kalandra terkekeh, lanjut memejamkan mata. membiarkan celine berpikir dan bergelut dengan isi otaknya sendiri cukup lama hingga akhirnya namanya dipanggil.

“kal..”

“hm?”

“jangan main-mainnnnn sama gue pleaseeeeee. kalo gue udah beneran minta lo tanggung jawab lo bakal gue kejar sampe benua afrika anjir sumpah.”

“gak perlu ngejar sampe afrika cel, gue disini.”

STRESS!

celine langsung kolaps, menyenderkan badannya sendiri ke sandaran sofa sebab lemas sempurna. tidak mengetahui bahwa diam-diam kalandra juga menelan ludahnya serat di atas pangkuan. jantungnya ikut meledak-ledak.

what kind of friend are we?


celine melangkahkan kakinya masuk ke unit yang ditinggali oleh kalandra dan 2 temannya. ada di lantai atas dan benar terlihat mewah. langit biru cerah yang terbentang luas berhias kapas putih terlihat dari jendela kaca besar yang gordennya terbuka lebar.

kaki gadis itu sontak lemas beberapa detik sebab kondisi ruangan yang super nyaman dan memiliki bau mint segar bercampur wangi menenangkan yang tidak bisa celine jabarkan lagi. siapapun tidak akan pernah menyangka bahwa unit ini dihuni oleh 3 orang lelaki yang semuanya lepas orang tua.

“pake yang itu cel, punya gue.” kalandra menunjuk sepasang sandal rumah berwarna biru cerah dengan gambar kartun sinchan yang membuat celine reflek melotot akibat tidak percaya.

“sandal, lo??”

“gue suka sinchan. lucu tau..” kalandra terkekeh, menarik langkah agar celine segera mengikutinya melangkah lebih masuk ke dalam. duduk di ruang tengah tepat di hadapan tv.

kursi keluaran BMT tentu saja, bisa terlihat dari label nama yang terjahit rapi pada tiap produknya. celine reflek salah tingkah sendiri.

lelaki itu membiarkan celine mengeksplor unitnya sebentar, sedangkan kakinya mulai melangkah menuju kulkas. mencari air mineral atau apa saja yang bisa diminum oleh model yang tengah menjaga proporsi tubuh.

“kalandra..” celine tau-tau memanggil.

“ya?”

“ini lo ganteng banget anjir.” celine yang berjalan di sekitar lemari putih kecil itu menunjuk sebuah foto yang terpajang sambil menutup mulutnya rapat-rapat. super dramatis. namun pujiannya barusan benar keluar diluar kendali. ia yakin bahwa siapapun gadis diluar sana juga akan mengeluarkan kalimat puji serupa jika melihat foto tersebut.

kalandra tidak bergerak dari posisinya. kaku beberapa detik dengan telinga memerah menahan malu. matanya kini bahkan sudah fokus menatap pergerakan celine yang terus berjalan mengitari unit. hingga akhirnya langkah gadis itu berhenti tepat di depan foto besar yang ada di dinding perbatasan kamar gibran dan javerio. foto tim basket kalandra ketika SMA bersama dengan tim tari clara. tim inti DBL.

“wah............” celine lagi-lagi mengatup bibir. memperhatikan lamat-lamat siapa saja orang yang ada di foto tersebut meskipun tidak ada yang ia kenal selain gibran.

“itu cewek cakep-cakep princess lo juga kah kal?”

“kan gue bilang gak semua cewek gue jadiin princess toh miles.” kalandra menggeleng, duduk di sofa sambil menaikkan dua kakinya.

“apa kriteria cewek biar bisa jadi princess lo?” celine memaling wajah penasaran, memutuskan untuk ikut duduk di sebelah kalandra saja.

“hmm..” lelaki itu berdeham panjang, tampak berpikir. “cewek-cewek yang tertarik sama gue?”

celine mengerut alis. “nyebelin juga tu alesan..”

“hahaha. bercanda. itu 50%nya doang.”

“50nya lagi?”

“karna gue tertarik.”

sinting! celine hampir melebur bersama kursi saking terkejutnya, membuat kalandra hanya tertawa singkat sembari menunjuk wajahnya. “dah sini, katanya mau raba-raba muka gue.” ujarnya kemudian.

“se-karang?”

“ya kalo lo mau lama-lama disini gue sih oke.” kalandra menaikkan sebelah alis, lalu menopang dagu sambil menatap celine.

“dih.” gadis itu reflek salah tingkah. “cuci muka sana buruan.”

“lo gak mau bantuin gue cuci muka?”

“KALANDRA LO GUE TAMPOL YA SEKALI LAGI GODAIN GUE!!”

lelaki itu terkekeh, lantas mencubit pipi celine sebentar. “lucu banget sih lo.” ujarnya, lalu meraih ponsel dari atas meja untuk menghubungi jave. S&K setiap kali membawa lawan jenis dalam apartment.

setelah telponnya diangkat, lelaki itu segera meletakkannya kembali di meja dan melangkah ke toilet. hendak mencuci muka.

“miles.” kalandra berujar ketika kakinya masih di ambang pintu toilet. “itu telponnya nyala.” ujarnya, menunjuk ponsel. “in case lo kebelet kentut atau apa boleh ke kamar gue aja dari pada temen gue kedengeran.. tuh, kamar gue yang paling pojok.”

“IH GUE GAK KEBELET BEGITUAN ANJIR YANG BETUL AJA.”

kalandra reflek tertawa. “bercandaaaa.”


“kenapa telponnya gak dimatiin aja?” celine setengah berbisik ketika kalandra akhirnya kembali duduk di tempatnya semula.

“dia takut gue ngapa-ngapain lo.”

“oh.. EH KAL KALO HANDUKIN WAJAH JANGAN LO SERET ANJIR.” celine batal berkomentar dan reflek mencekali pergelangan tangan kalandra. “ditepuk-tepuk aja.. kayak gini.” lanjutnya, menarik handuk putih itu perlahan dan menepuk-nepuknya halus pada permukaan kulit bersih kalandra.

lelaki itu tersenyum, memajukan badan agar celine tidak kesusahan. namun gerakannya barusan malah membuat celine tidak konsentrasi dan makin salah tingkah.

“tuh. udah.”

“belum nih di deket alis masih basah.”

“jangan usil please lo diem aja.”

kalandra tertawa kecil, namun menurut. netranya kini menatap celine yang mulai membukakan sheet mask agar bisa ia pakai. “sini gue bukain.” ujarnya kala melihat celine kesusahan. tangannya bergerak meraih bungkusan hijau tersebut dan membukanya cepat.

“hehe. yuk sana rebahan biar enak gak melorot. atau apa deh terserah cari posisi enak lo aja.”

“tidur di kaki lo?”

“STRESS KAH ANJIR?” celine reflek meledak. kumpulan bapernya yang sejak lama menumpuk itu meluap dalam sekali teriak. wajahnya memerah dan ia merasa gerah bukan main.

“kal? kalandraaaaa.” suara dari ponsel yang sejak tadi senyap itu mulai terdengar.

“gue kepleset.” kalandra tertawa, memberikan alasan.

“awas lo ya.. anak orang jangan diganggu!”

“dih.” kalandra reflek mencibir, “asal lo tau miles, kemarin dia bikin barang jatuh-jatuh di lantai atas.” bisiknya.

“ngapain?”

“mana gue tau? gue kemarin lebih pilih telponan sama lo.”

hening.

celine hanya bisa mengangguk dengan perasaan kacau awut-awutan. tangannya yang bergerak mengeluarkan sheet mask bahkan sampai bergetar.

“sibak dulu rambutnya ke belakang kal. gue pasangin dulu ini nanti terus gue bandoin.”

kalandra menurut, mencekali rambutnya ke belakang. diam-diam lelaki itu menikmati ekspresi celine yang selalu memujinya lewat mata. gadis dengan baterai kelewat penuh yang kadang bisa mengeluarkan isi pikirannya secara terang-terangan itu membuat kalandra gemas bukan main.

tangan celine perlahan bergerak maju, memasangkan masker putih pada wajah kalandra dan membenarkannya agar rapi.

“wajah lo kecil banget kal.” celine berkomentar seraya terus melipat-lipat bagian yang kedodoran. “gemes banget suer kecil. lo kalo helm-an pake helm pak supri apa gak tenggelem anjir.”

“siapa pak supri?”

“yang jual es degan deket pertigaan rumah gue.”

“jauh banget.” kalandra membalas, menatap celine yang kini malah tertawa di posisinya duduk itu sambil terus membenarkan lipatan masker di wajah kalandra.

“nah udah. sini rambutnya, lo punya bando gak kal?”

“gak, karet tuh ada.”

“mana karet?”

“karet nasi goreng?”

“STRESS LO YA.” celine tidak habis pikir, memutuskan untuk menggeledah isi tasnya saja siapa tau ada karet kecil-kecil di dalamnya. dan setelah menemukannya, gadis itu langsung mengambil alih rambut kalandra.

“gue iket kayak anak ayam lepas gak papa ya?” celine bertanya, menatap kalandra.

“suka-suka lo. mau lo kelabang miring juga gue gak masalah.”

“dih.” celine mengerjap, memutuskan untuk fokus membenarkan rambut saja ketimbang jantungnya makin diombang-ambing.

“menurut lo gimana cara manusia tau kalo lagi tertarik sama lawan jenis miles?” kalandra bertanya ketika tangan celine masih sibuk di atas kepalanya.

“tertarik ya tertarik aja sih. masa gak ngerti? kayak jantung lo mau pecah gitu pas deket-deket. terus tangan lo keringetan pas berduaan. atau.. lo pernah denger lagu smash gak? yang kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku.. nah tuh, kek begitu...”

“hahahahahahaha anjir.”

“atau ini nih, yang di drama-drama..”

“apa?”

“kalo lo kepengen cium, berarti lo tertarik. kek lo bandingin aja ya misalnya liat cewek A sama cewek B. pasti feelnya beda.”

“berarti lo kalo liat gue sama gibran pengen cium yang mana?”

celine tidak menjawab, hatinya makin acak-acakan. kini tangannya bahkan sudah bergerak menarik rambut kalandra kuat-kuat agar mulut lelaki itu diam saja.

“ampun cel hahahaha sumpah jambakan lo maut juga.”

“makanya!!!!!”

“padahal gue serius penasaran.”

“kalo menurut lo sendiri gue pengennya yang mana?”

“gue lah?” kalandra percaya diri.

“ih gue sumpel lo ya asli.” celine menarik mundur badannya, menarik tas yang ia bawa dari atas meja sembari menetralkan detak jantung.

“nih dompet lo.” ujarnya, menyerahkan dompet titipan kalandra kemarin siang.

“gitu doang?”

“maksudnya?”

“lo gak buka dompet gue sama sekali?”

celine mengernyit. “lo kira tangan gue usil? cukup bibir gue aja yang stress kal sumpah tangan gue jangan ikut-ikutan. kata kakak gue, gue udah cukup gila terlahir dengan otak rada spesial ini.”

kalandra reflek cemberut. “padahal ada kertasnya. gue udah mikir 15 menit di parkiran..”

“kertas apaan?”

“males ah gue.”

“IH KALANDRA LO JANGAN NGAMBEK GUE GAK KUAT.”

“males males.” kalandra hendak bangkit berdiri namun dicekali oleh celine.

“kalllllll.”

“apaaaa?”

“sini gue liat. jangan berdiri-berdiri udah lo rileks aja disini duduk.”

“tidur di kaki lo?”

celine memejam mata. sudah cukup sinting untuk menanggapi lebih lanjut. kepalanya bahkan sudah berkedut, ketika akhirnya memutuskan untuk mengangguk. “sini.” ia menepuk pahanya pelan. mengizinkan.

kalandra mendenguskan tawa kecil, dengan senang hati menurut.

“nih.” ujarnya, menyerahkan dompet kembali ke tangan celine. kepalanya ia benarkan dengan pas di ujung lutut gadis itu agar tidak terganggu. toh, pada dasarnya kalandra memang hanya ingin mengganggu saja.

celine menerima dompet tersebut dengan tangan bergetar sebab kepala kalandra yang kini sudah tergeletak di atas kakinya. stress, jantungnya seakan merosot hilang dan berlarian lepas. isi otaknya bahkan makin hang, kacau.

“gue taruh di tempat uang. buka aja.”

“kertas sobekan jelek nih kah?”

“jangan lo ledek dong princess, isinya gue mikir banget itu.”

celine menarik kertas putih tersebut dan membuka lipatannya.

MOONIGHT-date. location : - date/time : saturday 8p.m – .... dresscode : senyaman lo.

gadis itu reflek mencengkram kuat ujung jaket yang ia pangku. bahkan ingin berteriak saja rasanya.

“udah gak? lo baca tulisan setaun.”

“DIAM BODOH.”

“iya gue diem.” kalandra terkekeh, lanjut memejamkan mata. membiarkan celine berpikir dan bergelut dengan isi otaknya sendiri cukup lama hingga akhirnya namanya dipanggil.

“kal..”

“hm?”

“jangan main-mainnnnn sama gue pleaseeeeee. kalo gue udah beneran minta lo tanggung jawab lo bakal gue kejar sampe benua afrika anjir sumpah.”

“gak perlu ngejar sampe afrika cel, gue disini.”

STRESS!

celine langsung kolaps, menyenderkan badannya sendiri ke sandaran sofa sebab lemas sempurna. tidak mengetahui bahwa diam-diam kalandra juga menelan ludahnya serat di atas pangkuan. jantungnya ikut meledak-ledak.

a little memory inside.


“miles!” kalandra menyapa, sedikit berteriak sebab celine yang baru melihatnya itu kabur bersebrangan arah. membuat lelaki itu terkekeh sambil mulai berlari kecil menyusul langkah kaki celine yang menolak berhenti.

“tenaga lo abis ngejar bu lenni belum abis ya sumpah.” kalandra terengah ketika tangannya berhasil menggapai lengan celine tepat sebelum belok ke tikungan.

“BU LENNA TAUUUU.” masih sempat-sempatnya pula ia membenarkan.

lelaki itu hanya mengangguk. sadar bahwa ia memang salah sebut nama, lantas mendudukkan diri di kursi panjang dan menyuruh celine agar duduk juga di sebelahnya.

“miles, hari ini gak bisa dulu ya?” kalandra berujar tanpa basa-basi. melirik jam tangannya sebentar demi mengepas jadwal.

hening. celine yang masih terpukau dan baper luar dalam akibat melihat outfit kalandra yang lagi-lagi membuatnya gila dadakan itu seketika mengerut kening.

“ada janji lagi ya?!!!!” balasnya.

kalandra memelas. “iya, gue keluar kota nanti. sekitar jam 1 berangkat.”

“sama princess yang mana lagi ni siang-siang merantau?” celine menghadapkan tubuhnya sempurna ke arah kalandra. ingat bahwa janjinya kemarin batal mendadak juga.

“hahaha gak ada celinee, gue sama temen-temen doang. gibran ikut kok tanya aja kalo lo gak percaya.”

celine melongo beberapa saat sebelum akhirnya mengerucutkan bibir. “padahal udah gue siapin ya tuh masker-masker semuaaaaaaaaaaaa sejak jaman penjajahan.”

“maaf dong princess.”

“ck. ya udah deh ya udaaah.”

“gak marah?”

“MENURUT ANDA?”

kalandra kaget, lalu lanjut tertawa. ia lantas diam sebentar sebelum akhirnya mulai menatap celine lekat sambil merogoh saku jaket putihnya. meraih dompet hitamnya sebentar, lalu menyerahkannya pada celine.

“nih deh miles. gue titip ini biar gue gak resek batalin janji lagi besok-besok.”

celine reflek membulatkan mata. “DAH GILA LO YA?” ujarnya seraya mendorong balik dompet tersebut tanpa basa-basi.

“iya. gila. gila banget malah.” kekehnya sesaat, lalu meraih telapak tangan celine mendekat. “buka, jangan genggem gitu.”

“gak mauuuuu.”

“ya elah tinggal masukin gini doang ribet.” kalandra akhirnya membuka tas yang gadis itu bawa dan memasukan dompetnya cepat. tidak kekurangan akal.

“lagian buat apa sih anjir gue tanya baik-baik?!!!”

“jagain aja. asal lo tau gue gak akan bisa tahan lama-lama kalo gak megang dia.”

“ALESAN!! SEKARANG KAN PEMBAYARAN BISA PAKE HP DOANG.”

kalandra merengut. “tuh di dalem situ bukan cuma atm tau.”

celine terdiam. “ya iya sih. tapi kan..”

“ada ktp, sim, ktm, kartu keluarga, surat rumah juga...”

“AAAAAA NGELAWAK KAH LO KALANDRA?!”

lelaki itu berjengit mundur sambil mengusap sebelah telinganya, lantas tertawa.. “bercanda cantik. tapi disitu ada foto yang paling gue suka sih..”

“foto lo?”

kalandra menggeleng. “foto keluarga. sama foto adek gue.”

celine mengerjap, meneleng kepala. rautnya sudah tampak kebingungan. dan belum sempat ia bertanya lebih jauh, ponsel kalandra sudah bergetar kuat. ada telepon masuk.

“temen gue telpon.” ujarnya, bangkit berdiri. “nanti gue chat lagi ya princess?” lanjutnya tersenyum, berpamitan. lelaki itu lantas mengelus rambut wangi celine cukup lama sebelum akhirnya mulai melangkah menjauh.

meninggalkan celine yang lagi-lagi baper sendirian tanpa berpikir bahwa teman yang dimaksud tadi adalah teman perempuan milik kalandra yang lain.

kalandra duduk di atas jok motornya setelah melepas helm. lelaki itu sibuk mengetuk stang motor sebab yang ditunggu masih belum juga keluar. gelisah, tentu saja. kakinya sudah ingin melangkah turun demi memencet bel ketika akhirnya gadis yang ia nantikan keluar juga dari pintu utama. mengenakan setelan tidur serba putih dilengkapi dengan hoodie super kebesaran.

kalandra sampai hampir meledakkan tawa sebab celine menutup kepala dengan topi hoodie dan menariknya rapat-rapat. memperlihatkan wajah kecilnya yang semakin mengerut hilang sebab tertelan separuh lebih. tampak sangat menggemaskan.

“sini keluar. masa iya gue dijamur disini udah kayak jual cilok aja?”

“gak berani. lo lagi serem.”

kalandra berdecak. “kayak pernah gue apain aja sih ya ampun..”

celine menimbang cukup lama sebelum akhirnya menurut tuk keluar dari pagar. menghampiri kalandra.. yang demi apapun tampak sangat luar biasa sempurna malam ini.

rambutnya tersisir rapi, dilengkapi oleh kaos putih terbalut jaket denim. santai, namun benar-benar membuat orang kesusahan memaling mata.

“jadi?” lelaki itu menembak tanpa basa-basi.

“jadi ya itu..”

“itu?”

“kal tunggu dongggg jangan lo cepet-cepetin.”

“oke.. jadi kenapa?”

“ya itu.....”

“lo gue cium beneran ya cel ya..” kalandra gemas, menepuk kening. melihat celine meremas tangannya sendiri dan menunduk sebab gelisah bukan main.

“gue cuma gak pengen reputasi lo jelek di kampus kal... udah.”

“hah?”

“lo dituduh beli gue dengan harga mahal. lo dituduh tidurin gue di kos-kosan. lo dicap cowok modal duit sama mereka. gue.. gue cuma beneran gak pengen lo kena imbas masalah gue. ya kalo gue yang dibenci ya udah gue aja sendiri, gak perlu lo disangkut-sangkutin. ya, kan? kasian lo. gue gak tega dengerinnya. hati gue beneran gak mampu kalo nama lo dibawa ke konteks negatif terus-terusan cuma karena gue.”

kalandra melongo, benar tidak menyangka alasan ia dijauhi hanya karena itu saja. namun tak pelak, mendengar alasan celine barusan membuat titik terdalam di hatinya langsung menghangat. ia merasa benar disayangi oleh gadis itu. hingga tanpa sadar kalandra mendenguskan tawa kecil sambil mengurut hidung. menutupi raut saltingnya yang sudah keluar tanpa bisa ia cegah lagi.

“kalo lo sendiri emang gimana?” akhirnya lelaki itu bertanya balik, mengawasi celine yang masih menunduk di hadapannya.

“gimana apa?”

“ya lo sendiri keberatan gak kalo dituduh bareng gue kayak gitu?”

“errr..”

“kalo diajak ngobrol, liat matanya. hadep sini cantik.” kalandra melepas tangan celine yang saling bergelut di bawah itu sebentar sebelum menarik dagu agar menghadap ke arahnya. “nah, sekarang jawab.” ujarnya, menarik mundur pergerakan tangannya.

celine diam, matanya bergerak tidak fokus. tangannya bahkan sudah kembali meremat satu sama lain. “jujur aslinya gue udah gak peduli lagi sih kal, maksudnya ya.. gue sama lo kan emang gak pernah berbuat yang kayak gitu. gue udah berapa hari ini ngerenung tentang omongan-omongan orang yang dilontar ke gue.. dan menurut gue, gue gak berhak untuk down terlalu lama karna gosip yang.. yah.. as you said, 'sampah', itu.. kan?”

kalandra menggigit bibir bawahnya demi menahan senyum yang hampir tertarik. namun gagal. lelaki itu lantas menangkup kepala celine bangga. “bagus, pinter. itu baru namanya cewek gue..” ujarnya, lalu mengelus singkat kening celine sebelum akhirnya menarik mundur cekalan.

“jadi intinya lo cuma khawatirin gue, miles?”

“ya... gitu.”

kalandra mengangguk, telinganya bahkan sampai merah beberapa saat. “asal lo tau gue gak ngurusin bacotan sampah begituan selama idup.. karna lo tau apa?”

“apa?”

“mereka gak pernah kasih gue uang. gue makan, gue minum, gue beli barang, gue lakuin hal apa aja... gue gak pernah minta ke mereka. jadi ya, buat apa gue takut? buat apa gue peduli? buang-buang waktu. buang-buang tenaga. ya gak?”

celine makin termenung di posisinya berdiri.

“lo udah denger ucapan gue barusan dan bisa simpulin sendiri kan?”

“iya..”

“ya udah.” kalandra menjawab seraya mulai melirik jam tangannya sebentar sebelum akhirnya membenarkan posisi duduk di atas motor. ingin lekas berpamitan sebab clara bisa mengomel 7 turunan jika menghitung tamu undangannya tidak lengkap. belum lagi teman-teman anggota basket yang cerewetnya bisa mengalahkan kepala sekolah ketika pidato upacara..

lelaki itu lantas berpamitan tanpa menggubris celine yang kini mendadak cosplay menjadi batu malin kundang. kaku. tidak bergerak. beku! sebagian tertampar, selebihnya baper totalitas. “gue balik dulu ya princess.” ucapnya.

“ehe.. iya.”

“omong-omong ini gue beliin pas di jalan tadi. gue tau lo diet, simpen aja di kulkas. lo makan besok pagi. diangetin. oke?”

“iya kal..”

“pinter.” ujarnya lagi, lalu mulai memasang helm dan menaikkan standar motor.

celine hanya mampu mengawasi sambil menahan degup jantungnya yang sudah hilang merosot ditelan aspal.

“oh ya cel..”

“apa?”

“besok lo berangkat sama gue.” todong kalandra tanpa basa-basi. lelaki itu lantas menaikkan sebelah alisnya untuk berpamitan sebelum akhirnya benar menarik gas motornya menjauh dari halaman depan kos celine.

meninggalkan gadis serba putih yang perlahan meluruh jongkok di atas aspal abu-abu sambil sibuk menetralkan deru napas dan jantungnya yang melompat-lompat tak terkendali.

“SINTINGGGGGGGG.” ia reflek menenggelamkan wajah di celah siku untuk melepas teriakan salting yang sudah tadi ia tahan setengah mati.

karen | karel.

part 1

lowercase.

cw : (super extreme) bj, fingering, rough sex, face sitting, etc. be wise. nih konten gak ada ngeslownya ketimbang pvt2 gue sebelumnya. kalo g betah lsg skip aja.

btw, 500 likes kepalanya dulu baru gue lanjutin part 2 ya! happy reading..


karel tiba di apartment karen tepat pukul 10 malam. sinting? sudah tentu. namun mengingat dua manusia itu memang tergolong liar, hal itu bisa dibilang biasa saja. pernah sebelumnya mereka bertemu pukul 1 pagi hanya untuk memuaskan hasrat yang datang secara tiba-tiba.

“babe..” karel melenguh, memeluk pinggang karen yang baru saja membukakan pintu depan sambil menciumi leher gadis itu lembut. “kesiksa banget sejak siang, gue aslinya udah kepingin mampus sejak terakhir kita janjian ketemu.”

“salahin daftar kampus lo lah..” karen berjengit, hampir melenguhkan desahan ringan akibat sedotan karel yang tiba-tiba datang tepat di bawah telinganya.

“rel.. tutup dulu pintunya anjing.” karen kelimpungan. berusaha kuat menarik diri dari dekapan karel, lantas segera menutup pintu unitnya.

“cium ren..”

“dapur yuk?”

“gak mau! gue terakhir main disitu mecahin gelas lo, lo ngamuk gak kasih jatah ke gue 3 bulan.”

karen tertawa, lalu mulai mengalungkan tangannya di leher karel. “minta lah ke cewek lo..”

“cewek gue gak mauuuu.” karel cemberut.

“ya udah, sama gue. sini rel.” karen membalas, melepaskan kalungan tangannya sebentar sebelum menarik langkah menuju sofa besar dan mendudukkan karel disana.

gadis itu lantas membantu karel melepaskan jaket kulitnya, lalu mulai duduk di atas pangkuan. siap untuk menghajar lelaki itu malam ini.

“gue suka banget lo jadi cewek super cekatan.” karel berujar seraya mencekali pinggang karen.

“jago ya?”

“lo gak ada tandingan sih ren.”

karen tertawa, mulai menyisir rambut panjangnya agar tergerai lurus dan rapi sebab sudah hafal bahwa karel sangat menyukai hal tersebut.

“apa peraturan kita malem ini rel?”

“hm.... lo mau apa?”

karen terdiam, tampak berpikir. “gak boleh ngedesah? gimana? maksudnya desah yang sampe teriak gitu.”

lelaki itu tersenyum miring, “lo? lo yakin gak ngedesah? gue baru megang aja lo udah kelimpungan..”

“heh, itu namanya challenge.” karen menggerutu, meletakkan dua tangannya agar bertumpu pada pundak tegap karel.

“ya udah, oke. kalo ada yang teriak, tambah sejam. gimana?”

karen mengangguk, mulai menjilat bibir bawahnya sendiri sebab karel tampak sangat attractive malam ini. bau tubuhnya yang enak dihirup dilengkapi oleh perawakan tegapnya yang makin terbentuk akhir-akhir ini membuat gadis itu turn on secara reflek.

karen menelan ludah, lantas langsung memajukan badannya dan meraup bibir karel secara kasar. lidahnya perlahan menelusur garis bibir karel hingga akhirnya lelaki itu gerah sendirian, memutuskan untuk mengambil alih permainan dan reflek mencekali kepala karen kuat.

karel memiringkan kepalanya, membuka bibirnya lebar ketika melumat bibir seksi karen di berbagai sisinya. atas, bawah.. semua ia raup tanpa sisa. lidahnya perlahan masuk, menerobos mulut karen yang terbuka dan langsung melilitkannya. membuat suara cecap air liur mulai terdengar kuat dan menggema dalam ruangan.

lenguh-lenguh pelan diiringi oleh bunyi kecupan dan sedotan liar itu terus memenuhi telinga, membuat karel menggerakkan tangannya masuk dan meremat payudara berisi karen yang tidak tertutup bra.

“fuck it ren, lo selalu aja seksi..”

“hh.. punya lo. gue punya lo malem ini rel.” balasnya, kembali merekatkan bibir. gadis itu bahkan tidak segan untuk menggigiti bibir karel dan menyedot titik terdalamnya kuat-kuat. sangat pro, kelewat ahli. kadang malah karel yang dibuat kelimpungan.

“babe, stop.. stop... bibir gue bisa bengkak anjir.” karel berjengit, mengelus bibirnya dengan ibu jari sendiri.

“bibir lo gemesin sih.”

“harusnya cowok toh yang bilang begitu? kenapa malah lo?”

karen tertawa, mengedik pundak. gadis itu lantas tak membiarkan keadaan hening terlalu lama sebab kini mulai menjatuhkan lidahnya di leher karel. mengecupnya di beberapa titik yang sudah ia hafal di luar kepala, lalu mulai menyedotnya. menimbulkan bercak kemerahan yang begitu kentara.

“ren.. pelan-pelan ren..” karel melenguh kecil, reflek mendongak untuk memberikan akses lebar pada karen yang memang hobi mengeksplor. gadis itu bahkan kini sudah meraup dagu karel lagi, bergerak naik dan kembali menciumi bibir lelaki itu yang terbuka.

keduanya hanyut, ciuman mereka sama-sama enak dirasakan. tangan mereka bahkan semakin semangat meraba satu sama lain. meremas apa yang bisa diremas, mengelus apa yang terjangkau tangan.

karen menggelinjang pelan sebab jemari karel yang jatuh di buah dadanya yang padat itu perlahan memilin kecil sambil sesekali meremat gemas dari balik baju. ciumannya bahkan masih belum terlepas, kini makin parah sebab mereka saling kulum tanpa basa-basi lagi.

gadis itu menahan napasnya yang makin memburu, lantas mulai melucuti atasannya sendiri. karel juga berbuat demikian setelah sebelumnya sudah terkekeh terlebih dulu.

“arsen seneng gak sih punya cewek kayak lo ren?”

“seneng lah, buktinya sampe sekarang masih jalan.” karen menaikkan sebelah alis menanggapi. tangannya kini sudah turun memijat sesuatu yang telah mengeras dibawah pantatnya.

benar, pusaka karel.

lelaki itu reflek menggeram berat, mencekali pundak putih bersih karen yang sejak tadi masih belum ia sentuh sebab karen masih tidak mengijinkan.

peraturan mereka berdua ketika sedang HS adalah, siapa yang meminta maka dia dulu yang akan dipuaskan.

“udah keras banget ini rel.” karen menatap mata karel sambil tangannya terus memberikan pijatan halus dari balik celana jeans. menikmati ekspresi karel yang menurutnya selalu seksi itu dalam diam sebelum akhirnya gadis itu bangkit berdiri.

“langsung aja, sini. buka celana lo.”

karel menaikkan alisnya, “lo gak pengen bantu gue nurunin?”

“loh hahaha anjir nantang. berdiri lo cepetan.”

lelaki itu menurut. melonggarkan sabuk sebentar, lalu melemparnya ke atas sofa. “there u go pretty.” ujarnya, mempersilakan karen melakukan jobnya malam ini.

gadis itu mengangguk, mulai berlutut di hadapan karel dan menurunkan perlahan celana lelaki itu.

“buset.” kekehnya ketika sudah berhadapan langsung dengan adik karel dalam jarak dekat.

“dah lama gak lo pegang ren.”

“sekali lagi, salahin jadwal kampus lo..” jawabnya, mulai menelan ludah sebab berdirinya milik karel benar-benar membuat nafsunya naik ke ubun-ubun.

“lama-lama gedenya 11 12 sama punya arsen ini mah asli.”

“enakan gue gak sih genjotnya?”

karen meremas kuat pusaka karel sebab gemas akan ucapan lelaki itu barusan.

“ahh babe iya sumpah gue salah. jangan lo siksa lah.. SHIT.”

“eh, today's rules.. gak boleh teriak rel hahaha.”

“brengsek.” karel memejamkan mata, memilih untuk menarik pergerakan agar kembali duduk dan karen dengan senang mengikutinya.

tanpa banyak basa-basi gadis itu segera memberikan layanan spesial pada teman dekatnya agar bisa segera mencapai pelepasan.

digenggamnya lembut pusaka yang telah berdiri tegak itu, lantas memijatnya naik turun secara teratur. beberapa kali ia juga meremas biji karel, membuat sang empunya menggeram berat memenuhi apartment malam ini.

pijatannya terus ia lakukan hingga ke pangkal berulang kali sebelum akhirnya mulai memajukan kepala dan menjilat ujung kepala tersebut sebagai bentuk sapaan.

karel mendesah kuat, mencekali kepala karen yang kini mulai bergerak maju guna melahap miliknya.

masuk separuh, gadis itu menahan pergerakan bibirnya dan mulai memutar lidahnya di dalam sana. memberikan kuluman cukup lama hingga akhirnya mulai ia gerakkan maju dan mundur. terus begitu sampai pemilik benda besar itu stress mendadak. segala jenis hisap dan jilatan karen benar-benar ada di level atas.

“lo hebat renh.. sumpah.” ujarnya ditengah lenguhan, membantu pergerakan karen yang tengah memberikan layanan deep throat itu maju mundur dengan cepat. karen bahkan sampai hampir tersedak saking cepatnya cekalan karel pada kepalanya barusan.

“ahh ahh, renh.. kok lo bisa gak kena gigi sama sekali anjing.” karel mengoceh, membiarkan karen melanjutkan sendiri kegiatannya secara mandiri dan kini sibuk menyenderkan tubuh ke senderan kursi sambil mendongak wajah. pelayanannya terasa sangat sempurna.

bahkan lihatlah gadis itu sekarang...

“ahh renh.. stress lo ya?”

“ini diajarin arsen, udah lo diem aja.”

“tapi.. gak gitu juga?”

karen mengedik pundaknya sebentar sebelum mulai mencapitkan pusaka karel ditengah payudaranya. gadis itu menyatukan miliknya dengan tangan agar pijatannya makin terasa.

karel menggeram kuat, otaknya seakan ingin meledak. “gue bisa keluar kalo lo giniin bangsat.”

“keluarin aja babe. gaya lo suci banget seakan gak kuat ngadepin ronde ke 5 padahal biasanya gue lo gempur sampe teler.”

“shiiiiithhh renh... isep aja ren, gak kuat gue.”

“ledakin dalem aja kayak biasa.”

karel mengangguk, membiarkan pusakanya kembali memasuki mulut kecil karen. gadis itu langsung memberikan hisapan-hisapan pelan, membiarkan cairan yang keluar di ujung kepala karel itu tertelan percuma. mengulumnya beberapa saat sambil terus menekan masuk, berulang kali ia lakukan itu sampai akhirnya tangan karen yang berada di atas paha itu dicengkram kuat. karel meledak. benar-benar meledak.

karen yang memang meminta untuk menerima cairan putih itu hanya bisa pasrah melihat beberapa tetesan yang tak tertelan meluber dari bibir kecilnya.

“lo meledak atau pipis sih anjing..” karen mengomel ketika perlahan mencabut pusaka karel agar menjauh.

lelaki itu tidak menanggapi, sibuk menetralkan detak jantung sambil memejamkan mata. beberapa detik setelah napasnya kembali teratur, lelaki itu membawa karen duduk di sampingnya. merebahkannya hingga tidur telentang di sofa.

“sekarang gantian gue yang main. biar gue puasin sampe lo langgar rules kita hari ini.”


he's worry.


seusai mendapati jika ponsel milik celine mati dan sama sekali tidak bisa dihubungi, kalandra langsung menarik gas motornya menuju kos celine yang posisinya lumayan jauh dari apartment. meninggalkan jave yang baru saja tiba dari kampus tanpa sebuah sapaan. saking terburunya.

lelaki itu tiba di depan gerbang putih besar kos celine tepat pada pukul 5 lebih 1 menit. ia lantas melepas helm dan menurunkan standar motor, lalu bergerak mendekati bel bangunan agar salah satunya keluar menemui.

“eh? cari celine ya?” milla, salah seorang penjaga kos-kosan yang umurnya ada di awal kepala 3 itu menyapa kalandra ketika baru keluar dari pintu utama.

“hehe iya mbak mil. celine-nya ada di kamar?”

perempuan itu mengerut alis bingung, lalu perlahan menggelengkan kepala. “keluar kok mas. mas ada janji atau mau titip sesuatu ke celine emangnya?”

jantung kalandra mencelos beberapa detik, “pergi beneran atau gak mau temuin orang mbak?”

“hahahaha keluar betulan mas. mas-nya lagi gelut sama celine kah?”

“eh enggak mbak. emang tadi keliatan keluar sama siapa?”

milla menerawang, “sendirian kali ya? jalan kaki kok. gak tau juga kalo dia-nya ada janji di deket-deket sini sih.”

kalandra membalas dengan senyum, lantas mengangguk. “thanks ya mbak, jaga-jaga kalo celine udah balik nanti tolong telpon saya aja.” ia berucap, memberikan nomor telpon dengan cepat pada milla.

“oalah oke-oke. kalandra ya?”

“bener mbak.” ujarnya singkat. dan ketika milla mengangguk menyetujui, lelaki itu segera membungkuk sebentar guna berpamitan, lalu kembali naik di atas motornya.

kalandra mengacak rambut, ekspresinya bahkan ngehang beberapa menit.

jalan kaki.

di perumahan sebesar ini, kira-kira ada dimana gadis itu berada?

tempat makan? tempat perbelanjaan? taman pusat?

atau...

oh!

tanpa banyak berpikir panjang kalandra segera memakai helmnya dan menyalakan motor. sepertinya, ia tau celine ada dimana detik ini.


genap 10 menit menyusuri jalan kembar dan beberapa jalan utama, lelaki itu akhirnya sampai di tempat yang memungkinkan celine berada saat ini.

ya, benar, area pembangunan yang masih terbengkalai di daerah belakang perumahan. alias tempat yang ditunjukkan oleh kalandra beberapa malam lalu guna melihat langit sebab tidak adanya hamparan kabel yang mengganggu pandangan.

“cel please..” lelaki itu bermonolog, jemarinya mencengkram stang motor kuat-kuat tanda gelisah. matanya mengedar kanan kiri lumayan lama hingga akhirnya lelaki itu menemukan sesuatu.

iya, itu celine! tengah berdiri menyender tepat di sebelah truk kontraktor kuning sambil melamun memandang atas. benar-benar melamun yang sesungguhnya sebab ketika motor kalandra berhenti 5 meter di dekat kaki celine berpijak, gadis itu tetap tidak menyadarinya.

diam-diam kalandra menghela napas lega. kelewat lega sebab akhirnya menemukan celine benar ada di lokasi tebakannya. lelaki itu lantas menurunkan standar motor dan melepas helm, segera berjalan mendekat.

“miles?” kalandra menyapa pelan, membuat celine mengerjap cepat dan reflek bergeser menjauh. gadis itu terkejut bukan main bahkan setelah tau jika itu kalandra sekalipun. badannya bergetar, tampak ketakutan.

“eh eh.. ini gue cel, ini kalandra.”

celine masih bergeser, matanya belum fokus sempurna. kakinya bahkan sudah lemas bukan main.

“cel!” kalandra spontan berjalan cepat menyusul kaki celine yang terus menjauhinya. “ini gue kalandra.” lanjutnya, mencekali dua pundak celine kuat agar kesadaran gadis itu lekas kembali. beberapa detik celine memejamkan mata erat dengan tangan berkeringat hingga akhirnya luluh juga ketika kalandra berulang kali memanggil namanya dengan nada kalut.

“ini kalandra, cel.. udah jangan takut.” lelaki itu mengulangi terus ucapannya tanpa bosan. jujur, seperempat hatinya sudah merasa ketakutan sebab mengira celine kerasukan setan komplek.

hening. celine tampak menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menyebut nama kalandra dengan suara pelan. “kal....” elunya kemudian.

“iya princess gue disini.”

“kaget. gue takut.” sambatnya kemudian, tidak sadar matanya sudah berkaca-kaca.

“hei hei. gue disini.” kalandra berusaha menenangkan, beberapa kali mengelus pucuk kepala celine dengan sedikit penekanan. “celine.. gue disini cel.” lanjutnya kemudian, sedikit mendekatkan badan.

“kal.. orang-orang jahatin gue hari ini kal. gue takut.” gadis itu mengulang kalimat sambat yang sama untuk kedua kalinya.

“orang-orang jahatin kenapa cel? sini ngadu ke gue.” kalandra menyejajarkan wajahnya dengan milik celine, matanya teduh dilengkapi dengan suara lembut yang terlontar agar celine merasa tenang.

“gara-gara gue di.. dikabarin yang enggak-enggak tuh.. tadi gue dipepet cowok-cowok. bahkan gue ke toi.. let... gue dibuntutin. gue gak ada temen. temen cewek semuanya pergi. asli, di mata mereka gue beneran senyebelin itu, kah? kal.. sakit hati banget.. terus...” celine tidak melanjutkan, air mata kesalnya mengalir tanpa diminta.

“pelan-pelan aja, gue dengerin.” kalandra berucap, mengusap air mata celine dengan ibu jarinya. meski otaknya mendidih bukan main, nada bicaranya tetap ia atur setenang mungkin.

“terus.. tadi gue banyak yang chat. gue ditanya buka harga berapa. padahal kal gue gak pernah begituan. orang tua gue gak kekurangan uang sampe gue harus begitu. yang ngarang cerita jahat banget gue seriusan sakit hati. kemarin-kemarin gue masih berusaha biasa aja, tapi hari ini banyak banget yang jatuhin gue. lo tau gue gak segampang itu nanggepin cowok yang keliatan deketin gue, tapi kenapa mereka malah cap gue murahan cuma karna omongan gak bener begitu?” rentetan kalimat itu keluar deras tanpa rem sedikitpun, hidung gadis itu bahkan sudah merah. ekspresinya bercampur antara sedih, kecewa dan marah. membuat kalandra reflek menarik tubuh celine mendekat dan memeluknya.

“udah. sekarang yang jahatin lo gak ada disini. disini kosong, cuma ada truk sama pasir-pasir tuh.. jadi gak papa kalo lo marah nangis aja depan gue. jaket gue lo buat wadah umbel juga gue gak masalah. nangis aja cel. keluarin dulu biar lega.”

“kesel kal..”

“iya..” kalandra menjawab, nadanya benar-benar mengayomi sekali. tangan lelaki itu bahkan sudah menepuk-nepuk punggung celine demi menyalurkan ketenangan.

“gue gak ngerti besok di kampus harus gimana. gue takut. gue takut kalo harus dipepet terus-terusan tiap jalan. gue takut dibuntutin juga kalo ke toilet. gue gak suka diomongin. gue harus apa kal.... gue mau buka hp juga masih gak berani..”

kalandra belum menanggapi, otaknya yang jarang full itu terus berputar mencari solusi. tangan lelaki itu yang masih setia menepuk punggung tanpa sadar malah ikut berkeringat dipupuk emosi.

“cel..”

“apa?”

“lo gak berbuat kayak apa yang diomongin mereka, lo gak salah, lo gak murahan. tegakin kepala lo di kampus besok. jangan takut dan tetep jadi celine yang biasanya, oke?”

celine memundurkan kepala, wajahnya benar-benar basah oleh air mata. hidungnya bahkan makin merah. “gue sendirian di kampus kal.. gue gak ada temen. gimana gue gak takut?”

“gak selamanya harus ada temen untuk survive cel. lo punya diri lo. percaya sama diri lo sendiri kalo lo kuat. lo keren. gosip sampah yang keluar dan disebar sama manusia bego gak pantes untuk bikin lo down.”

celine menunduk dalam pelukan. tidak yakin. segala kalimat hanya memantul di batas telinganya. menolak untuk dicerna. gadis itu kalut sekali.

“gak bakal ada cowok kurang ajar yang deket-deketin lo besok. itu yang bisa gue janjiin untuk saat ini.” kalandra berucap serius, menarik dagu celine agar mendongak menatapnya.

“lo gak bakal kenapa-kenapa. ngerti cel?” kalandra menekankan, berusaha memberi energi positif.

“hm..”

“dan omong-omong lo gak sendirian di kampus.” kalandra menjeda, menghunjam mata celine dengan intens. “karena lo punya gue. lo selalu punya gue.”


he's worry.


seusai mendapati jika ponsel milik celine mati dan sama sekali tidak bisa dihubungi, kalandra langsung menarik gas motornya menuju kos celine yang posisinya lumayan jauh dari apartment. meninggalkan jave yang baru saja tiba dari kampus tanpa sebuah sapaan. saking terburunya.

lelaki itu tiba di depan gerbang putih besar kos celine tepat pada pukul 5 lebih 1 menit. ia lantas melepas helm dan menurunkan standar motor, lalu bergerak mendekati bel bangunan agar salah satunya keluar menemui.

“eh? cari celine ya?” milla, salah seorang penjaga kos-kosan yang umurnya ada di awal kepala 3 itu menyapa kalandra ketika baru keluar dari pintu utama.

“hehe iya mbak mil. celine-nya ada di kamar?”

perempuan itu mengerut alis bingung, lalu perlahan menggelengkan kepala. “keluar kok mas. mas ada janji atau mau titip sesuatu ke celine emangnya?”

jantung kalandra mencelos beberapa detik, “pergi beneran atau gak mau temuin orang mbak?”

“hahahaha keluar betulan mas. mas-nya lagi gelut sama celine kah?”

“eh enggak mbak. emang tadi keliatan keluar sama siapa?”

milla menerawang, “sendirian kali ya? jalan kaki kok. gak tau juga kalo dia-nya ada janji di deket-deket sini sih.”

kalandra membalas dengan senyum, lantas mengangguk. “thanks ya mbak, jaga-jaga kalo celine udah balik nanti tolong telpon saya aja.” ia berucap, memberikan nomor telpon dengan cepat pada milla.

“oalah oke-oke. kalandra ya?”

“bener mbak.” ujarnya singkat. dan ketika milla mengangguk menyetujui, lelaki itu segera membungkuk sebentar guna berpamitan, lalu kembali naik di atas motornya.

kalandra mengacak rambut, ekspresinya bahkan ngehang beberapa menit.

jalan kaki.

di perumahan sebesar ini, kira-kira ada dimana gadis itu berada?

tempat makan? tempat perbelanjaan? taman pusat?

atau...

oh!

tanpa banyak berpikir panjang kalandra segera memakai helmnya dan menyalakan motor. sepertinya, ia tau celine ada dimana detik ini.


genap 10 menit menyusuri jalan kembar dan beberapa jalan utama, lelaki itu akhirnya sampai di tempat yang memungkinkan celine berada saat ini.

ya, benar, area pembangunan yang masih terbengkalai di daerah belakang perumahan. alias tempat yang ditunjukkan oleh kalandra beberapa malam lalu guna melihat langit sebab tidak adanya hamparan kabel yang mengganggu pandangan.

“cel please..” lelaki itu bermonolog, jemarinya mencengkram stang motor kuat-kuat tanda gelisah. matanya mengedar kanan kiri lumayan lama hingga akhirnya lelaki itu menemukan sesuatu.

iya, itu celine! tengah berdiri menyender tepat di sebelah truk kontraktor kuning sambil melamun memandang atas. benar-benar melamun yang sesungguhnya sebab ketika motor kalandra berhenti 5 meter di dekat kaki celine berpijak, gadis itu tetap tidak menyadarinya.

diam-diam kalandra menghela napas lega. kelewat lega sebab akhirnya menemukan celine benar ada di lokasi tebakannya. lelaki itu lantas menurunkan standar motor dan melepas helm, segera berjalan mendekat.

“miles?” kalandra menyapa pelan, membuat celine mengerjap cepat dan reflek bergeser menjauh. gadis itu terkejut bukan main bahkan setelah tau jika itu kalandra sekalipun. badannya bergetar, tampak ketakutan.

“eh eh.. ini gue cel, ini kalandra.”

celine masih bergeser, matanya belum fokus sempurna. kakinya bahkan sudah lemas bukan main.

“cel!” kalandra spontan berjalan cepat menyusul kaki celine yang terus menjauhinya. “ini gue kalandra.” lanjutnya, mencekali dua pundak celine kuat agar kesadaran gadis itu lekas kembali. beberapa detik celine memejamkan mata erat dengan tangan berkeringat hingga akhirnya luluh juga ketika kalandra berulang kali memanggil namanya dengan nada kalut.

“ini kalandra, cel.. udah jangan takut.” lelaki itu mengulangi terus ucapannya tanpa bosan. jujur, seperempat hatinya sudah merasa ketakutan sebab mengira celine kerasukan setan komplek.

hening. celine tampak menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menyebut nama kalandra dengan suara pelan. “kal....” elunya kemudian.

“iya princess gue disini.”

“kaget. gue takut.” sambatnya kemudian, tidak sadar matanya sudah berkaca-kaca.

“hei hei. gue disini.” kalandra berusaha menenangkan, beberapa kali mengelus pucuk kepala celine dengan sedikit penekanan. “celine.. gue disini cel.” lanjutnya kemudian, sedikit mendekatkan badan.

“kal.. orang-orang jahatin gue hari ini kal. gue takut.” gadis itu mengulang kalimat sambat yang sama untuk kedua kalinya.

“orang-orang jahatin kenapa cel? sini ngadu ke gue.” kalandra menyejajarkan wajahnya dengan milik celine, matanya teduh dilengkapi dengan suara lembut yang terlontar agar celine merasa tenang.

“gara-gara gue di.. dikabarin yang enggak-enggak tuh.. tadi gue dipepet cowok-cowok. bahkan gue ke toi.. let... gue dibuntutin. gue gak ada temen. temen cewek semuanya pergi. asli, di mata mereka gue beneran senyebelin itu, kah? kal.. sakit hati banget.. terus...” celine tidak melanjutkan, air mata kesalnya mengalir tanpa diminta.

“pelan-pelan aja, gue dengerin.” kalandra berucap, mengusap air mata celine dengan ibu jarinya. meski otaknya mendidih bukan main, nada bicaranya tetap ia atur setenang mungkin.

“terus.. tadi gue banyak yang chat. gue ditanya buka harga berapa. padahal kal gue gak pernah begituan. orang tua gue gak kekurangan uang sampe gue harus begitu. yang ngarang cerita jahat banget gue seriusan sakit hati. kemarin-kemarin gue masih berusaha biasa aja, tapi hari ini banyak banget yang jatuhin gue. lo tau gue gak segampang itu nanggepin cowok yang keliatan deketin gue, tapi kenapa mereka malah cap gue murahan cuma karna omongan gak bener begitu?” rentetan kalimat itu keluar deras tanpa rem sedikitpun, hidung gadis itu bahkan sudah merah. ekspresinya bercampur antara sedih, kecewa dan marah. membuat kalandra reflek menarik tubuh celine mendekat dan memeluknya.

“udah. sekarang yang jahatin lo gak ada disini. disini kosong, cuma ada truk sama pasir-pasir tuh.. jadi gak papa kalo lo marah nangis aja depan gue. jaket gue lo buat wadah umbel juga gue gak masalah. nangis aja cel. keluarin dulu biar lega.”

“kesel kal..”

“iya..” kalandra menjawab, nadanya benar-benar mengayomi sekali. tangan lelaki itu bahkan sudah menepuk-nepuk punggung celine demi menyalurkan ketenangan.

“gue gak ngerti besok di kampus harus gimana. gue takut. gue takut kalo harus dipepet terus-terusan tiap jalan. gue takut dibuntutin juga kalo ke toilet. gue gak suka diomongin. gue harus apa kal.... gue mau buka hp juga masih gak berani..”

kalandra belum menanggapi, otaknya yang jarang full itu terus berputar mencari solusi. tangan lelaki itu yang masih setia menepuk punggung tanpa sadar malah ikut berkeringat dipupuk emosi.

“cel..”

“apa?”

“lo gak berbuat kayak apa yang diomongin mereka, lo gak salah, lo gak murahan. tegakin kepala lo di kampus besok. jangan takut dan tetep jadi celine yang biasanya, oke?”

celine memundurkan kepala, wajahnya benar-benar basah oleh air mata. hidungnya bahkan makin merah. “gue sendirian di kampus kal.. gue gak ada temen. gimana gue gak takut?”

“gak selamanya harus ada temen untuk survive cel. lo punya diri lo. percaya sama diri lo sendiri kalo lo kuat. lo keren. gosip sampah yang keluar dan disebar sama manusia bego gak pantes untuk bikin lo down.”

celine menunduk dalam pelukan. tidak yakin. segala kalimat hanya memantul di batas telinganya. menolak untuk dicerna. gadis itu kalut sekali.

“gak bakal ada cowok kurang ajar yang deket-deketin lo besok. itu yang bisa gue janjiin untuk saat ini.” kalandra berucap serius, menarik dagu celine agar mendongak menatapnya.

“lo gak bakal kenapa-kenapa. ngerti cel?” kalandra menekankan, berusaha memberi energi positif.

“hm..”

“omong-omong lo gak sendirian di kampus. lo punya gue. lo selalu punya gue.”


he's worry.


seusai mendapati jika ponsel milik celine mati dan sama sekali tidak bisa dihubungi, kalandra langsung menarik gas motornya menuju kos celine yang posisinya lumayan jauh dari apartment. meninggalkan jave yang baru saja tiba dari kampus tanpa sebuah sapaan. saking terburunya.

lelaki itu tiba di depan gerbang putih besar kos celine tepat pada pukul 5 lebih 1 menit. ia lantas melepas helm dan menurunkan standar motor, lalu bergerak mendekati bel bangunan agar salah satunya keluar menemui.

“eh? cari celine ya?” milla, salah seorang penjaga kos-kosan yang umurnya ada di awal kepala 3 itu menyapa kalandra ketika baru keluar dari pintu utama.

“hehe iya mbak mil. celine-nya ada di kamar?”

perempuan itu mengerut alis bingung, lalu perlahan menggelengkan kepala. “keluar kok mas. mas ada janji atau mau titip sesuatu ke celine emangnya?”

jantung kalandra mencelos beberapa detik, “pergi beneran atau gak mau temuin orang mbak?”

“hahahaha keluar betulan mas. mas-nya lagi gelut sama celine kah?”

“eh enggak mbak. emang tadi keliatan keluar sama siapa?”

milla menerawang, “sendirian kali ya? jalan kaki kok. gak tau juga kalo dia-nya ada janji di deket-deket sini sih.”

kalandra membalas dengan senyum, lantas mengangguk. “thanks ya mbak, jaga-jaga kalo celine udah balik nanti tolong telpon saya aja.” ia berucap, memberikan nomor telpon dengan cepat pada milla.

“oalah oke-oke. kalandra ya?”

“bener mbak.” ujarnya singkat. dan ketika milla mengangguk menyetujui, lelaki itu segera membungkuk sebentar guna berpamitan, lalu kembali naik di atas motornya.

kalandra mengacak rambut, ekspresinya bahkan ngehang beberapa menit.

jalan kaki.

di perumahan sebesar ini, kira-kira ada dimana gadis itu berada?

tempat makan? tempat perbelanjaan? taman pusat?

atau...

oh!

tanpa banyak berpikir panjang kalandra segera memakai helmnya dan menyalakan motor. sepertinya, ia tau celine ada dimana detik ini.


genap 10 menit menyusuri jalan kembar dan beberapa jalan utama, lelaki itu akhirnya sampai di tempat yang memungkinkan celine berada saat ini.

ya, benar, area pembangunan yang masih terbengkalai di daerah belakang perumahan. alias tempat yang ditunjukkan oleh kalandra beberapa malam lalu guna melihat langit sebab tidak adanya hamparan kabel yang mengganggu pandangan.

“cel please..” lelaki itu bermonolog, jemarinya mencengkram stang motor kuat-kuat tanda gelisah. matanya mengedar kanan kiri lumayan lama hingga akhirnya lelaki itu menemukan sesuatu.

iya, itu celine! tengah berdiri menyender tepat di sebelah truk kontraktor kuning sambil melamun memandang atas. benar-benar melamun yang sesungguhnya sebab ketika motor kalandra berhenti 5 meter di dekat kaki celine berpijak, gadis itu tetap tidak menyadarinya.

diam-diam kalandra menghela napas lega. kelewat lega sebab akhirnya menemukan celine benar ada di lokasi tebakannya. lelaki itu lantas menurunkan standar motor dan melepas helm, segera berjalan mendekat.

“miles?” kalandra menyapa pelan, membuat celine mengerjap cepat dan reflek bergeser menjauh. gadis itu terkejut bukan main bahkan setelah tau jika itu kalandra sekalipun. badannya bergetar, tampak ketakutan.

“eh eh.. ini gue cel, ini kalandra.”

celine masih bergeser, matanya belum fokus sempurna. kakinya bahkan sudah lemas bukan main.

“cel!” kalandra spontan berjalan cepat menyusul kaki celine yang terus menjauhinya. “ini gue kalandra.” lanjutnya, mencekali dua pundak celine kuat agar kesadaran gadis itu lekas kembali. beberapa detik celine memejamkan mata erat dengan tangan berkeringat hingga akhirnya luluh juga ketika kalandra berulang kali memanggil namanya dengan nada kalut.

“ini kalandra, cel.. udah jangan takut.” lelaki itu mengulangi terus ucapannya tanpa bosan. jujur, seperempat hatinya sudah merasa ketakutan sebab mengira celine kerasukan setan komplek.

hening. celine tampak menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menyebut nama kalandra dengan suara pelan. “kal....” elunya kemudian.

“iya princess gue disini.”

“kaget. gue takut.” sambatnya kemudian, tidak sadar matanya sudah berkaca-kaca.

“hei hei. gue disini.” kalandra berusaha menenangkan, beberapa kali mengelus pucuk kepala celine dengan sedikit penekanan. “celine.. gue disini cel.” lanjutnya kemudian, sedikit mendekatkan badan.

“kal.. orang-orang jahatin gue hari ini kal. gue takut.” gadis itu mengulang kalimat sambat yang sama untuk kedua kalinya.

“orang-orang jahatin kenapa cel? sini ngadu ke gue.” kalandra menyejajarkan wajahnya dengan milik celine, matanya teduh dilengkapi dengan suara lembut yang terlontar agar celine merasa tenang.

“gara-gara gue di.. dikabarin yang enggak-enggak tuh.. tadi gue dipepet cowok-cowok. bahkan gue ke toi.. let... gue dibuntutin. gue gak ada temen. di mata mereka gue beneran senyebelin itu, kah? kal.. sakit hati banget.. terus...” celine tidak melanjutkan, air mata kesalnya mengalir tanpa diminta.

“pelan-pelan aja, gue dengerin.” kalandra berucap, mengusap air mata celine dengan ibu jarinya. meski otaknya mendidih bukan main, nada bicaranya tetap ia atur setenang mungkin.

“terus.. tadi gue banyak yang chat. gue ditanya buka harga berapa. padahal kal gue gak pernah begituan. orang tua gue gak kekurangan uang sampe gue harus begitu. yang ngarang cerita jahat banget gue seriusan sakit hati. kemarin-kemarin gue masih berusaha biasa aja, tapi hari ini banyak banget yang jatuhin gue. lo tau gue gak segampang itu nanggepin cowok yang keliatan deketin gue, tapi kenapa mereka malah cap gue murahan cuma karna omongan gak bener begitu?” rentetan kalimat itu keluar deras tanpa rem sedikitpun, hidung gadis itu bahkan sudah merah. ekspresinya bercampur antara sedih, kecewa dan marah. membuat kalandra reflek menarik tubuh celine mendekat dan memeluknya.

“udah. sekarang yang jahatin lo gak ada disini. disini kosong, cuma ada truk sama pasir-pasir tuh.. jadi gak papa kalo lo marah nangis aja depan gue. jaket gue lo buat wadah umbel juga gue gak masalah. nangis aja cel. keluarin dulu biar lega.”

“kesel kal..”

“iya..” kalandra menjawab, nadanya benar-benar mengayomi sekali. tangan lelaki itu bahkan sudah menepuk-nepuk punggung celine demi menyalurkan ketenangan.

“gue gak ngerti besok di kampus harus gimana. gue takut. gue takut kalo harus dipepet terus-terusan tiap jalan. gue takut dibuntutin juga kalo ke toilet. gue gak suka diomongin. gue harus apa kal.... gue mau buka hp juga masih gak berani..”

kalandra belum menanggapi, otaknya yang jarang full itu terus berputar mencari solusi. tangan lelaki itu yang masih setia menepuk punggung tanpa sadar malah ikut berkeringat dipupuk emosi.

“cel..”

“apa?”

“lo gak berbuat kayak apa yang diomongin mereka, lo gak salah, lo gak murahan. tegakin kepala lo di kampus besok. jangan takut dan tetep jadi celine yang biasanya, oke?”

celine memundurkan kepala, wajahnya benar-benar basah oleh air mata. hidungnya bahkan makin merah. “gue sendirian di kampus kal.. gue gak ada temen. gimana gue gak takut?”

“gak selamanya harus ada temen untuk survive cel. lo punya diri lo. percaya sama diri lo sendiri kalo lo kuat. lo keren. gosip sampah yang keluar dan disebar sama manusia bego gak pantes untuk bikin lo down.”

celine menunduk dalam pelukan. tidak yakin. segala kalimat hanya memantul di batas telinganya. menolak untuk dicerna. gadis itu kalut sekali.

“gak bakal ada cowok kurang ajar yang deket-deketin lo besok. itu yang bisa gue janjiin untuk saat ini.” kalandra berucap serius, menarik dagu celine agar mendongak menatapnya.

“lo gak bakal kenapa-kenapa. ngerti cel?” kalandra menekankan, berusaha memberi energi positif.

“hm..”

“omong-omong lo gak sendirian di kampus. lo punya gue. lo selalu punya gue.”


he's worry.


seusai mendapati jika ponsel milik celine mati dan sama sekali tidak bisa dihubungi, kalandra langsung menarik gas motornya menuju kos celine yang posisinya lumayan jauh dari apartment. meninggalkan jave yang baru saja tiba dari kampus tanpa sebuah sapaan. saking terburunya.

lelaki itu tiba di depan gerbang putih besar kos celine tepat pada pukul 5 lebih 1 menit. ia lantas melepas helm dan menurunkan standar motor, lalu bergerak mendekati bel bangunan agar salah satunya keluar menemui.

“eh? cari celine ya?” milla, salah seorang penjaga kos-kosan yang umurnya ada di awal kepala 3 itu menyapa kalandra ketika baru keluar dari pintu utama.

“hehe iya mbak mil. celine-nya ada di kamar?”

perempuan itu mengerut alis bingung, lalu perlahan menggelengkan kepala. “keluar kok mas. mas ada janji atau mau titip sesuatu ke celine emangnya?”

jantung kalandra mencelos beberapa detik, “pergi beneran atau gak mau temuin orang mbak?”

“hahahaha keluar betulan mas. mas-nya lagi gelut sama celine kah?”

“eh enggak mbak. emang tadi keliatan keluar sama siapa?”

milla menerawang, “sendirian kali ya? jalan kaki kok. gak tau juga kalo dia-nya ada janji di deket-deket sini sih.”

kalandra membalas dengan senyum, lantas mengangguk. “thanks ya mbak, jaga-jaga kalo celine udah balik nanti tolong telpon saya aja.” ia berucap, memberikan nomor telpon dengan cepat pada milla.

“oalah oke-oke. kalandra ya?”

“bener mbak.” ujarnya singkat. dan ketika milla mengangguk menyetujui, lelaki itu segera membungkuk sebentar guna berpamitan, lalu kembali naik di atas motornya.

kalandra mengacak rambut, ekspresinya bahkan ngehang beberapa menit.

jalan kaki.

di perumahan sebesar ini, kira-kira ada dimana gadis itu berada?

food court? tempat perbelanjaan? taman pusat?

atau...

oh!

tanpa banyak berpikir panjang kalandra segera memakai helmnya dan menyalakan motor. sepertinya, ia tau celine ada dimana detik ini.


genap 10 menit menyusuri jalan kembar dan beberapa jalan utama, lelaki itu akhirnya sampai di tempat yang memungkinkan celine berada saat ini.

ya, benar, area pembangunan yang masih terbengkalai di daerah belakang perumahan. alias tempat yang ditunjukkan oleh kalandra beberapa malam lalu guna melihat langit sebab tidak adanya hamparan kabel yang mengganggu pandangan.

“cel please..” lelaki itu bermonolog, jemarinya mencengkram stang motor kuat-kuat tanda gelisah. matanya mengedar kanan kiri lumayan lama hingga akhirnya lelaki itu menemukan sesuatu.

iya, itu celine! tengah berdiri menyender tepat di sebelah truk kontraktor kuning sambil melamun memandang atas. benar-benar melamun yang sesungguhnya sebab ketika motor kalandra berhenti 5 meter di dekat kaki celine berpijak, gadis itu tetap tidak menyadarinya.

diam-diam kalandra menghela napas lega. kelewat lega sebab akhirnya menemukan celine benar ada di lokasi tebakannya. lelaki itu lantas menurunkan standar motor dan melepas helm, segera berjalan mendekat.

“miles?” kalandra menyapa pelan, membuat celine mengerjap cepat dan reflek bergeser menjauh. gadis itu terkejut bukan main bahkan setelah tau jika itu kalandra sekalipun. badannya bergetar, tampak ketakutan.

“eh eh.. ini gue cel, ini kalandra.”

celine masih bergeser, matanya belum fokus sempurna. kakinya bahkan sudah lemas bukan main.

“cel!” kalandra spontan berjalan cepat menyusul kaki celine yang terus menjauhinya. “ini gue kalandra.” lanjutnya, mencekali dua pundak celine kuat agar kesadaran gadis itu lekas kembali. beberapa detik celine memejamkan mata erat dengan tangan berkeringat hingga akhirnya luluh juga ketika kalandra berulang kali memanggil namanya dengan nada kalut.

“ini kalandra, cel.. udah jangan takut.” lelaki itu mengulangi terus ucapannya tanpa bosan. jujur, seperempat hatinya sudah merasa ketakutan sebab mengira celine kerasukan setan komplek.

hening. celine tampak menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menyebut nama kalandra dengan suara pelan. “kal....” elunya kemudian.

“iya princess gue disini.”

“kaget. gue takut.” sambatnya kemudian, tidak sadar matanya sudah berkaca-kaca.

“hei hei. gue disini.” kalandra berusaha menenangkan, beberapa kali mengelus pucuk kepala celine dengan sedikit penekanan. “celine.. gue disini cel.” lanjutnya kemudian, sedikit mendekatkan badan.

“kal.. orang-orang jahatin gue hari ini kal. gue takut.” gadis itu mengulang kalimat sambat yang sama untuk kedua kalinya.

“orang-orang jahatin kenapa cel? sini ngadu ke gue.” kalandra menyejajarkan wajahnya dengan milik celine, matanya teduh dilengkapi dengan suara lembut yang terlontar agar celine merasa tenang.

“gara-gara gue di.. dikabarin yang enggak-enggak tuh.. tadi gue dipepet cowok-cowok. bahkan gue ke toi.. let... gue dibuntutin. gue gak ada temen. di mata mereka gue beneran senyebelin itu, kah? kal.. sakit hati banget.. terus...” celine tidak melanjutkan, air mata kesalnya mengalir tanpa diminta.

“pelan-pelan aja, gue dengerin.” kalandra berucap, mengusap air mata celine dengan ibu jarinya. meski otaknya mendidih bukan main, nada bicaranya tetap ia atur setenang mungkin.

“terus.. tadi gue banyak yang chat. gue ditanya buka harga berapa. padahal kal gue gak pernah begituan. orang tua gue gak kekurangan uang sampe gue harus begitu. yang ngarang cerita jahat banget gue seriusan sakit hati. kemarin-kemarin gue masih berusaha biasa aja, tapi hari ini banyak banget yang jatuhin gue. lo tau gue gak segampang itu nanggepin cowok yang keliatan deketin gue, tapi kenapa mereka malah cap gue murahan cuma karna omongan gak bener begitu?” rentetan kalimat itu keluar deras tanpa rem sedikitpun, hidung gadis itu bahkan sudah merah. ekspresinya bercampur antara sedih, kecewa dan marah. membuat kalandra reflek menarik tubuh celine mendekat dan memeluknya.

“udah. sekarang yang jahatin lo gak ada disini. disini kosong, cuma ada truk sama pasir-pasir tuh.. jadi gak papa kalo lo marah nangis aja depan gue. jaket gue lo buat wadah umbel juga gue gak masalah. nangis aja cel. keluarin dulu biar lega.”

“kesel kal..”

“iya..” kalandra menjawab, nadanya benar-benar mengayomi sekali. tangan lelaki itu bahkan sudah menepuk-nepuk punggung celine demi menyalurkan ketenangan.

“gue gak ngerti besok di kampus harus gimana. gue takut. gue takut kalo harus dipepet terus-terusan tiap jalan. gue takut dibuntutin juga kalo ke toilet. gue gak suka diomongin. gue harus apa kal.... gue mau buka hp juga masih gak berani..”

kalandra belum menanggapi, otaknya yang jarang full itu terus berputar mencari solusi. tangan lelaki itu yang masih setia menepuk punggung tanpa sadar malah ikut berkeringat dipupuk emosi.

“cel..”

“apa?”

“lo gak berbuat kayak apa yang diomongin mereka, lo gak salah, lo gak murahan. tegakin kepala lo di kampus besok. jangan takut dan tetep jadi celine yang biasanya, oke?”

celine memundurkan kepala, wajahnya benar-benar basah oleh air mata. hidungnya bahkan makin merah. “gue sendirian di kampus kal.. gue gak ada temen. gimana gue gak takut?”

“gak selamanya harus ada temen untuk survive cel. lo punya diri lo. percaya sama diri lo sendiri kalo lo kuat. lo keren. gosip sampah yang keluar dan disebar sama manusia bego gak pantes untuk bikin lo down.”

celine menunduk dalam pelukan. tidak yakin. segala kalimat hanya memantul di batas telinganya. menolak untuk dicerna. gadis itu kalut sekali.

“gak bakal ada cowok kurang ajar yang deket-deketin lo besok. itu yang bisa gue janjiin untuk saat ini.” kalandra berucap serius, menarik dagu celine agar mendongak menatapnya.

“lo gak bakal kenapa-kenapa. ngerti cel?” kalandra menekankan, berusaha memberi energi positif.

“hm..”

“omong-omong lo gak sendirian di kampus. lo punya gue. lo selalu punya gue.”