waterrmark

celine benar-benar bungkam sejak chatnya diakhiri secara sepihak oleh bella beberapa menit lalu. pandangannya hanya fokus pada langit mendung dan jalanan tol di sampingnya yang lengang. beberapa kali guntur tampak menyambar jelas di antara rumah warga. namun hanya seperti itu saja, hujan tak kunjung turun.

“cel?” kalandra menyapa. “mau pilih lagu kesukaan lo gak?” lanjutnya, paham situasi. lelaki itu berusaha mengajak bicara meski sejak tadi ia sudah sangat-sangat dianggurkan.

“gak deh kal. lagu ini aja cakep kok.”

“emang lo suka genre begini?”

“kenapa enggak?” celine akhirnya menoleh, berusaha menanggapi obrolan dengan benar.

“ya udah terserah. tapi kalo emang lo pengen ganti, tuh, hape gue ambil aja. ganti sendiri.” kalandra membalas, menunjuk ponsel yang ia letakkan di dekat persnelling dengan lirikan mata.

“emang boleh kah buka-buka hape lo?”

lelaki itu diam, ngelag sepersekian detik. lalu ketika sadar isi ponselnya yang tidak pernah diam, ia akhirnya hanya mengangguk dengan setengah hati. “ya.... terserah, sih.”

“gaya lo sok-sokan tapi mendadak pucet juga tuh ekspresi hahaha. kenapa kak? roomchatnya kayak asrama putri yah?” celine meledek sambil geleng-geleng kepala, memilih untuk tak mengotak-atik ponsel kalandra. sedangkan yang menawari hanya memainkan lidahnya dalam bibir saja. bungkam.

keadaan menjadi hening lagi. celine reflek memundurkan sandaran kursi sedikit ke bawah sebab tubuhnya makin lemas. bukan lemas sakit, namun lemas karena energinya terkuras total. pikirannya terus berputar tiada henti. memikirkan alasan bella menjadi seperti itu dan omongan-omongan tidak benar yang ditujukan padanya.

“jangan digituin toh tangannya princess.” kalandra menginterupsi, menarik satu pergelangan tangan celine agar tidak saling meremat kasar di atas pangkuan. “peluk ini aja, boneka.” ia melanjutkan, merogoh jok belakang demi meraih boneka winnie the pooh berukuran sedang. milik rain yang dibawa jave, entah kenapa bisa berada di mobil ini. sepertinya terbawa oleh tangan usil gibran.

“makasih ya kal.” celine menjawab alakadarnya, menerima boneka dan memeluknya rapat. memutuskan untuk kembali melihat arah luar saja karena bibirnya kembali mengunci, susah tuk memulai obrolan seperti biasanya.


“nanti abis nitipin barang ke temen gue, kita makan ya? gue tau ada warung bebek disini enak banget.”

“boleeeeh.”

“oke sip. ini bentar gue telpon dulu anaknya.” kalandra menarik ponsel, memutus jaringan bluetooth dari ponselnya yang tersambung speaker mobil agar bisa menelpon tanpa mengganggu celine.

3x memanggil sebab yang 2 sebelumnya sudah tidak diangkat, akhirnya telpon tersebut menyambung juga.

“halo?”

“sumpah lo ya gue telpon 3x malah putus-putus begini maunya gimana deh?”

“halooooo iya gue disini.”

“PUTUS-PUTUS ANJIR LO DI GUA APA DAH?”

“pake mobil merah gue. depan orang jual martabak.”

“iya maksud gue sampingnya sayang...”

“HAHAHA BERCANDA IYA JANGAN LAPOR.”

celine hanya mampu melirik dari ujung matanya saja. menebak-nebak sebab lumayan penasaran siapa yang akan ditemui kalandra jauh-jauh begini. dan jika melihat interaksi antar keduanya, celine bisa tau jika yang akan ditemui ini merupakan teman dekat kalandra. bukan teman perempuan yang dijadikan bahan sasaran dengan sebutan princess, seperti dirinya.

“nah, tuh muncul. bentar ya miles? lo disini atau mau turun?”

“eh? disini aja deh gue. gak enak.” celine reflek menggelengkan wajah.

“hahaha gak enak kenapa sih? tapi ya udah, cuma bentar. 3 menit paling?”

“iyaaaaa kalandra.” celine mempersilakan, melihat lelaki itu membuka pintu dan berlari kilat menuju gadis berperawakan kecil yang kini tengah berjalan di trotoar. gadis itu... lucu sekali. entah bagaimana menjelaskannya tapi dilihat dari cara berjalannya saja sudah terlihat begitu menggemaskan.

keduanya tampak bercakap-cakap sebentar sebelum akhirnya gadis itu berpamitan terlebih dulu dengan raut terburu-buru. kalandra melambaikan tangannya dan menunggu tubuh gadis itu masuk gerbang sebelum akhirnya melangkah masuk kembali dalam mobil.

“dah cel.. ayo makan sekarang.” kalandra memasang seatbelt, memutar kemudi dengan cepat sebelum hari semakin sore. tidak melihat ekspresi penasaran celine yang sebenarnya sudah ingin bertanya namun masih tidak mood tersebut.


kalandra berdiri di samping pintu mobil sambil tangannya sibuk bermain dengan keyboard ponselnya. antara membalas puluhan chat para perempuan dan juga mas-mas ojek online karena baru saja ia memesan minuman panas dari aplikasi hijau tersebut.

celine sudah datang, gadis itu membuka pagar putih kos-kosan sambil menggerutu. rambutnya acak-acakan lengkap dengan wajah yang sudah tak berpoles apapun. siap tidur. kebiasaan celine jika merasa punya banyak tekanan akan memilih untuk pacaran dengan kasur berlama-lama.

dan... malas skincare. entah, tidak mood saja.

kalandra hanya melirik keberadaan celine sebentar, lalu lanjut mengetik. belum mengeluarkan kalimat sapaan padahal gadis itu sudah memasang wajahnya yang paling judes semasa hidup. menurut dia sendiri, sih.

“kalandraaaaaaaaaaaaaaaaaa..... lo mau jamurin gue berapa jam?!!!!!!” celine akhirnya mengeluarkan suara.

“bentar princess. 3 menit.”

“GUE NI MALES YA. MAU TIDUR!”

“sini di mobil. duduk situ dulu rebahin aja kursinya.”

“LO YANG BENER-BENER AJA SHIBAL.” celine memaki dan hanya dibalas oleh kekehan tampan ala kalandra. hingga akhirnya ia memutuskan untuk menurut dan berputar demi masuk ke mobil hitam yang lelaki itu bawa saat ini.

wangi. semua mobil kalandra memang mempunyai bau unik yang sangat khas dan begitu mampu menenangkan pikiran. kecuali untuk celine, maksudnya, kecuali malam ini.

sebab pikiran gadis itu malah makin semrawut, membuat alis tebalnya yang rapi itu berkerut lucu. pandangannya bahkan sudah bergerak ke kanan-kiri membayangkan sahabat dekatnya, bella, duduk disini tadi dan diantar-jemput oleh kalandra untuk sekedar berjalan sore.

“kenapa? rebahin aja kursinya. gue lagi pesen...”

“jujur aja lo kenapa ngampirin gue deh kal?” celine memotong, ekspresinya jengkel mendadak. gadis itu menatap kalandra yang memang sudah duduk di kursi kemudi itu lekat-lekat selama.... 5 detik. karena tepat di detik ke-6 celine langsung membuang pandangan sebab kalandra benar-benar punya aura mengintimidasi. dan alasan lainnya karena celine juga salah tingkah, sih. hawa ganteng kalandra benar-benar luar biasa sekali.

“pengen aja. seharian belum liat lo secara langsung soalnya.”

deg. kurang ajar!

kalandra dan segala kalimat mautnya membuat celine bingung hendak memaki atau baper saja detik ini.

“lo padahal barusan pergi sama cewek cakep. kenapa gak sekalian aja sampe malem gitu gak perlu tuh repot-repot kesini ya kan ya..”

“bella maksud lo?”

“yaaaa ntu siapa lagi. gimana jalan sorenya tadi tu mas kalandra??”

lelaki itu mendenguskan tawa kecil, lalu lanjut meneleng wajah sambil menatap celine. “asik.”

gadis itu melotot. “IHHHHH MALES-MALES GUE TUH GAK MEMBUTUHKAN JAWABAN LO TAU GAK?!”

“lah tapi kan itu tadi lo nanyaa cantik.”

“TUH KAN HANYA BASA-BASI!”

“HAHAHAHAHAHAHAHA.”

“apa lo ketawa? lucu?!”

kalandra mengangguk. “banget. omong-omong lo simpen dulu ngomelnya, nih gue turun bentar nungguin ojek. oke?”

“ck.”

“lah malah nyasar blok belakang mas-masnya cel.”

celine bersedekap, miring ke kiri demi membuang pandangan padahal di sebelah jendelanya tidak ada pemandangan apapun yang pantas di lihat selain kucing liar yang lagi buang hajat di dekat selokan seberang.

kalandra geleng-geleng kepala ketika tidak digubris, lalu akhirnya turun dari mobil untuk mengambil pesanan. STMJ. meski tau ini sudah malam dan celine ada di keadaan diet ketat lelaki itu tetap membelinya.

karena..

satu, yang terlintas di otaknya untuk minuman malam hari hanyalah itu.

dua, karena kandungannya semua sehat.

tiga.... ya, karena ingin saja.

mengharapkan alasan berarti macam apa dari bibir kalandra?

“cell.. minjem gelas dong cel.” lelaki itu berujar setelah kakinya sudah mendekat kembali ke area mobil.

celine melongo. “buat?!”

“minum, nih..” kalandra menjawab polos, menunjukkan kantong plastik hitam berisi minuman pedas yang baru datang tersebut.

“IHHHHHHH KALANDRAAAAAAAA MENYUSAHKAN!!!!!”

“hehehe. perut gue belum keisi dari siang tadi loh ceell.”

“YA KENAPA LO DAN BELLA TIDAK MAKAN SORE HAH?”

“gak sempet.”

“MARAH IH GUE KAL MURKA.” celine mengomel, otaknya reflek melayang membayangkan adegan yang tidak-tidak. seperti, seasik apa perjalanan sore mereka sampai makan saja tidak sempat?

gadis itu lantas membuka pintu mobil dan memutuskan untuk benar mengambilkan gelas di dalam sebab tidak tega.

“1 aja ya, princess.”

celine hanya mengerut alis, menatap galak ke arah kalandra meski jatuhnya malah terlihat lucu sekali. membuat lelaki itu diam-diam terkekeh ketika akhirnya badan celine hilang di balik pintu masuk utama.


“nih gelasnya.” suara gadis itu kembali mendekat setelah lumayan lama masuk di dalam. kedatangannya bukan hanya menanting gelas, namun juga camilan dan beberapa roti.

“buat apa ini? lo jualan ke gue?” kalandra bingung setengah mau tertawa, tangannya reflek menarik semua bawaan celine agar gadis itu tak kerepotan.

“buat lo kan katanya lo belum makan!!!”

“hahahahahahaha. ya udah sip thank you.

“GITU DOANG TANGGAPAN LO?”

“ya gimana lagi? mau gue peluk sebagai tanda makasih?”

celine melotot. “lo tuh yaaaaaa.”

“gue apa miles?” kalandra meledek, sok menantang. membuat celine semakin mengerut kening sebab tidak bisa menjawab apa-apa lagi.

“hahahahaha udah-udah ntar itu kerutan terus lo dendam sama gue.” kalandra mengakhiri sesi jahilnya dan mengelus kening celine agar rileks kembali. “sana naik mobil cel, gue ajak ke ujung jalan yang luas itu nanti lo pasti suka.” lelaki itu melanjutkan, menepuk kepala celine singkat dan masuk ke mobil terlebih dulu dengan tanpa dosa.


ya.

sudah jelas celine deg-degan setengah mati! tangannya kebas bukan main setelah telapak kalandra dengan tanpa permisi mendarat di kepalanya beberapa detik lalu. pipinya bahkan sudah panas sekali. AC mobil kalandra seakan tidak punya harga diri lagi.

“nih, sampe.” kalandra menghentikan laju mobil tepat di tengah jalan.

“ini jalan belum kelar di bangun lo kenapa bawa gue kesini?”

“justru.”

“apa justru???”

“sepi.”

“LO MAU APAIN GUE KALANDRAAAAAA?” celine melotot, reflek berjengit.

“hah?” lelaki itu balas tertawa. mengibas rambutnya sebentar karena menghalangi mata, lalu akhirnya memilih sibuk dengan STMJ dan gelas celine. masih belum menanggapi kehebohan gadis itu barusan.

“KALLLLLLL!!!!!!”

“nih pegangin dulu gelasnya gue mau nuang takut tumpah.”

celine berdecak, namun menurut. mencekali gelas dan membiarkan kalandra memindahkan isi dengan hati-hati.

“dah, itu lo minum deh. suka jahe gak?”

“hah????”

“gak alergi telur juga?”

“hng? enggak.”

“ya udah.” kalandra mengangguk. “buat lo ini. suka STMJ kan?” lanjutnya lagi, memastikan.

“KALANDRA LO YANG BENER-BENER AJA LAH ANJIR LELAH GUE.” celine malah out of context saking stressnya.

“jadi suka gakkkkk?”

“sukaaaaa!”

“ya udah lo minum.” kalandra tertawa sebentar, mempersilakan. lelaki itu lalu mulai menarik bungkusan satunya dari dalam kresek hitam.

“lah elo?”

“hm?”

“lo gimana minumnya?” celine jadi bingung.

“pake mulut, lah?” kekehnya, menarik karet sebentar agar bungkusan terbuka.

“PANAS ITU BODOH BIBIR LO NANTI SAKIT.”

“terus? mau lo kasih dari gelas lo aja?”

“KALANDRA LO BETUL-BETUL JADI MANUSIA TUH NGEREPOTIN GUE MULU YA KAL YA!”

“hahahahaha ya makanya udah santai aja cantik.” kalandra membalas, mulai meniup-niup STMJ miliknya sebentar agar segera dingin.

“kal jangan dih lo nanti sariawan anjir masa iya cakep-cakep bibirnya perih pecah-pecah? apa kabar princess lo di luar sana nanti memaki gue.”

“gue gak pernah kissing cel.” kalandra tiba-tiba menjelaskan dengan raut polos, masih sibuk meniup dan tidak menoleh ke celine sedikitpun. bibirnya bahkan mulai mengomel sebab kepul asap yang tidak kunjung mereda.

“MAKSUD LO?!”

“katanya lo takut diamuk? ya gue gak pernah kissing sama mereka ngapain juga mereka marahin lo kalo bibir gue kering sakit? hahahaha.”

“udah sinting beneran nih orang.” celine merengut, menyodorkan gelasnya. “tuh minum!!!!”

lelaki itu menoleh, meneleng kepala. “lo buruan minum sendiri atau perlu bantuan gue buat pegangin gelasnya deket mulut lo aja?”

“KAL KASIAN ELO.”

“gue lebih gak mau dimarahin agensi lo kalo modelnya gue cacat malem ini. oke? minum aja buruan mumpung masih anget. ntar keburu dingin.”

“nanti lo sakit...” celine masih tidak membiarkan kalandra minum dari ujung plastik yang mana isinya pasti susah untuk didinginkan.

“ya udah lo minum dulu aja nanti kalo udah abis kasih ke gue gelasnya. gantian.”

celine melotot kaget. “IH LAGIAN LO TADI KENAPA GAK MINTA 2 GELAS SIH?”

“ya siapa sangka lo rewel banget gue gak boleh minum dari sini???”

“KASIAN BIBIR LO BODOH.”

“ya udah sana buruan minum. gantian.”

“DUH MALES GUE TUH MALES. STRESS BANGET NIH DUNIA EMANG.” celine mendadak ingin mencak-mencak. “gue minum sebelah sini. nanti lo sebelah situ aja. ngerti gak??”

kalandra menahan tawanya, mengangguk. “ngerti.” ujarnya kemudian. memperhatikan celine yang kini sudah menunduk sibuk meniup-niup gelas.

sepi. hanya ada suara angin yang keluar dari bibir celine dan suara mesin mobil kalandra.

“hahaha. rambut kalo panjang tuh dikuncir toh princess.” lelaki itu mendadak bergerak, tangan kirinya yang kosong menarik ujung anak rambut celine yang hampir ikut masuk dalam gelas dan menyelipkannya ke belakang telinga.

“uhuk.”

“pelan-pelannnn.” omelnya, ganti menyodor tisu kering.

“bajingaaaaaaaannnn.” celine spontan memaki, ingin menangis.

“hahahahaha. dah, lanjut. nanti kalo udah kasih ke gue.” kalandra akhirnya menjauh, menarik roti bungkusan yang tadi sudah dibukakan oleh celine dari atas dashboard dan memakannya.

lapar.

ia betul belum memakan apapun sejak siang tadi. saat sore bertemu bella saja ia hanya sekedar basa-basi berkenalan sebentar sebelum akhirnya berpisah. alasan utamanya sudah tentu ia tidak ingin ada masalah dengan gibran. diajak bertemu dadakan (dengan mantan teman) untuk sekedar berkenalan saja sudah lumayan aneh menurut kalandra.

dan bukannya lelaki itu over PD, namun ia juga sempat membaca tweet yang dikirim oleh bella sore tadi.

ganteng kalo diliat dari jarak semeter.

kalandra reflek mendengus. tidak terima. sebab menurutnya dari jarak apapun kegantengannya tidak akan meleleh hilang tak terlihat.

“nih udahhh. sini plastik lo kasih gue, gue tuangin.” celine berujar, menyodor telapak tangan.

“KALLLLLLLLLLANDRA GUE MINTA PLASTIK BUKAN MINTA SALAM!!!!” celine berteriak ketika kalandra meletakkan rotinya di pangkuan dan berganti menyalami tangannya secara tiba-tiba.

“hah?” lelaki itu bingung. reflek menoleh dengan raut bertanya minta diulangi karena tadi ia memang murni sedang gelut dengan pikirannya sendiri.

“STMJ LO HUUUU NANGIS NIH GUE.”

oh. kalandra membulatkan bibirnya lama ketika akhirnya menyerahkan minuman susu jahe tersebut ke tangan celine.

“btw gue ajak lo kesini buat liat itu loh cel.” tangan kalandra tiba-tiba menunjuk benda langit yang kini menyembul malu-malu dari antara awan. maklum, mendung akut. “kalo disini kan hamparan luas gak ada kabel. gue pikir lo bakal suka aja bisa liat dia bebas.”

celine melongok melalui kaca depan. melihat bulan sabit miliknya yang begitu indah itu terhalang banyak kapas abu-abu. “yahhh, mau ujaaaaannn tapi tuuuh.”

“besok gue ajak pas terang.”

“LO NGAJAK GUE MELIHAT BULAN BERDUA?”

“ya lo mau sama siapa deh? gibran?”

“huh.”

“apaan kok hela napas segala?”

“lo gampang ya mengajak-ajak perempuan pergi tuh.”

“maksudnya?”

“ya kek lo ajak bella pergi padahal kemarin baru temenan tuh cepet gitu!!!!”

“hah? gue apa?” kalandra reflek mengernyit. ingin menyanggah.

“ngajakin cewek jalannnnnn.”

“gue gak ada ngajak bella jalan dih sok tau lo.”

“kata bella lo ngajak dia jalan kok.”

“gue gak deketin cewek di satu circle yang sama ya, celine.”

“maksud?”

“kan udah ada lo. kenapa harus gue sabet bella segala? ya, kan?”

sialan.

wajah celine langsung merah padam. bibir kalandra.. sepertinya harus sesekali diampirkan ke sekolah terdekat.

together, under the moonlight.


kalandra berdiri di samping pintu mobil sambil tangannya sibuk bermain dengan keyboard ponselnya. antara membalas puluhan chat para perempuan dan juga mas-mas ojek online karena baru saja ia memesan minuman panas dari aplikasi hijau tersebut.

celine sudah datang, gadis itu membuka pagar putih kos-kosan sambil menggerutu. rambutnya acak-acakan lengkap dengan wajah yang sudah tak berpoles apapun. siap tidur. kebiasaan celine jika merasa punya banyak tekanan akan memilih untuk pacaran dengan kasur berlama-lama.

dan... malas skincare. entah, tidak mood saja.

kalandra hanya melirik keberadaan celine sebentar, lalu lanjut mengetik. belum mengeluarkan kalimat sapaan padahal gadis itu sudah memasang wajahnya yang paling judes semasa hidup. menurut dia sendiri, sih.

“kalandraaaaaaaaaaaaaaaaaa..... lo mau jamurin gue berapa jam?!!!!!!” celine akhirnya mengeluarkan suara.

“bentar princess. 3 menit.”

“GUE NI MALES YA. MAU TIDUR!”

“sini di mobil. duduk situ dulu rebahin aja kursinya.”

“LO YANG BENER-BENER AJA SHIBAL.” celine memaki dan hanya dibalas oleh kekehan tampan ala kalandra. hingga akhirnya ia memutuskan untuk menurut dan berputar demi masuk ke mobil hitam yang lelaki itu bawa saat ini.

wangi. semua mobil kalandra memang mempunyai bau unik yang sangat khas dan begitu mampu menenangkan pikiran. kecuali untuk celine, maksudnya, kecuali malam ini.

sebab pikiran gadis itu malah makin semrawut, membuat alis tebalnya yang rapi itu berkerut lucu. pandangannya bahkan sudah bergerak ke kanan-kiri membayangkan sahabat dekatnya, bella, duduk disini tadi dan diantar-jemput oleh kalandra untuk sekedar berjalan sore.

“kenapa? rebahin aja kursinya. gue lagi pesen...”

“jujur aja lo kenapa ngampirin gue deh kal?” celine memotong, ekspresinya jengkel mendadak. gadis itu menatap kalandra yang memang sudah duduk di kursi kemudi itu lekat-lekat selama.... 5 detik. karena tepat di detik ke-6 celine langsung membuang pandangan sebab kalandra benar-benar punya aura mengintimidasi. dan alasan lainnya karena celine juga salah tingkah, sih. hawa ganteng kalandra benar-benar luar biasa sekali.

“pengen aja. seharian belum liat lo secara langsung soalnya.”

deg. kurang ajar!

kalandra dan segala kalimat mautnya membuat celine bingung hendak memaki atau baper saja detik ini.

“lo padahal barusan pergi sama cewek cakep. kenapa gak sekalian aja sampe malem gitu gak perlu tuh repot-repot kesini ya kan ya..”

“bella maksud lo?”

“yaaaa ntu siapa lagi. gimana jalan sorenya tadi tu mas kalandra??”

lelaki itu mendenguskan tawa kecil, lalu lanjut meneleng wajah sambil menatap celine. “asik.”

gadis itu melotot. “IHHHHH MALES-MALES GUE TUH GAK MEMBUTUHKAN JAWABAN LO TAU GAK?!”

“lah tapi kan itu tadi lo nanyaa cantik.”

“TUH KAN HANYA BASA-BASI!”

“HAHAHAHAHAHAHAHA.”

“apa lo ketawa? lucu?!”

kalandra mengangguk. “banget. omong-omong lo simpen dulu ngomelnya, nih gue turun bentar nungguin ojek. oke?”

“ck.”

“lah malah nyasar blok belakang mas-masnya cel.”

celine bersedekap, miring ke kiri demi membuang pandangan padahal di sebelah jendelanya tidak ada pemandangan apapun yang pantas di lihat selain kucing liar yang lagi buang hajat di dekat selokan seberang.

kalandra geleng-geleng kepala ketika tidak digubris, lalu akhirnya turun dari mobil untuk mengambil pesanan. STMJ. meski tau ini sudah malam dan celine ada di keadaan diet ketat lelaki itu tetap membelinya.

karena..

satu, yang terlintas di otaknya untuk minuman malam hari hanyalah itu.

dua, karena kandungannya semua sehat.

tiga.... ya, karena ingin saja.

mengharapkan alasan berarti macam apa dari bibir kalandra?

“cell.. minjem gelas dong cel.” lelaki itu berujar setelah kakinya sudah mendekat kembali ke area mobil.

celine melongo. “buat?!”

“minum, nih..” kalandra menjawab polos, menunjukkan kantong plastik hitam berisi minuman pedas yang baru datang tersebut.

“IHHHHHHH KALANDRAAAAAAAA MENYUSAHKAN!!!!!”

“hehehe. perut gue belum keisi dari siang tadi loh ceell.”

“YA KENAPA LO DAN BELLA TIDAK MAKAN SORE HAH?”

“gak sempet.”

“MARAH IH GUE KAL MURKA.” celine mengomel, otaknya reflek melayang membayangkan adegan yang tidak-tidak. seperti, seasik apa perjalanan sore mereka sampai makan saja tidak sempat?

gadis itu lantas membuka pintu mobil dan memutuskan untuk benar mengambilkan gelas di dalam sebab tidak tega.

“1 aja ya, princess.”

celine hanya mengerut alis, menatap galak ke arah kalandra meski jatuhnya malah terlihat lucu sekali. membuat lelaki itu diam-diam terkekeh ketika akhirnya badan celine hilang di balik pintu masuk utama.


“nih gelasnya.” suara gadis itu kembali mendekat setelah lumayan lama masuk di dalam. kedatangannya bukan hanya menanting gelas, namun juga camilan dan beberapa roti.

“buat apa ini? lo jualan ke gue?” kalandra bingung setengah mau tertawa, tangannya reflek menarik semua bawaan celine agar gadis itu tak kerepotan.

“buat lo kan katanya lo belum makan!!!”

“hahahahahahaha. ya udah sip thank you.

“GITU DOANG TANGGAPAN LO?”

“ya gimana lagi? mau gue peluk sebagai tanda makasih?”

celine melotot. “lo tuh yaaaaaa.”

“gue apa miles?” kalandra meledek, sok menantang. membuat celine semakin mengerut kening sebab tidak bisa menjawab apa-apa lagi.

“hahahahaha udah-udah ntar itu kerutan terus lo dendam sama gue.” kalandra mengakhiri sesi jahilnya dan mengelus kening celine agar rileks kembali. “sana naik mobil cel, gue ajak ke ujung jalan yang luas itu nanti lo pasti suka.” lelaki itu melanjutkan, menepuk kepala celine singkat dan masuk ke mobil terlebih dulu dengan tanpa dosa.


ya.

sudah jelas celine deg-degan setengah mati! tangannya kebas bukan main setelah telapak kalandra dengan tanpa permisi mendarat di kepalanya beberapa detik lalu. pipinya bahkan sudah panas sekali. AC mobil kalandra seakan tidak punya harga diri lagi.

“nih, sampe.” kalandra menghentikan laju mobil tepat di tengah jalan.

“ini jalan belum kelar di bangun lo kenapa bawa gue kesini?”

“justru.”

“apa justru???”

“sepi.”

“LO MAU APAIN GUE KALANDRAAAAAA?” celine melotot, reflek berjengit.

“hah?” lelaki itu balas tertawa. mengibas rambutnya sebentar karena menghalangi mata, lalu akhirnya memilih sibuk dengan STMJ dan gelas celine. masih belum menanggapi kehebohan gadis itu barusan.

“KALLLLLLL!!!!!!”

“nih pegangin dulu gelasnya gue mau nuang takut tumpah.”

celine berdecak, namun menurut. mencekali gelas dan membiarkan kalandra memindahkan isi dengan hati-hati.

“dah, itu lo minum deh. suka jahe gak?”

“hah????”

“gak alergi telur juga?”

“hng? enggak.”

“ya udah.” kalandra mengangguk. “buat lo ini. suka STMJ kan?” lanjutnya lagi, memastikan.

“KALANDRA LO YANG BENER-BENER AJA LAH ANJIR LELAH GUE.” celine malah out of context saking stressnya.

“jadi suka gakkkkk?”

“sukaaaaa!”

“ya udah lo minum.” kalandra tertawa sebentar, mempersilakan. lelaki itu lalu mulai menarik bungkusan satunya dari dalam kresek hitam.

“lah elo?”

“hm?”

“lo gimana minumnya?” celine jadi bingung.

“pake mulut, lah?” kekehnya, menarik karet sebentar agar bungkusan terbuka.

“PANAS ITU BODOH BIBIR LO NANTI SAKIT.”

“terus? mau lo kasih dari gelas lo aja?”

“KALANDRA LO BETUL-BETUL JADI MANUSIA TUH NGEREPOTIN GUE MULU YA KAL YA!”

“hahahahaha ya makanya udah santai aja cantik.” kalandra membalas, mulai meniup-niup STMJ miliknya sebentar agar segera dingin.

“kal jangan dih lo nanti sariawan anjir masa iya cakep-cakep bibirnya perih pecah-pecah? apa kabar princess lo di luar sana nanti memaki gue.”

“gue gak pernah kissing cel.” kalandra tiba-tiba menjelaskan dengan raut polos, masih sibuk meniup dan tidak menoleh ke celine sedikitpun. bibirnya bahkan mulai mengomel sebab kepul asap yang tidak kunjung mereda.

“MAKSUD LO?!”

“katanya lo takut diamuk? ya gue gak pernah kissing sama mereka ngapain juga mereka marahin lo kalo bibir gue kering sakit? hahahaha.”

“udah sinting beneran nih orang.” celine merengut, menyodorkan gelasnya. “tuh minum!!!!”

lelaki itu menoleh, meneleng kepala. “lo buruan minum sendiri atau perlu bantuan gue buat pegangin gelasnya deket mulut lo aja?”

“KAL KASIAN ELO.”

“gue lebih gak mau dimarahin agensi lo kalo modelnya gue cacat malem ini. oke? minum aja buruan mumpung masih anget. ntar keburu dingin.”

“nanti lo sakit...” celine masih tidak membiarkan kalandra minum dari ujung plastik yang mana isinya pasti susah untuk didinginkan.

“ya udah lo minum dulu aja nanti kalo udah abis kasih ke gue gelasnya. gantian.”

celine melotot kaget. “IH LAGIAN LO TADI KENAPA GAK MINTA 2 GELAS SIH?”

“ya siapa sangka lo rewel banget gue gak boleh minum dari sini???”

“KASIAN BIBIR LO BODOH.”

“ya udah sana buruan minum. gantian.”

“DUH MALES GUE TUH MALES. STRESS BANGET NIH DUNIA EMANG.” celine mendadak ingin mencak-mencak. “gue minum sebelah sini. nanti lo sebelah situ aja. ngerti gak??”

kalandra menahan tawanya, mengangguk. “ngerti.” ujarnya kemudian. memperhatikan celine yang kini sudah menunduk sibuk meniup-niup gelas.

sepi. hanya ada suara angin yang keluar dari bibir celine dan suara mesin mobil kalandra.

“hahaha. rambut kalo panjang tuh dikuncir toh princess.” lelaki itu mendadak bergerak, tangan kirinya yang kosong menarik ujung anak rambut celine yang hampir ikut masuk dalam gelas dan menyelipkannya ke belakang telinga.

“uhuk.”

“pelan-pelannnn.” omelnya, ganti menyodor tisu kering.

“bajingaaaaaaaannnn.” celine spontan memaki, ingin menangis.

“hahahahaha. dah, lanjut. nanti kalo udah kasih ke gue.” kalandra akhirnya menjauh, menarik roti bungkusan yang tadi sudah dibukakan oleh celine dari atas dashboard dan memakannya.

lapar.

ia betul belum memakan apapun sejak siang tadi. saat sore bertemu bella saja ia hanya sekedar basa-basi berkenalan sebentar sebelum akhirnya berpisah. alasan utamanya sudah tentu ia tidak ingin ada masalah dengan gibran. diajak bertemu dadakan (dengan mantan teman) untuk sekedar berkenalan saja sudah lumayan aneh menurut kalandra.

dan bukannya lelaki itu over PD, namun ia juga sempat membaca tweet yang dikirim oleh bella sore tadi.

ganteng kalo diliat dari jarak semeter.

kalandra reflek mendengus. tidak terima. sebab menurutnya dari jarak apapun kegantengannya tidak akan meleleh hilang tak terlihat.

“nih udahhh. sini plastik lo kasih gue, gue tuangin.” celine berujar, menyodor telapak tangan.

“KALLLLLLLLLLANDRA GUE MINTA PLASTIK BUKAN MINTA SALAM!!!!” celine berteriak ketika kalandra meletakkan rotinya di pangkuan dan berganti menyalami tangannya secara tiba-tiba.

“hah?” lelaki itu bingung. reflek menoleh dengan raut bertanya minta diulangi karena tadi ia memang murni sedang gelut dengan pikirannya sendiri.

“STMJ LO HUUUU NANGIS NIH GUE.”

oh. kalandra membulatkan bibirnya lama ketika akhirnya menyerahkan minuman susu jahe tersebut ke tangan celine.

“btw gue ajak lo kesini buat liat itu loh cel.” tangan kalandra tiba-tiba menunjuk benda langit yang kini menyembul malu-malu dari antara awan. maklum, mendung akut. “kalo disini kan hamparan luas gak ada kabel. gue pikir lo bakal suka aja bisa liat dia bebas.”

celine melongok melalui kaca depan. melihat bulan sabit miliknya yang begitu indah itu terhalang banyak kapas abu-abu. “yahhh, mau ujaaaaannn tapi tuuuh.”

“besok gue ajak pas terang.”

“LO NGAJAK GUE MELIHAT BULAN BERDUA?”

“ya lo mau sama siapa deh? gibran?”

“huh.”

“apaan kok hela napas segala?”

“lo gampang ya mengajak-ajak perempuan pergi tuh.”

“maksudnya?”

“ya kek lo ajak bella pergi padahal kemarin baru temenan tuh cepet gitu!!!!”

“hah? gue apa?” kalandra reflek mengernyit. ingin menyanggah.

“ngajakin cewek jalannnnnn.”

“gue gak ada ngajak bella jalan dih sok tau lo.”

“kata bella lo ngajak dia jalan kok.”

“gue gak deketin cewek di satu circle yang sama ya, celine.”

“maksud?”

“kan udah ada lo. kenapa harus gue sabet bella segala? ya, kan?”

sialan.

wajah celine langsung merah padam. bibir kalandra.. sepertinya harus sesekali diampirkan ke sekolah terdekat.

movie date.


“hahahahaha sumpah silau, cerah banget kenapa sih miles?” kalandra masih tidak habis pikir, menoleh ke arah celine yang kini tengah berdiri di sampingnya itu dengan sesekali tertawa receh. beberapa orang yang ada di sekitar pintu masuk studio bahkan turut memandang. namun alasannya bukan karena baju celine yang berwarna mencolok, tapi lebih tepatnya karena wajah celine dan kalandra terlampau enak dilihat. good looking.

“biar gak dikira setan, maksud gue tuh biar gue nyala aja terus manusia sebelah gue gak takut. enak kan kal? terang? hehehe. DUH. JANGAN KETAWA TERUS DONG LO.” celine reflek mencubit lengan kalandra yang sejak tadi menjemput sampai sekarang suka mendadak tertawa sendiri. tidak habis pikir.

bagaimana tidak? celine pakai baju hijau neon sore ini! kalandra bahkan curiga nanti di dalam gelapnya bioskop baju celine akan glow in the dark.

“lucu lo tuh yaa..” lelaki itu akhirnya berkomentar, geleng-geleng kepala. membiarkan celine yang kini memutuskan memotret tiket dengan dirinya sebagai background.

“lo gak ada janji sama princess yang lain kan kal? gak papa gue post ke story?” gadis itu bertanya dengan pandangan tetap terarah ke ponsel. sibuk mengedit filter.

“hahahaha. lo kira princess gue ada berapa sih miles?”

“banyaaaaaaak. 10 kali lebih.”

“lo doang kok cel.”

“ITU JAWABAN BUAYA DARAT YA KAL YA.” celine mengangkat pandangan, menoleh sinis.

“hehehehe. anyway seriusan lo berani nonton horror gak? gue soalnya gak beneran berani ya cel jujur aja.”

“sel dong kaaaaal lo mah cal cel cal cel mulu ih.”

“biar beda.”

“dih.. dasar buaya terlatih.”

giliran kalandra yang kini bergerak sok ingin membekap bibir celine agar stop mengatainya buaya atau semacamnya. membuat celine reflek menghindar.

ya, walau sebenarnya mungkin benar jika title itu sudah nangkring eksis di depan nama. seperti, buaya kalandra. kurang ajar.

“gue gak berani nonton horror. tapi gak papa, kan berdua. nanti kalo lo takut boleh nyender-nyender ke gue HEHEHEHE. kan itu fungsinya orang mendekatkan diri. sekalian modus.”

“gak hobi ya gue yaaaa!”

“masaaaaa?”

“iya lah.”

“ya udah, gue aja kalo gitu.”

“lo apa?”

“yang nyender-nyender ke lo. boleh???” celine malah menggoda. meski sebenarnya ingin menangis darah juga karena lawannya ini adalah kalandra. garis bawahi.. KALANDRA! celine sudah jatuh 75% lebih kepada sosok yang satu itu.

kalandra geleng-geleng kepala, sudah biasa digombali dengan kalimat serupa oleh gadis lainnya. “yakin mau nyender apa ngomong doang tuh?”

“DIEHHHH. EH EH, JAUH-JAUH KAL! KAAAAL SUMPAH YA LO YA.” celine berjengit, menjauhi tangan kalandra yang bergerak ingin menggandeng di bawah sana.

“hahahahaha. di tes gitu doang aja lari sok gaya mau nyender..”

“iya juga. tapi pengen tau sekali.”

“nyender?”

“iya HEHEHE.”

“jujur banget.” kalandra tertawa, ia lalu menunjuk pintu studio yang kini mulai terbuka tanda film akan segera dimulai. memberi tau agar celine bisa bergerak terlebih dulu untuk masuk dan menyerahkan tiket yang memang sejak tadi dipegang olehnya.


“diliat jalannya toh, princess.” kalandra yang sejak tadi mencekali siku celine itu bergerak cepat ketika kaki celine terantuk anak tangga.

“tangganya bodoh.” celine mengumpat, malu sedikit sebab orang yang duduk di dekat tangga reflek melihat ke arahnya.

“lo yang gak keliatan pake acara nyalahin tangga. tuh tuh belok kanan. KANAN MILES YA TUHAN LO TUH SUMPAH..” kalandra menyeret siku celine sedikit agar bergerak ke kanan. lelaki itu memang memilih kursi agak belakang dan dekat dengan tangga agar leher tidak linu-linu jika posisinya terlalu di bawah, pun.. kalau mau ke toilet juga tidak perlu adegan injak-injak kaki orang asing terlebih dulu. bebas.

“hehehe. otak gue kelogout.”

kalandra berdecak gemas, menunggu celine duduk dulu di kursi pilihannya.

btw gue yang di luar gak papa kah kal?” celine menunjuk kursi yang dekat dengan tangga.

“gak lo yang di dalem aja?”

“lo mau di luar kah?”

“terserah lo sih. cuma bingung aja dikit, biasanya kan cewek suka di dalem?”

“iya gue suka sebenernya, cuma gue orangnya kalo ketakutan kadang 20 menit sekali ke toilet....”

kalandra tertawa, menurut. “ya udah, lo diluar.” ujarnya, melangkah masuk terlebih dulu dan segera menepuk kursi sampingnya ketika sudah terduduk nyaman. “gih sini, buruan.”

“waahh..” celine menurut, lalu melongo sambil menatap kalandra.

“apa wah?”

“ini kita ngedate kah?”

of course. lo jadi prioritas gue hari ini.”


“eh miles... kata lo itu nenek kandung apa nenek-nenek jahat?” kalandra berbisik ketika film sudah berjalan separuh.

celine tidak merespon, sibuk mencengkram pegangan kursi. “diem kal. itu ada nenek.”

“ya emang konteksnya gue bahas nenek gak sih?” kalandra berdecak, memutuskan untuk memandangi celine saja dari samping sebab jika boleh jujur ia memang penakut sekali.

“tangan lo ntar kaku kalo gitu terus..” kalandra berujar, menarik satu jari celine yang masih mencengkram pegangan kursi sebab tegang itu agar berpindah tempat. “remet jaket gue aja nih.” lanjutnya, menyerahkan tangan mendekat.

“ihhhhhh..”

“apa sih? serius gue. ketimbang kursi kan keras..”

celine meringis, menurut juga walau hatinya sudah jeder-jeder tidak tertolong.

film sudah berlanjut cukup lama ketika akhirnya celine menggoyang tangan kalandra. “kal.. kebelet pipis.”

“mau gue temenin?”

“lo takut ya sendirian?”

“lo juga gak takut ke toilet sendirian?”

“ih lo jangan takut-takutin gue!!”

kalandra geleng-geleng kepala, “ayo. gue juga gak mau ngeliat sendirian soalnya. serem.” ujarnya, reflek membawakan tas celine yang tadi digantungkan sang pemilik di antara kursi.


kalandra membiarkan celine masuk ke toilet wanita, lalu menunggu di depan lorong sendirian. lelaki itu memutuskan melihat-lihat ke sekeliling sambil tangannya ribut membawa jaket dan tas kecil celine.

pikirannya sudah berkelana membayangkan adegan-adegan horror dalam film hingga akhirnya sebuah tepukan mendarat di lengannya.

“kal!”

“hah?!” kalandra membalik badan. melotot lebar dan reflek berjengit mundur. “SIALAN LO MILES! LO PAKE BAJU IJO!!!!!!! LO KAYAK HANTU YANG TADI!”

“hah???” celine hanya bisa tercengang.

late night call


“morning princess.” kalandra menyapa tepat satu detik ketika sambungan telepon diangkat. suaranya serak, khas orang mengantuk yang diganggu ketika sudah enak-enaknya menempel di bantal.

celine menarik napas banyak-banyak sebab mendadak paru-parunya merasa sesak. suara tersebut berhasil membuat oksigen di sekitarnya menghilang secara ajaib. “ehehe. lo mending bobo deeh kal.”

kalandra tertawa berat, menggeleng meski tau bahwa celine tidak dapat melihatnya. “lagi beresin apa lo jam segini gak tidur?”

celine merebahkan punggung di kasur, lalu memeluk gulingnya. “abis kerja tugas sih. lo sendiri jam segini baru mau tidur ngapain aja?”

“mikirin lo.”

jawaban kalandra yang diluar antariksa itu membuat jantung celine menggedor-gedor. padahal sepenuhnya ia tau dan sadar bahwa kalandra hanya pintar bermain kata. namun tetap saja...

“mau gue nyanyiin lagu gak miles?”

ya, hati celine sudah cacat dan goyah 75 persen.

“ini udah malem nanti suara lo dibarengi mbak kunti...”

“kalo iya ya bagus sih?”

“bagus bagimana maksudnya manusia nih yaaa?”

“popularitas gue sampe ke dunia lain hahahahaha.”

“ih stresssssss.” celine mendadak gemas bukan main. “tapi kalo nyanyi lo mau menyanyi apaan?”

“hmm..” kalandra berdeham, mengubah posisi tidurnya agar miring ke kiri sebab punggungnya mendadak pegal-pegal. biasa, jompo.

“lagu ini harusnya lo tau sih miles..”

“apa apa?”

“if i had to live my life without you near me the days would all be empty the nights would seem so long with you i see forever, oh, so clearly i might have been in love before but it never felt this strong.”

celine langsung duduk, matanya berasa disiram air es sebakul hingga rasa kantuknya yang memang belum tiba itu makin hilang sirna. suara kalandra yang berat-berat serak itu menyanyi lagu westlife tengah malam. siapa sangka lelaki jenis kalandra bisa memiliki suara yang begitu mampu menggoyahkan hati?

“kaaaaaaaallllll..”

“hehe.”

“HAHAHEHE APA SIH MAKSUDNYA?” celine frustasi, mau menangis saja sebab kini paru-parunya kembali sesak. terlalu jatuh hati rupanya gadis itu sekarang.

“ngantuk gue miles. lanjut besok?”

“TEGA LO YA, MINIMAL TANGGUNG JAWAB!!!!!”

“hm? gue gak bikin lo hamil, kenapa tanggung jawab?”

“IH STRESSSSSSSSSS GILA KALANDRA LO YA.”

“hahahahaha. see you tomorrow, princess. sleep tight. okay?”

belum sempat celine membalas, sambungan telepon sudah terputus.

ya, kalandra just being kalandra.

lowercase.

throwback moment.


kaela duduk meringkuk di ujung ruang dalam gedung yang kini sudah sepi melompong. pesta yang seharusnya berjalan mulus tanpa kendala harus terpaksa bubar sebab kekacauan yang sebagian besar disebabkan olehnya.

opa dan omanya pingsan sebab kebenaran yang tak sengaja ia ungkap secara terang-terangan tanpa memperdulikan reputasi pekerjaan dan status orang tuanya saat ini.

gadis itu menangis, sudah tentu mental dan hatinya sangat rusak sebab backingannya yang juga tidak sepenuhnya bisa membimbing.

“kay..” satu suara yang sangat ia rindu itu akhirnya datang menyapa dirinya. bukan papa, bukan mama, bukan juga kerabat dekat keluarga lainnya karena entah dimana mereka semua berada ketika kegemparan tadi berlangsung. satu-satunya lelaki yang kerap memanggilnya kay alih-alih kael karena kaela tau, hanya ada satu nama yang memang terpatri lurus di hati lelaki tersebut.

marco datang, berlutut. “ini kenapa? kayna mana?”

see? hanya ada kayna —sepupu sepantarannya, yang ada di pikiran marco. namun gadis itu tidak ambil pusing, marco mau datang ketika ia chat saja sudah suatu anugerah. jadi gadis itu hanya menggeleng kecil, mengusap sendiri air matanya yang masih mengalir tersebut dengan sebelah tangan.

“bangun dulu kay, ayo gue anter pulang.” marco menawarkan tangan, memapah kaela berjalan menuju mobilnya yang terparkir di halaman luar sebab satpam gedung menolak adanya mobil terparkir selain dari undangan GNC saja.

“mama papa lo mana emang?” marco bertanya lagi, lelaki itu selalu berinisiatif mengajak bicara terlebih dulu sebab tau pasti bahwa kaela masuk dalam jenis perempuan hemat suara. berbeda dengan kayna yang suka cerewet ceplos kanan kiri, kaela adalah gadis pendiam.

“gak ngerti, pulang sih gue rasa.”

“kenapa lo gak ikut mereka kay? terus ini acara udah kelar? kayna kok belum telpon gue minta dijemput?”

“mar..” kaela menghentikan langkah, menoleh ke arah marco yang kini mengenakan setelan hitam casual lengkap dengan topinya itu dengan raut lelah. “nama gue kaela.. bukan kayla. dan satu lagi, gue bener gak tau kayna ada dimana. gue.. gue....”

marco menahan napas, gadis ini menangis di depannya, lagi. bedanya kali ini ada rasa frustasi yang keluar disela isakan tangisnya yang turun kencang tak peduli situasi.

lelaki itu ingin mengulur peluk untuk menenangkan, namun tidak jadi. begitu pun detik-detik berlalu marco hanya berdiri di depannya sambil sesekali menepuk pelan punggung kaela. sebab dalam hati ia merasa bahwa hubungannya dan kaela belum sedekat itu.

entah bagaimana ia menjabarkan perasaannya lagi.. ia hanya tidak bisa dan tidak terbiasa dekat dengan gadis lain selain kayna.

“my bad kael.. i'm sorry.” ujarnya, kala menyadari bahwa tangisan kaela perlahan mulai mereda.

gadis itu mengangguk. memutuskan untuk duduk sebentar di koridor basement yang sepi. hanya ada beberapa kepala, itupun sekedar lintas lalu saja.

“setau gue kayna pingsan dibawa cowok keluar tadi.” jabarnya kemudian, sedikit berat hati. sebab ia tau pasti reaksi marco akan tidak enak setelah mendengar kata pingsan dan cowok, yang bukan dirinya disebut-sebut.

“ping..san? kayna gue pingsan?” marco membelalakkan matanya tidak percaya, baru kali ini ia mendengar bahwa kayna bisa pingsan. “cowoknya tuh siapa kael? lo liat ciri-cirinya? saka? tapi saka belum balik? apa chandra? jevan? jevan???” marco lanjut bermonolog, duduk di sebelah kaela sambil mulai mengotak-atik ponselnya. menghubungi jevan yang ternyata tidak tau apa-apa, lalu lanjut menelpon chandra yang kontaknya sempat ia dapat dari kayna beberapa hari lalu.

tidak diangkat.

marco merutuk, sudah jelas ia tidak mengenal chandra dengan baik. namun,

“halo”

“oh God!” marco reflek bangkit berdiri, tidak melirik kaela yang kini kembali frustasi sebab merasa sendiri lagi. marco sudah jelas akan selalu memprioritaskan kayna di atas segalanya, sepupunya itu selalu ada di tiap detik yang marco punya. ia sendiri? ia hanya pendatang baru yang harusnya sadar diri. marco... lelaki itu tanpa status sudah menjadi milik kayna 100%.

“puji Tuhan.... kabar-kabarin gue ya chan, sorry ngerepotin.”

“oh iya-iya, ntar gue chat saka aja.”

“gue? gue masih ada urusan bentar... nanti malem, paling?” marco melirik ke arah kaela sebentar. bingung.

“ya.. iya chan, oke.. titip kayna dulu ya? iya iya.. sip...”

sambungan terputus dan marco kembali duduk di sebelah kaela. namun kali ini gerakan lelaki itu sungguh gelisah, kakinya bergerak terus seakan tidak betah jika hanya harus duduk tanpa tau kepastian keadaan kayna disana.

ia penasaran. sebenarnya apa yang terjadi? bagaimana bisa gadis sericuh kayna pingsan secara mendadak?

“lo habis ribut sama kayna kah kael?” marco bertanya dengan hati-hati, sebab tau betul bahwa kaela memang sensitif sekali. apa lagi hubungan kayna dan kaela memang sejak dulu sudah buruk.

kaela enggan menjawab, ia takut dihakimi. belum lagi alasan kayna pingsan memang sepenuhnya karena ucapan tanpa filter yang keluar dari bibir kaela tadi.

“kael please..” marco ikut frustasi, namun melihat kaela yang kini menutup telinga rapat-rapat ia akhirnya ikut bungkam. lelaki itu memejamkan mata dan memutuskan untuk menyender kepala di dinding.

seperempat dirinya ingin meninggalkan kaela sendiri, namun selebihnya ia juga merasa kasihan. sebab kaela tidak memiliki siapapun sebagai teman selain dirinya.

“lo kalo mau susul kayna boleh mar.. khawatir kan?”

“terus, lo?” marco bertanya, masih memejam mata.

“gak papa, gue bis...”

“gak papa gak papa endingnya lo nangis sendirian terus nyakitin badan.. *it's okay, kayna ada banyak barengan disana. kayna aman. jadi lo disini, sama gue. gue gak kemana-mana.”

“cuma lo doang mar..”

“hm, i know.. makanya gue stay.”

“gue kalo peluk lo sekali, boleh gak?”

“hah?” belum selesai kagetnya tersampaikan, pelukan asing yang datang dari kaela itu sudah menyambut tubuh terlebih dulu. “makasih mar.. cuma lo yang bisa nahan gue selama ini. makasih, makasih udah hadir meski lo kepaksa atau gimana.. tetep, makasih banyak..”

lowercase.

throwback moment.


kaela duduk meringkuk di ujung ruang dalam gedung yang kini sudah sepi melompong. pesta yang seharusnya berjalan mulus tanpa kendala harus terpaksa bubar sebab kekacauan yang sebagian besar disebabkan olehnya.

opa dan omanya pingsan sebab kebenaran yang tak sengaja ia ungkap secara terang-terangan tanpa memperdulikan reputasi pekerjaan dan status orang tuanya saat ini.

gadis itu menangis, sudah tentu mental dan hatinya sangat rusak sebab backingannya yang juga tidak sepenuhnya bisa membimbing.

“kay..” satu suara yang sangat ia rindu itu akhirnya datang menyapa dirinya. bukan papa, bukan mama, bukan juga kerabat dekat keluarga lainnya karena entah dimana mereka semua berada ketika kegemparan tadi berlangsung. satu-satunya lelaki yang kerap memanggilnya kay alih-alih kael karena kaela tau, hanya ada satu nama yang memang terpatri lurus di hati lelaki tersebut.

marco datang, berlutut. “ini kenapa? kayna mana?”

see? hanya ada kayna —sepupu sepantarannya, yang ada di pikiran marco. namun gadis itu tidak ambil pusing, marco mau datang ketika ia chat saja sudah suatu anugerah. jadi gadis itu hanya menggeleng kecil, mengusap sendiri air matanya yang masih mengalir tersebut dengan sebelah tangan.

“bangun dulu kay, ayo gue anter pulang.” marco menawarkan tangan, memapah kaela berjalan menuju mobilnya yang terparkir di halaman luar sebab satpam gedung menolak adanya mobil terparkir selain dari undangan GNC saja.

“mama papa lo mana emang?” marco bertanya lagi, lelaki itu selalu berinisiatif mengajak bicara terlebih dulu sebab tau pasti bahwa kaela masuk dalam jenis perempuan hemat suara. berbeda dengan kayna yang suka cerewet ceplos kanan kiri, kaela adalah gadis pendiam.

“gak ngerti, pulang sih gue rasa.”

“kenapa lo gak ikut mereka kay? terus ini acara udah kelar? kayna kok belum telpon gue minta dijemput?”

“mar..” kaela menghentikan langkah, menoleh ke arah marco yang kini mengenakan setelan hitam casual lengkap dengan topinya itu dengan raut lelah. “nama gue kaela.. bukan kayla. dan satu lagi, gue bener gak tau kayna ada dimana. gue.. gue....”

marco menahan napas, gadis ini menangis di depannya, lagi. bedanya kali ini ada rasa frustasi yang keluar disela isakan tangisnya yang turun kencang tak peduli situasi.

lelaki itu ingin mengulur peluk untuk menenangkan, namun tidak jadi. begitu pun detik-detik berlalu marco hanya berdiri di depannya sambil sesekali menepuk pelan punggung kaela. sebab dalam hati ia merasa bahwa hubungannya dan kaela belum sedekat itu.

entah bagaimana ia menjabarkan perasaannya lagi.. ia hanya tidak bisa dan tidak terbiasa dekat dengan gadis lain selain kayna.

“my bad kael.. i'm sorry.” ujarnya, kala menyadari bahwa tangisan kaela perlahan mulai mereda.

gadis itu mengangguk. memutuskan untuk duduk sebentar di koridor basement yang sepi. hanya ada beberapa kepala, itupun sekedar lintas lalu saja.

“setau gue kayna pingsan dibawa cowok keluar tadi.” jabarnya kemudian, sedikit berat hati. sebab ia tau pasti reaksi marco akan tidak enak setelah mendengar kata pingsan dan cowok lain, yang bukan dirinya disebut-sebut.

“ping..san? kayna gue pingsan?” marco membelalakkan matanya tidak percaya, baru kali ini ia mendengar bahwa kayna bisa pingsan. “cowoknya tuh siapa kael? lo liat ciri-cirinya? saka? tapi saka belum balik? apa chandra? jevan? jevan???” marco lanjut bermonolog, duduk di sebelah kaela sambil mulai mengotak-atik ponselnya. menghubungi jevan yang ternyata tidak tau apa-apa, lalu lanjut menelpon chandra yang kontaknya sempat ia dapat dari kayna beberapa hari lalu.

tidak diangkat.

marco merutuk, sudah jelas ia tidak mengenal chandra dengan baik.

“halo”

“oh..” marco reflek bangkit berdiri, tidak melirik kaela yang kini kembali frustasi sebab merasa sendiri lagi. marco sudah jelas akan selalu memprioritaskan kayna di atas segalanya, sepupunya itu selalu ada di tiap detik yang marco punya. ia sendiri? ia hanya pendatang baru yang harusnya sadar diri. marco... lelaki itu sudah menetapkan hati untuk gadisnya sendiri.

“puji Tuhan.... kabar-kabarin gue ya chan, sorry ngerepotin.”

“oh iya-iya, ntar gue chat saka aja.”

“gue? gue masih ada urusan bentar... nanti malem, paling?” marco melirik ke arah kaela sebentar. bingung.

“ya.. iya chan, oke.. titip kayna dulu ya? iya iya.. sip...”

sambungan terputus dan marco kembali duduk di sebelah kaela. namun kali ini gerakan lelaki itu sungguh gelisah, kakinya bergerak terus seakan tidak betah jika hanya harus duduk tanpa tau kepastian keadaan kayna disana.

ia penasaran. sebenarnya apa yang terjadi?

“lo habis ribut sama kayna kah kael?” marco bertanya dengan hati-hati, sebab tau betul bahwa kaela memang sensitif sekali. apa lagi hubungan kayna dan kaela memang sejak dulu tidak pernah akur.

kaela enggan menjawab, ia selalu takut dihakimi. belum lagi alasan kayna pingsan memang sepenuhnya karena ucapan tanpa filter yang keluar dari bibir kaela tadi.

“kael..” marco ikut frustasi, namun melihat kaela yang kini menutup telinga rapat-rapat ia akhirnya ikut bungkam. lelaki itu memejamkan mata dan menyender kepala di dinding. seperempat ingin meninggalkan kaela sendiri, namun selebihnya ia juga merasa kasihan. kaela tidak memiliki siapapun sebagai teman saat ini.

“lo kalo mau susul kayna boleh mar.. khawatir kan?”

“terus, lo?” marco bertanya, masih memejam mata.

“gak papa, gue send...”

“gak papa gak papa endingnya lo nangis sendirian terus nyakitin diri sendiri. *it's okay, kayna ada banyak barengan disana. jadi lo disini, sama gue. gue gak kemana-mana.”

“cuma lo doang mar..”

“hm, i know.. makanya gue stay.”

“gue peluk lo sekali, boleh gak?”

“hah?” belum selesai kagetnya tersampaikan, pelukan asing yang datang dari kaela itu sudah menyambut tubuh terlebih dulu. “makasih mar.. cuma lo yang bisa nahan gue selama ini. makasih, makasih udah hadir.”

lowercase.


“eh eh apaan nih?” kennan, yang baru saja menapakkan kakinya masuk ke rumah nera itu sampai terjengkang beberapa langkah sebab pelukan erat yang ia terima secara mendadak. “kangen gue banget ner?” lanjutnya, belum membalas pelukan dan kini sibuk menenteng kresek belanjaan berisi minuman ringan sejauh mungkin dari jangkauan tangan nera agar tidak jatuh tersenggol.

gadis itu mengangguk, mengusel kepalanya masuk di dada. “lo lama gak kesini!” ucapnya, sedikit nyolot. bercanda.

“perasaan gue baru kesini 2 hari lalu sih. gue yang salah apa lo yang udah amnesia?” kennan menepuk-nepuk punggung nera sekenanya dengan satu tangan sebagai balasan.

“ya itu lama sih kata gue hehehehe.”

kennan geleng-geleng kepala. masih membiarkan nera memeluknya rapat hingga akhirnya jengah sendiri sebab sadar bahwa ia diabaikan. kennan masih tetap sama seperti dulu. kulkas! jiwa cueknya bahkan semakin menjadi-jadi entah kenapa.

“ken..” nera memanggil pelan ketika kennan meletakkan pantatnya pelan di sofa ruang tengah.

“iya, i know..”

“tau apa? kan gue belum bilang apa-apa?”

lelaki itu berdecak, matanya menelusur pelan tubuh nera yang kini berdiri tegap di hadapannya. “sini.” ajaknya, menepuk paha.

nera menurut, duduk menyamping di atas paha kennan yang terbalut celana ripped jeans biru langit.

“coba bilang ke gue mau apa sekarang?” kennan menaikkan sebelah alis dan menyugar rambutnya yang sudah memanjang itu ke belakang. begitu atraktif.

nera terpaku, memandangi bibir merah kennan yang terbuka ketika berbicara itu sebentar lalu kembali ke mata. begitu berulang kali hingga akhirnya nera memaling wajah, menelan ludah.

“you got h word, ner?”

“hmm. kinda..”

kennan mengangguk. menyenderkan tubuhnya ke sandaran sofa hitam nera yang terlampau empuk. berniat membiarkan gadis itu berbuat sesukanya sebab ia tau, nera memang berani jika sudah bernafsu.

“bantuin ya ken?”

kennan mengangguk. mengelus rambut nera pelan, lalu menyusupkan telapak tangannya masuk ke tengkuk belakang agar dengan mudah bisa menarik nera mendekat.

gadis itu menahan napas, wangi kennan yang sangat hugable itu menusuk dan menyerang kewarasannya dalam sekejap. di antara banyaknya lelaki yang dekat dengan nera, perlu diakui hanya kennan yang selalu mampu membuatnya ingin berbuat lebih jauh. padahal kennan tidak pernah berulah apapun kepadanya selain berpagutan bibir ketika sedang ingin saja.

kennan tersenyum miring, mengawasi nera yang entah kenapa masih diam di tempatnya padahal ia sudah menyerahkan diri. menatap mata sayu yang terus-terusan menatap bibir itu dengan perasaan gemas sebab sebenarnya ia ingin segera menyatukan bibirnya juga.

lelaki itu kemudian bergerak maju, mendekatkan kepala sebentar untuk sekedar memancing. membuat deru napas nera yang sudah terlampau hilang akal itu makin berat dan menggelitik nafsu kennan sendiri yang sejak tadi masih terkontrol.

“why u're not moving ner?” tanyanya kemudian, penasaran.

nera mengerjap pelan, memutuskan untuk memandang mata kennan. lalu dengan suara pelan ia memanggil, “ken..”

lelaki itu mengangguk dan kembali memundurkan tubuh. ingin mendengarkan nera yang hendak berbicara.

“kenapa kita gak berbuat jauh sekalian? gue kepengen lo banget ken asal lo tau..”

kennan terdiam. matanya menelisik nera dalam hening sementara tangannya kini mulai mengelus wajah. “menurut gue selama ini kita juga udah berbuat jauh ner.”

“but you do it with another girl so often kennn.. lah gue?? lo... lo merasa gue gak bisa muasin lo kah?”

kennan menegakkan tubuhnya. melihat nera menunduk diam dan memainkan jemari itu sambil diam-diam menghembus napas berat.

ya, memang betul jika keduanya sering sekali memberikan servis satu sama lain sejak pulang pesta kala itu. namun bukan berarti kennan dan nera pernah berhubungan intim seperti kennan melakukannya dengan perempuan lain.

untuk nera, entahlah.. kennan tidak tega. ia tau bahwa ia sendiri masuk dalam jajaran lelaki brengsek yang mudah goyah, jadi kenapa pula ia harus merusak gadis yang memang masih tersegel rapat? belum lagi gadis ini terlalu baik dan punya reputasi baik di depan media. punya apa kennan sampai berani merusak mahkota nera?

“dari sekian banyak orang minta dijaga, kenapa lo malah mau gue rusak ner?” akhirnya pertanyaan itu yang keluar dari bibir kennan saat ini. sebab menurutnya sedikit tidak masuk akal perempuan mau menyerahkan diri meski didasari cinta setengah mati. bagus jika lelaki itu bertanggung jawab? jika tidak? bagaimana perempuan itu beralasan pada suaminya di masa depan kelak?

“don't know... akhir-akhir ini kayak otak gue ngarahnya ke lo terus. semua yang lo lakuin buat gue kayak perfect dan bikin gue gak mau cowok lain. gue kadang mikir kenapa lo mau have sex sama beberapa cewek sedangkan sama gue cuma gitu-gitu aja. gue insecure. maksudnya, gue kayak dibuat mikir apa gue ini gak pantes gitu menurut cowok..”

kennan meneleng wajah, mendadak ingin tertawa sebab alasan macam apa pula yang disebut nera? aneh. aneh kuadrat malah. “lo suka gue ner?”

“obviously yes.”

“ya, emang ketara banget.”

“terus? cuma gitu doang tanggepan lo ken?”

“ya gimana lagi ner? lo ngarep apa dari bibir gue coba?”

“status?”

“lo mau pacarin gue? yang lo akuin bejat kaku ini?”

nera mengangguk, “gue suka lo. kadang gue ngerutuk juga kenapa bisa suka lo padahal banyak cowok ngejar gue. tapi gue sukanya loooo. gue harus apa?”

kennan bingung. inilah saat-saat yang paling ia hindari. memberi kepastian padahal sebelumnya hubungan mereka baik-baik saja. bukannya kennan tidak menyukai nera. sebab cowok waras mana yang mau menolak gadis macam ini? namun sekali lagi, kennan ragu dengan dirinya sendiri.

dan ketika lelaki itu masih terdiam, tangan nera sudah mengalung di lehernya. bibir gadis itu bahkan sudah mendarat lekat pada bibir kennan yang kali ini belum membalas. terlampau pasif sebab otaknya masih kebingungan.

ciuman yang diberikan nera saat ini terasa hangat, gadis itu mengecup pelan dan lanjut melumat miring milik kennan. tidak peduli jika kegiatannya berjalan solo dan masih belum dibalas. nera terus menghajar bibir kennan atas bawah bergantian.

ciuman gadis itu perlahan bergeser naik ke tulang pipi kennan dan terus bergerak hingga mendarat di belakang telinga. dengan sigap nera menyibak rambut kennan ke arah atas, lalu mulai menjulurkan lidahnya pelan untuk menjilat area yang menggoda hasrat tersebut.

kennan berdeham berat, merasa nera begitu serius menginginkannya saat ini. lelaki itu lantas dengan sigap menarik mundur kegiatan nera.

“we'll do it like usual ner. gue tetep gak akan berbuat jauh, tapi pegang omongan gue kalo gue akan bikin lo terbang dan ngerasain hal paling enak hari ini.” lelaki itu berujar. membenarkan sebentar posisi duduknya dan tanpa membuang waktu lagi langsung memagut bibir nera kembali.

ciumannya bergerak kasar, ada deru nafsu yang tercipta disela kegiatan hingga membuat keduanya otomatis makin melekatkan badan dan meraba apapun yang bisa tersentuh tangan.

gigitan dan hisapan berdatangan tanpa henti dari keduanya, membuat napas yang tadinya masih normal itu mendadak jadi sesak kekurangan asupan oksigen.

“baring ner.” kennan memberi titah, mendorong pelan bahu nera ke samping agar tidur telentang saja. dengan pasti ia membuka balutan jaket yang tadi masih melekat itu lengkap bersama dengan kaosnya.

nera menggigit bibir, jarang-jarang kennan membuka atasan ketika sedang bermain. tubuhnya yang tegap berisi itu membuat nera terhipnotis sempurna.

“tambah bagus badan gue?” kennan menembak.

“lo fitness?”

kennan diam dan hanya membalas dengan alis satu yang terangkat menggoda. “lo cewek pertama yang gue kasih liat perkembangan otot gue ner.” ujarnya, mulai menindih tubuh nera dari atas.

mata lelaki itu masih memandang lekat ketika perlahan tangannya masuk menyusup ke dalam atasan nera demi merasakan kulit lembut gadis tersebut. membuat mata nera kian sayu dan gelap dimakan setan nafsu.

kennan tersenyum, kali ini senyumnya tulus sekali. nera bahkan berani bersumpah jika baru detik ini ia melihat senyum kennan yang serius seperti itu. namun pikirannya mulai terpecah kala tangan kennan mulai meremas payudara kirinya dengan gemas.

“sengaja gak pake atau emang lo lagi gak pengen pake?”

“cewek kalo di rumah, biasanya.. ahh kenh, cubitnya pelan ajaa..”

“biasanya apa?”

“gak pake daleman..”

kennan tertawa, mencium bibir nera yang terbuka hingga desahan pelannya menguar dalam ciuman. menggemaskan sekali.

kesadaran nera sudah hilang 50% saat lidahnya dililit terus-terusan dari atas. rasanya seperti dihajar sekali sebab sekarang tangan kennan sudah berpindah ke bagian sensitifnya di bawah sana. menyusup masuk dengan mudah melalui celana pendek yang nera kenakan, lalu mengelus bagian basah itu dengan tekanan yang tidak bisa dijabarkan. tekanan yang terasa pas, dan tentu saja berhasil menggetarkan seluruh pikiran nera yang sepenuhnya sudah menggila.

nera mendesah pelan, menggigit bibirnya. elusan kennan di bawah sana berubah menjadi tusukan kecil.

“harusnya jangan gi.. gitu.. maksudnya, gue.. gue tuh ahhhhh kenhh... dalem banget mainnya.”

kennan tidak membalas dan dari tadi sibuk mengecupi pundak serta leher nera. memberikan banyak sedotan kecil ketika jemarinya aktif memberikan servis di bawah sana.

“gue gak minta maaf karena gak nurutin keinginan lo tadi ya ner.”

“hmmh..”

“jangan rusak diri lo terlalu jauh di tangan cowok kayak gue. gue gak sebaik itu, lo tau sendiri. kan?”

nera ingin menjawab dengan benar, namun desahannya lebih mendominasi sebab sekarang kennan sudah menaikkan baju nera dan melumat payudaranya kuat-kuat. ujung yang mengeras itu ia gigiti berulang kali sambil terus menghisap tanpa henti.

lenguhan nera terasa makin kuat ketika akhirnya kennan mencabut jemarinya di bawah sana.

tidak membiarkan nera protes sebab sudah dihentikan sebelum mencapai ujung, lelaki itu segera duduk tegap dan menarik lepas celana nera beserta dalamannya.

“kenhhhhhh ahh..”

desahan itu reflek keluar dengan keras sebab kepala kennan yang bergerak mendekat ke bagian sensitifnya. lidah lelaki itu menjilat segala cairan yang melumer keluar, memainkan klit nera dengan tekanan kuat hingga cairan lain terus keluar detik demi detik.

tangan kennan sampai harus menahan pinggul nera yang bergerak gelisah, kedutan di area sensitif itu makin terasa ketika lidah kenan masuk ke dalam lubang tanpa permisi lagi. menjulurkannya keluar masuk dengan gerakan cepat dibarengi dengan sedotan kuat yang terus ia berikan. hingga akhirnya lenguhan nera yang terdengar amat seksi di telinga itu menguar keras. gadis itu telah mencapai ujungnya.

kennan reflek mundur dan menjilat jemarinya sendiri. sedangkan nera memejamkan mata dan mengatur napasnya yang berderu tidak beraturan. jantungnya berpacu cepat dibarengi okeh keringat yang membasahi dahi.

kennan geleng-geleng kepala, melihat nera yang melemas sebab puas itu membuat satu titik di dalam hatinya merasa senang dan sedikit bangga.

dan sembari menunggu nera sedikit relax, kennan bangkit berdiri untuk melepas sabuk dan celananya. gerakan mendadak kennan tersebut membuat nera membuka mata dan reflek saja melihat ke arah tubuh bawah lelaki tersebut.

“eh, udah keras ken?” nera bertanya. pertanyaan bodoh juga sebenarnya sebab lelaki mana yang tidak akan bangun jika bermain cukup lama seperti tadi? belum lagi lawan mainnya adalah nerysha. garis bawahi, nerysha!

“sejak tadi.” kennan membuyarkan pikiran dan kembali duduk di posisinya.

“sini gue bantu sekarang.”

“gak usah. lo duluan, sampe puas. prioritas gue hari ini lo..” jawabnya, lalu mengulurkan tangan.

nera menelan ludah, meraih tangan kennan dan duduk kembali di atas pangkuan. keduanya spontan melenguh ketika bagian sensitifnya menyentuh satu sama lain. kennan bahkan sampai menggeram berat ketika miliknya tergesek celah nera yang basah dan hangat tersebut.

“gerak sesuka lo ner. cari nikmat lo sendiri, bebas mau lo apain gue hari ini.” kennan berujar, mencekali pinggul nera yang kini mulai bergerak maju mundur perlahan. menggesekkan dua kelamin tanpa kain yang tidak pernah disatukan itu sebab kennan selalu menahan diri.

“gue masukin ya ken?”

“no. stay like this.”

“i want it.” nera tidak berbohong jika benar ingin melakukannya dengan kennan, namun lelaki itu tidak mengindahkan ucapan nera dan lanjut menciumnya lembut.

ciuman yang datang diselimuti perasaan asing yang membuat jantung mereka berdegup aneh. begitu halus. kennan melumat bibir ranum idaman banyak lelaki itu dengan tanpa nafsu.

nera terhanyut, tangannya yang tadi berpegangan pada pundak itu berpindah menangkup pipi kennan. membalas ciuman dengan sedikit kasar sebab ada rasa frustasi yang terselip di antaranya. pinggulnya yang tadi masih maju dan mundur mulai bergerak memutar, membuat ciuman yang masih menyatu itu dipenuhi oleh selingan lenguh kecil yang meruntuhkan batas iman.

“lo gak puas kena tangan sama lidah gue ner?”

nera memejam, masih bergerak. bibirnya terbuka sedikit karena desahannya tidak berakhir.

“ner..”

“mmh, gak gitu.. lo selalu bisa puasin gue kenh... tiap gue pengen, lo pasti kasih yang terbaik biar gue sampe ujung. tapi ya itu tadi, gue cuma kepengen. pengen kasih punya gue yang terbaik buat lo juga..”

kennan menggeram, pusakanya seperti dicengkram kuat oleh milik nera yang ototnya sengaja dikencangkan. terasa begitu nikmat dan memabukkan. pikiran lelaki itu makin buyar kala lehernya mendadak menerima serangan halus berupa sedotan kuat dan gigitan kecil yang turun bertubi-tubi.

“ahh nerh..”

“gue suka tiap lo sebut nama gue, tapi jarang banget kenh..”

kennan meringis, pinggul nera menghentak dengan ritme pelan. membuat dua kelamin itu bertabrakan kasar dan menimbulkan sensasi yang amat luar biasa. kedutan pada milik nera juga makin bertambah kuat ketika payudaranya diremas kencang oleh tangan kiri kennan yang kembali menyusup masuk ke dalam baju.

“shit shit ken..” gadis itu mengerang, klitnya dimainkan oleh ibu jari kanan kennan yang menganggur. membuat tubuh nera perlahan menggelinjang sebab cairannya kembali meluber turun keluar dari lubang.

kennan kembali menciumi bibir nera sambil menggoyang pinggul gadis itu agar miliknya sendiri segera mencapai puncak. tangan nera yang menganggur mulai terjulur ke bawah demi meremas biji kennan, memancingnya agar mau meledak.

dan benar saja, desahan berat kennan yang disukai nera itu keluar dengan seksi ketika akhirnya pusaka kennan memuntahkan cairannya.

“i love you ner..” ujarnya, lalu merebahkan kepala yang sudah lemas itu di pundak nera.

RAYEN-RAYA (PART 1.)

lowercase.


semuanya dimulai ketika raya baru pulang dari kerja pukul 9 malam tadi. rayen yang kebetulan sedang mampir itu uring-uringan setengah mati sebab mengaku bahwa raya akhir-akhir ini kerap tidak punya waktu untuknya.

ya, perlu diakui bahwa raya dan rayen memang sudah cukup lama tidak bertemu. bahkan untuk sekedar bertegur sapa di telepon saja sudah sangat jarang. biasanya mereka berdua sama-sama tidak keberatan akan kesibukan satu sama lain, namun malam ini berbeda. raya sendiri sempat terkejut melihat rayen bisa sedikit manja seperti itu.

“omg rayh.. stop it.” raya kelimpungan setengah mati kala pundaknya didorong mentok hingga menempel mulus pada cermin kamar mandi, samping wastafel. bibir lelaki itu bahkan mulai menjajah kian jauh isi bibir raya yang seperempat terbuka tanpa mau membuang waktu lagi.

“rayennnnn, aku mau mandi dulu.” raya memalingkan wajah, menolak membalas permainan kasar rayen yang selalu datang jika memang sedang emosi tersebut. gadis itu lantas mendorong pelan bahu kekasihnya yang masih mengenakan jas lengkap kas pulang kantor itu agar menjauh sedikit darinya.

rayen mengalah, menarik napas dan memutuskan untuk mundur selangkah. membiarkan raya menatapnya sebentar dengan raut tidak habis pikir seraya mulai lanjut berjalan masuk ke bilik kaca untuk mandi terlebih dahulu.

“sorry mendadak uring-uringan ra. aku lagi capek banget seminggu ini dan aku gak denger kabar dari kamu dari kemaren.” lelaki itu menjelaskan dengan lebih baik ketika napasnya sudah kembali teratur. memilih untuk menyenderkan punggung di sebelah wastafel marmer sambil meraih pemantik api dari saku celana, ingin merokok.

raya berdecak, “ray..”

“hm?”

gadis itu mengurut kening. ia sudah tentu sering melihat rayen merokok ketika sedang lelah, tapi tidak dalam toilet juga. apa lagi didepannya yang sedang mau mandi pukul 11 begini. gadis itu lantas membuka pintu kaca sebentar dan melangkahkan kakinya keluar lagi.

raya menatap rayen cukup lama hingga menyadari adanya kantong mata disana. lelaki itu benar terlihat banyak masalah, membuat raya merasa bersalah sebab tidak ada disana ketika sedang dibutuhkan.

*“jangan ngerokok. aku gak seneng kalo nanti kamu cium-cium aku terus kerasa tembakau gak jelas gitu.” raya menggenggam jemari rayen halus dan menarik rokok mahal yang sudah terpasang di bibir itu, lalu meletakkannya di atas meja wastafel. “ketimbang sedot rokok, kenapa kamu gak mandi aja? nanti kalo udah seger capeknya juga pasti hilang sebagian.” raya melanjutkan, melepas pelan jas hitam yang menyampir pada tubuh tegap itu, lalu menjatuhkannya pada keranjang baju kotor.

“emangnya kamu gak marah aku tiba-tiba dateng ngomel-ngomel sambil cium kamu kayak tadi?”

“hm, gak sih. soalnya masuk akal kalo kamu marah karena aku gak ada kabar. apa lagi kamu bilang kamu capek, pasti butuh temen kan? ya, menurutku lebih aneh lagi kalo kamu gak marah sih hahahahaha.” raya berujar seraya memberanikan diri melucuti dasi hitam yang masih terpasang rapi pada kemeja rayen. membuat lelaki itu menunduk sebentar dan reflek mencekal pergelangan tangan raya, lantas menatap lurus bola mata gadisnya yang kini juga tengah memandangnya fokus. “gak ilfeel karena mendadak aku keluarin sisi manja kayak gini?” rayen masih mengejar jawaban.

“hmmmm..” raya sok berpikir, menggoda saja lebih tepatnya. namun ketika menyadari jika rayen memang masuk dalam jenis manusia yang agak susah diajak bersantai, beberapa detik kemudian ia lanjut tersenyum. menggeleng. “ilfeel kenapa? aneh banget pikirannya.”

“biasanya aku keliatan kayak cowok bisa diandelin. siapa tau kalo manja tiba-tiba kamu ngerasa aneh gitu.”

“gak lah rayennnnnnn.” raya gemas. memang benar malam ini lelaki itu cukup cerewet. cerewet sekali malah, namun apa salahnya? memang rayen terlahir sebagai robot yang disetting tidak punya perasaan? “kalo cuma ada kita, kamu gak perlu terus-terusan jadi cowok yang keras dan terlalu mandiri gitu lah ray. boleh kok manja-manja, mau minta dipuk-puk juga boleh. nangis kalo sedih terus minta peluk juga gak ada salahnya. kalo gitu terus-terusan ya jelas aja kamu capek dong. cerewet di depanku boleh banget, gak aku larang.”

rayen tertegun. lelaki itu terus menghunjam fokus pada mata dan bibir raya bergantian. “glad that i have you as my girlfriend ra..” ujarnya, menarik pinggang raya mendekat.

“kamu mau lanjut cium aku sekarang?” raya menembak tepat sasaran. dan sebelum rayen benar-benar melancarkan aksinya yang tentu saja akan berlanjut panjang tersebut, raya segera menahan bahu rayen agar tidak maju dadakan. “lepas dulu bajunya. ciumnya nanti, habis mandi.”

lelaki itu mendenguskan tawa, lalu menarik lepas dasi dan kancing kemejanya satu persatu. pro, tentu saja. hanya dengan satu tangan kemeja tersebut akhirnya jatuh ke keranjang kotor juga. raya sampai melongo dan menahan napas sebab rayen melepas pakaian dengan mata terus menatap intens ke arahnya.

karena merasa gerah bukan main, gadis itu akhirnya memutus kontak mata dan berjalan mendahului ke bilik kaca. berdiri di bawah shower sambil menarik lepas bajunya sendiri. dan gerakan raya tau-tau saja terhenti ketika tangan hangat rayen mendarat di tubuhnya. membantu melepas satu persatu kain penutup tubuh dan melemparnya keluar. rayen menyempatkan diri mencium pundak raya sekali sebelum menarik bra putih yang melekat itu dari badan pemiliknya.

tanpa banyak bicara lagi rayen segera menyalakan shower dan mengatur airnya menjadi hangat. membiarkan percikan air menjadi suara satu-satunya yang menghiasi indra pendengaran. mata lelaki itu terus memandangi raya yang kini sudah fokus untuk mandi tanpa berpikir adegan lain-lain lagi. atau mungkin sebenarnya gadis itu sudah berpikir, namun terlalu malu untuk memulai terlebih dulu.

rayen berdeham, menjilat bagian bawah bibirnya yang mendadak kering tersebut sambil menyapukan pandang sekali lagi pada tubuh bagian belakang milik raya. rambutnya panjang lurus dan dicat dengan warna cokelat tua. moles cantik menghiasi pundak kanan raya yang kini sudah terpampang polos, membuat rayen tanpa basa-basi lagi mulai memberikan kecupan masal. merasakan sensasi demi sensasi yang sudah lama tidak ia dapatkan sebab jarang bertemu. kecupan rayen jatuh cukup lama sebelum akhirnya berpindah menuju cuping dan leher raya yang sangat menggoda hasrat. aroma sabun yang baru saja digosokkan disana melekat sempurna, membuat akal sehat rayen terkikis sempurna.

“rayh.. goshh..” raya menelengkan leher, kecupan-kecupan itu mendarat bersamaan dengan aliran air yang terus turun dari shower malam ini. pelukan rayen pada perut yang sesekali naik meremas payudaranya juga membuat pikiran raya kalang kabut. kadang ia berdecak, ingin protes, namun dalam hati memang benar ia rindu akan segala sentuhan lelaki itu.

maka dengan perlahan ia membalik badan, memberanikan diri menatap kekasihnya itu cukup lama sebelum berkata.

“wanna play under the shower tonight?”

lelaki itu membasahi bibirnya sebentar sekali lagi. nafsunya yang tadi sudah ia kontrol mati-matian mendadak runtuh dan hancur berantakan. “haha. sure, i'll love and enjoy the game anyway.”

dan bersamaan dengan jawaban itu rayen segera mengunci pinggang raya kuat dalam pelukannya. mulai menyatukan bibir tanpa banyak bicara lagi sebab sudah terlalu ingin, terlampau tidak tahan. suara decakan basah yang menguar akibat ciuman yang berlangsung dengan penuh hasrat itu menguar dalam bilik kaca. membuat keduanya makin terangsang dan makin ingin menyentuh satu sama lain di tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh tangan.

“awh ray aku ketelen air mentahhhh.” raya sambat ketika rayen akhirnya melepas ciuman. tangan gadis itu dengan perlahan mematikan air, lalu lanjut mengalung pada leher rayen untuk menyambung ciuman yang terputus tersebut.

“i miss you ra.” rayen berujar, kali ini membiarkan raya menghunjam bibirnya terlebih dulu. menjilat permukaan bibir rayen secara kasar dan mengeksplor bagian dalamnya secara intens. raya seperti sedang kerasukan hawa nafsu di level tertinggi. atau sebenarnya ciuman itu merupakan balasan tanpa suara mengenai ucapan rindu yang menguar beberapa saat lalu.

rayen tersenyum di tengah ciumannya, merasakan napas raya yang mulai tersengal padahal belum memulai apa-apa. lelaki itu lantas mendorong tubuh raya hingga menempel di dinding kaca. menaikkan alisnya sebentar ketika bertatap mata, “kali ini kamu loh yang minta ke aku ra.” kekehnya sebentar sebelum menahan tangan raya dan mulai menjatuhkan bibir pada payudara gadisnya yang ujungnya sudah menegang. separuh karena sudah terangsang, separuh lagi karena kedinginan. luar biasa sekali.

“itu gak mintaa AHH biasaan banget gigitnya anjir rayen bodoh males banget kamu kira itu mainan apaan sih hah?” raya melancarkan protes keras sebab gigitan rayen selalu diluar kendali. belum lagi sedotan demi sedotan yang dilancarkan membuat raya tak kuasa menahan suara, gadis itu sampai menjambak kencang rambut rayen saking ngilunya. tentu saja setelah ia tarik paksa kedua tangannya dari genggaman erat rayen tadi.

“enak ra?”

“enakkkkkkk????????? punyamu coba sini aku gigit sampe begitu?”

lelaki itu terkekeh, mulai berjongkok ketika puas melihat banyaknya titik merah yang menempel pada dada dan pundak raya malam ini. “katanya gak enak tapi ini basah banget kenapa ra?”

sial.

“bisa diem aja gak sih?”

“tadi katanya boleh cerewet?”

“YA TAPI.. RAYHHHH!!!!!! SINTING YA? KASIH ABA-ABA LAH.”

rayen mendongak, menatap ekspresi raya yang sudah tidak bisa ia jabarkan lagi sebab tentu saja terlihat sangat seksi. hanya karena jemari yang baru datang menggelitik saja gadisnya sudah terlihat begitu, bagaimana nantinya ketika sudah bermain sungguhan?

“langsung aja rayh besok aku ada presentasi pagi. udah gak nahan juga.”

lelaki itu terkejut, “tumben?”

“ayo main cepet. atau kamu mau punyamu aku mainin dulu? mmh.. rayhhh stooooph.” raya mengerang ketika kakinya mendadak dilebarkan dan lidah rayen menjilat bagian depan kewanitaannya yang sudah basah.

raya menyerah, lidah rayen selalu bisa membuatnya terbang jauh dan lupa pulang. desahan dan lenguhan raya terus menguar tanpa henti, membuat rayen makin bersemangat menusukkan jemari dan menjilat hidangan utamanya itu sambil sesekali tersenyum puas. pinggul raya kini bergerak kecil, mengikuti tempo permainan rayen di bawah sana.

“rayen, ayo dong..” raya frustasi.

“ayo apa?” godanya.

“masukin aja, boleh. please. hajar aja yang kasar kalo kamu mau.”

rayen mengelap bibirnya dengan ibu jari, menjilat jari tengah dan telunjuknya yang juga basah sebab cairan raya terus menerus keluar tiada henti. pelumasnya sudah ready.

lelaki itu lantas menurut, bangkit berdiri. ia mencium kening gadisnya sekali sebelum kemudian membalik tubuh raya agar membelakanginya. menggesekkan miliknya lama pada milik raya yang sudah merah karena sejak tadi dimainkan, lalu dengan perlahan menusuknya masuk.

keduanya mendesah berat, milik raya semakin sempit sejak terakhir kali mereka bermain. pusaka rayen berasa dihimpit dan dipijat-pijat, sedangkan raya sendiri sudah berteriak takut miliknya terbagi dua.

“rayhhhh ahh shith kamu minum obat pembesar ya?”

rayen memejamkan mata, wajahnya merah padam sebab miliknya sudah tertelan sempurna. “kenapa?”

“punyaku kebe.. ahh ahh rayh, gooshh.” raya tidak mampu menyelesaikan kalimatnya sebab hajaran rayen mulai datang. lelaki itu menghentaknya dengan tempo sedang sebagai pembukaan. namun lama-lama gaya rayen berubah, dan inilah yang disuka raya dengan permainan yang dipimpin oleh rayen.

entah, lelaki itu selalu tau titik terlemah di tubuh raya dan selalu mampu membuat kaki raya melemas totalitas. hentakannya kuat, menusuk dalam tempo lambat. rayen tipe lelaki yang bisa membedakan mana harder dan mana faster yang dipinta oleh raya.

desahan keduanya mendominasi toilet. kadang dibarengi pula oleh suara kaca yang tertabrak dada raya. gila sudah malam mereka berdua hari ini. tangan rayen bahkan sudah tidak diam saja kali ini, ia memeluk raya dari belakang dengan jari telunjuk kanan fokus memainkan klit.

“gak puas-puas udah nusuk dari belakang masih bisa main ke depan tangannya rayh?”

rayen terkekeh berat, tidak menanggapi. lelaki itu konsen untuk memberikan yang terbaik pada lawan mainnya.

“enak ra?”

“heemh.”

rayen mengangguk, menciumi leher raya sekali lagi secara brutal ketika merasa dinding raya berkedut kuat di bawah sana. gadisnya sudah hendak mencapai ujung.

“bareng ra. tunggu aku.”

“gak nahan ray, itu nusuknya kecepetan gimana aku bisa nahan.” raya frustasi, berpegangan kuat pada dinding kaca sambil memejamkan mata erat-erat. berusaha menahan cairan.

“lagi subur?”

“gak, sembur di dalem gak papa.”

rayen memperkuat hentakannya di bawah, menimbulkan perpaduan bunyi yang begitu sempurna enak di dengar telinga. tangannya bergerak meremas payudara raya dengan kencang ketika akhirnya cairan mereka meledak hampir bersamaan di bawah sana.

“demi presentasimu aku keluar cepet malem ini.” rayen berujar, mengecup pelipis raya yang sudah berkeringat itu cukup lama.

“iya, kalo mau lama jum'at aja.”

“kenapa jum'at?”

“aku libur ih rayen.” raya masih lemas untuk berdebat.

“hahahaha. ya udah, mandi dulu sini. ayo aku beresin yang di bawah sana.” rayen menarik raya agar menghadap ke arahnya kembali. menyalakan air hangat guna membersihkan badan dengan benar.

“cuma kamu cowok yang abis main mau bantu aku beres-beres. tau aja kalo lengket gak main.”

rayen terkekeh, mengangguk. “anything for you ra.” ujarnya, lantas memencet tempat sabun otomatis yang menempel di dinding. “ayo sini, mau disabun yang mana dulu?”


“Lo mau restock atau resell sih Cel? Gak terlalu banyak itu?” Kalandra yang berdiri di sebelah Celine hanya bisa kebingungan melihat botol demi botol lotion yang dimasukkan gadis itu ke keranjang bawaan.

“Nyoba Kal. Yang kemaren gue pake kayaknya udah gak fungsi ke gue. Maaf rada tmi tapi gue abis diomel sama staff agensi. Takutnya nanti jelek di kamera ya gue juga yang gak enak sih..”

Demi mendengar nada serius yang jarang ia dengarkan dari bibir Celine yang normalnya hobi ngejeplak, Kalandra reflek ikut memasukkan beberapa merk lain ke dalam keranjang.

“Diomel tuh dimarah Miles?”

“Gak sebegitunya sih, aman. Emang dia ngomelnya tuh ngasih tau bener aja. Beda cerita kalo sama model yang lain.”

“Kenapa?”

“Brrrrrrrr, toxic. Muka 2 sih intinya. Gak bisa gue temenan sama yang begitu.”

Kalandra masih mendengarkan, dan sejujurnya sangat masuk akal karena Celine memang mencolok. Dalam artian lain mudah dijadikan bahan gossip oleh mulut-mulut lain yang tentunya sebagian merasa sirik. Pun, pekerjaannya di tempat perkumpulan visual pula. Siap mental saja jika harus berjejer dengan model lain dan dijadikan bahan perbandingan.

Lelaki itu sudah ingin melangkah mengikuti kaki Celine yang sebenarnya cukup sering menjauh dari jangkauan tubuhnya itu ketika netra Kalandra menangkap beberapa mata yang sedang melirik nakal. Tentu saja objeknya adalah Celine, meski gadis itu tidak mengenakan pakaian terbuka toh memang bentuk tubuhnya sangat menonjol. Memiliki proporsi yang pas dan tampak sehat.

Tidak tahan, Kalandra akhirnya bertukar posisi tanpa suara dan berdiri sedikit di belakang tubuh Celine agar menghalangi pandangan empat lelaki yang masih menonton. Beberapanya geram, beberapanya lagi pasrah dan memilih untuk pergi.

Celine menoleh, hampir mencari keberadaan Kalandra ketika sepatu lelaki itu tiba-tiba menyenggol kecil sepatunya di bawah sana. Memberi tahu bahwa ia ada di belakang Celine dan tidak pergi kemana-mana.

“Kal, hwww.. Kalo menurut lo baunya enakan yang itu tadi apa yang ini?”

“Siniin parfumnya Miles. Gak kecium kalo lo geser terus, kejauhan heh.”

“Hehehe. Ini ini. Lagian lo juga ngapain disitu sih? Gue kaget.”

Kalandra tidak menjawab, fokus menentukan aroma mana yang lebih cocok dipakai Celine meski dalam hati bingung juga karena parfum ini adalah parfum yang jarang dikenakan oleh perempuan. “Sama-sama enak. Tapi kata gue lebih enakan yang tadi.”

“Oke ayo balik ke sana nanti beli.”

“Buat siapa? Lo gak pake parfum cowok, kan?”

“Buat lo tuuuuuu.”

Kalandra meneleng kepala. “Gue?”

“Hadiah. Gantian.”

“Hahahaha Miles. Oke, nanti kita kesana.”

Celine mengangguk, wajahnya sumringah sekali. Langkah kakinya menuju kasir untuk membayar segala lotion itu juga tampak ringan. Hingga mendadak saja telapak tangan Kalandra mendarat di sikunya tuk menarik sedikit posisi Celine agar tidak tersenggol orang dari arus berlawanan.

Pun lagi-lagi lelaki itu mendapati mata pria lain yang terus memandangi tubuh Celine bak memburu mangsa.

Kalandra berdecak, cukup kencang. Netranya menyorot tajam ke sekitar ketika membawa Celine untuk segera sampai ke kasir. “Mata orang-orang nih.. Heran gue.” Lelaki itu lanjut bermonolog, namun tetap saja suaranya mendarat jernih di telinga Celine karena kini posisinya lumayan berdempetan.

“Diem di sebelah gue Miles, jangan geser-geser sampe keluar store.”

“Hww....” Celine bergumam tidak jelas, melirik sikunya yang masih dicekali oleh Kalandra dengan jantung berdegup tidak beraturan. Tangan lelaki itu hangat. Sangat hangat dan sangat mampu membuat tubuh Celine panas dingin.

“Diliat jalannya lah princess.” Kalandra menoleh, menangkap mata Celine yang sudah sepenuhnya goyah itu sambil terus menuntun langkah.

Princess..

Celine seketika lemas totalitas.