day 1 honeymoon at night chapter 2.
“let's have a sex, today.”
hening. jave sendiri terkejut akibat kelepasan berbicara bebas pada rain yang menurutnya selalu masih bayi, sedangkan rain kini sudah ikut melongo. kalimat itu memang dewasa sekali di telinganya.
“ehm, o.. okay. tapi bagaimana memulainya? maksudku, itu sudah kepotong jeda berbicara, terus ini juga berbicara, jadi kayak canggung.......”
jave tersenyum lalu mendekat perlahan dan mencium bibir rain dengan pagutan ringan. menurutnya tidak perlu kata-kata panjang lagi untuk menjawab, ia bisa langsung bertindak.
ciumannya tidak tergesah, pelan, berusaha menyalurkan tenang agar rain tidak mendadak batal keinginan. tangannya yang memegangi punggung itu sesekali mengelus lembut, terasa menyenangkan sekali.
rain perlahan hanyut, kedua tangannya reflek mengalung rapat seakan tak ingin menciptakan banyak ruang agar ciuman jave tak lepas begitu saja.
lelaki itu tersenyum puas dalam hati, menang sekali rasanya bisa membuat rain begini. karena jave berani bersumpah ini baru pertama kalinya rain mau menempel rapat bahkan tak berusaha kabur malu meski posisinya masih ada di atas pangkuan.
jave menuruti keinginannya, mencium dengan ritme sedikit kasar. meraup bibir merah itu tanpa ampun seperti sebelumnya, menciptakan bunyi-bunyi yang tadi terjeda kembali menguar keras.
ciumannya perlahan lepas, berpindah ke dagu, lalu leher dan terus turun ke tulang selangka rain yang menurut jave bentuknya selalu saja menggoda, cantik sekali. lelaki itu menjulur lidahnya pelan, menyicip area itu meski ia sudah tentu mulai hafal rasanya karena sudah lumayan sering melakukannya.
rain spontan menggigit bibirnya, lidah jave terasa panas sekali. bahkan lihatlah tangan lelaki itu perlahan sudah masuk mengusuk punggung dari balik kaos oversized yang rain pakai. tangannya terasa hangat, kontras sekali dengan dinginnya ac yang berhembus dalam ruangan.
remasan pelan jave lepas ke kulit halus rain yang baru kali ini bisa ia rasakan secara bebas, perlahan lelaki itu bahkan memberanikan diri untuk menyusupkan jemari di celah-celah pengait bra untuk sekedar menggoda.
“kak jave kamu kenapa suka main disitu..” rain merengek gelisah kala ciuman jave itu naik ke telinganya kembali. lelaki itu menghajarnya dengan banyak jilatan dengan tangan yang juga terus aktif bergerak di area punggung. semangat sekali.
jave tentu tidak mendengar larangan rain yang lain karena kini lidahnya sudah mulai menjajah masuk, sekali lagi menciptakan bunyi-bunyian basah yang dapat meruntuhkan dinding batas kesadaran.
hingga perlahan suara rengekan kecil yang jave suka itu berubah menjadi suara lain yang sangat berhasil membuat bulu tubuhnya merinding sempurna. desahan pelan. pelan sekali bahkan, namun cukup untuk membuat nafsunya meningkat 10 kali lipat.
tangan jave bergerak keluar, ingin menarik kaos rain perlahan agar lepas saja sebab ia sudah sepenuhnya ingin, kesadarannya sudah terlampau dikikis.
“eh, itu memangnya harus dibuka kah kak?” rain mendadak kelabakan, rasa malunya kembali menyergap.
“ya kalo kamu gak mau ya gak usah gak papa rain, take your time.” jave berucap serak, meski terpaksa sekali akibat ia sudah sangat ingin berbuat lebih jauh malam ini. toh, tadi rain memang sudah memberikan ijin secara terbuka. iya, kan?
“err, tapi kamu kepingin.”
“it's okay, we can still play even kamu gak buka baju.”
rain memejamkan mata, di satu sisi ia memang malu sekali, namun di sisi lain ia juga ingin memberikan sesuatu untuk jave. menurutnya apa yang diberikan lelaki itu selama ini pantas dibayar lebih, pun, mereka memang sudah menikah. jadi, apa salahnya?
“kamu kalo mau melepas sambil merem dulu boleh enggak..”
jave meneleng wajah, berusaha tetap 'oke' walau separuh lebih bagian tubuhnya kaku menegang. “jangan kepaksa sayang, aku gak....” ucapannya seketika terhenti akibat..
“atau aku buka sendiri aja?” tangan rain lepas perlahan dari kalungannya di leher jave, lantas menarik halus bajunya sendiri ke atas. gerakannya sangat menggoda di mata jave meski gadis itu tidak berniat demikian. “aku gak papa ini dibuka, maksudnya, memang malu sih, tapi, ya udah.. kamu gak boleh ketawa aja intinya!!!!”
pertanyaannya adalah, siapa pula yang akan tertawa jika disuguhi tubuh indah dengan jiwa polos yang bibirnya sekali terucap tidak bisa berhenti seperti ini? belum lagi posisinya yang masih ada di atas pangkuan, jangankan tertawa, bisa menarik napas saja sudah untung-untungan.
“stop melotot kak jave aku kan tadi suruh kamu memejam!” wajah rain semakin merah padam, ia belum pernah bertindak sejauh ini sebelumnya. dan bukannya menurut, jave makin melongo di posisinya, belum bisa berbuat apapun selain merasa bagian tubuh bawahnya yang semakin menegang sempurna.
jave menggigit atas bibirnya kencang, memejamkan mata meski terlambat dengan pikiran amburadul tidak keruan. jika dulu rain berenang menggunakan baju terbuka ia lebih sering membuang pandangan untuk menghargai privasi, sekarang rain bahkan hanya menyisakan bra hitam saja di depannya. garis bawahi, di depannya, persis.
pemandangan luar biasa yang sangat-sangat sinting akibat begitu menggiurkan.
“dingin ini, apa tujuanmu ingin membuka baju kalo endingnya diam begitu?”
“ssst rain, sebentar.” jave berucap serak sekali, nafsunya kepalang di ubun-ubun.
“apaaaaaa kamu berpikir apa ini gak sesuai harapan kah bentuknya aneh apa gimana kamu ngomong dulu sebentar jangan gigit-gigit bibir itu nanti berdarah.”
jave perlahan membuka mata dan menatap fokus manik rain sambil sesekali menetralkan pikiran.
“aku gak ada punya pikiran bentuk aneh atau gimana. kamu cantik, semuanya yang nempel di kamu itu perfect. jadi udah ya, jangan ngalor ngidul itu nebak pikirannya kejauhan.”
rain menjatuhkan wajah merahnya hilang di pundak jave. sedangkan lelaki itu makin sinting saja akibat rain benar-benar kombinasi 2in1 yang sangat memuaskan. lucu, namun seksi. bagaimana caranya ia mendeskripsikan gadisnya ini lagi?
“aku boleh pegang kamu, gak, rain?”
“KENAPA KAMU IJIN IJIN ITU MEMANG KAN DIBUKA UNTUK KAMU..” suara rain makin nyolot saja meski teredam sebagian di atas kulit jave.
lelaki itu semakin terpaku, tidak sempat berkomentar banyak dan hanya bisa menegak ludah secara kasar. ia menyingkirkan rambut panjang rain yang menutupi punggung itu ke samping sebentar demi melihat secara langsung kulit rain malam ini.
bersih dan putih, tampak terawat sekali. bahkan lelaki itu masih ingat betapa kenyalnya kulit rain yang ia elus tadi hingga dengan kesadaran minim tangannya kembali bergerak meraba lembut. meremasnya gemas di beberapa sudut hingga kulit rain mengecap merah.
jave memundurkan tubuh rain agar lepas dari tempatnya bersembunyi. menyibak rambut gadis itu perlahan sambil menjatuhkan ciuman di bibir. “biar gak malu sendirian kamu mau lepas punyaku?”
“kakak yang itu malah makin bikin maluuuuuuuuu.”
“atau aku lepas sendiri aja?” jave menaikkan sebelah alisnya ketika mengulang kalimat yang sama, lalu melepas cepat kaos putihnya hingga menampakkan tubuh yang... entahlah, susah dijabarkan dengan kalimat karena rain mengaku nyaris pingsan detik ini juga.
“kotakmu bertambah kah itu?”
“aman, masih 6, jantungmu gak akan kenapa-kenapa selama belum berubah jadi 8.”
“bisa jadi 8 betulan kah memang?”
“bisa dong. kamu mau?”
rain menggeleng, pikirannya ikut sinting disuguhi tubuh jave yang menggiurkan tersebut. gadis-gadis di luar sana menyukai jave dengan alasan bagus rupanya. karena selain wajah tampan dengan kepribadian ramah, tubuhnya juga tidak ikut ketinggalan pamor. rain reflek menelan ludah dan membuang pandangan ke televisi. pikirannya melayang dadakan. pipinya semakin panas, bahkan telinganya sudah ikut memerah.
jave menangkap tangan rain pelan, mengarahkannya ke perutnya sendiri. “belum pernah megang secara bener kan?”
“hazzzzzzzzz.” rain makin semangat menoleh hilang tak melihat kala tangannya mendarat di permukaan kulit jave. dulu ia pernah memegang meski hanya sebentar, namun sudah pasti lupa rasanya karena ia memang bukan tergolong gadis yang suka kepo dan menyentuh-nyentuh tubuh lawan jenis sesuka hati. ia adalah rain yang tenang, rain yang tidak hobi berpikiran jorok, dan rain yang..
“KAK JAVEEEEEEEE.” ia spontan berjengit kala jave kembali menjatuhkan cium di pundak putihnya, tangan rain masih tertahan di atas permukaan perut dan sesekali diremat pelan jika jave mendadak gemas bukan main.
nafsu lelaki itu kembali membuncah kala matanya menangkap celah gelap garis dada rain. sinting. sinting sekali. satu sisi ia memang sudah kepalang tanggung, satu sisi ia masih ingin gadisnya tetap menjadi anak kecil yang tak tersentuh. alhasil jave hanya berhenti di pundak dan mengitar area itu lama karena bimbang setengah mati.
tangan rain yang tadi masih dalam cekalan itu perlahan keluar, memberanikan diri untuk meraba sebentar kotak demi kotak milik jave itu demi merasakannya secara detail. bagaimanapun, jave sudah rela berolahraga yang kemungkinan besar dilakukan untuk membuat rain terkesan, jadi mana tega ia mengecewakan niat lelaki itu?
namun, “kak sebentar interupsi satu menit, itu memang keras kah? anu.. err, apa itu namanya..”
“perut?”
“bukan.” rain berjengit, matanya melihat arah lain sedang gerakan tubuhnya menunjuk arah bawah. “itu, maksudku, apa ya.. gimana ngomongnya?”
“oh..” jave mengangguk, makin sinting saja otaknya melihat kepolosan rain saat ini. “itu dia lagi bangun rain. gak usah bingung gak papa memang gitu.”
“iya tapi itu kayak nusuk, maksudku, anu, ya gimana..”
jave terkekeh sebentar sebelum akhirnya ia mulai membalik pelan tubuh rain agar membelakanginya, menciumi punggung gadis itu dengan gerakan pelan dari atas ke bawah. sesekali menggigit kecil, pun menjilatnya memutar di banyak area.
rain semakin kelabakan, tangannya meremat tangan jave yang melingkar di perutnya. napasnya mendadak memburu kala suara lumatan merdu itu terus sahut menyahut di telinganya.
jave memang benar tau cara bermain dengan halus, setidaknya, ia tau cara untuk menahan hasratnya sendiri agar tak begitu mengagetkan rain. bagaimana pun juga, ini masih pertama kalinya. tak perlu terburu-buru, yang penting perasaan mereka sama-sama nyaman ketika melakukan.
tangan jave meraba perut rain pelan, mengusuk di beberapa tempat menimbulkan sensasi hangat akibat kepak sayap kupu-kupu mulai berterbangan liar di dalam sana.
“pake sabun apa sih kamu?” jave bertanya, menelengkan leher rain ke samping karena ia ingin menjamah area itu sekali lagi.
rain sibuk menggigit bibir, toh jave memang tak perlu jawaban, lelaki itu hanya memuji aroma tubuhnya saja dan tidak benar-benar ingin tau produk yang rain kenakan.
gadis itu kian berjengit kala merasa tangan jave naik perlahan dan mendarat di atas gundukan miliknya.
sial. jave menyalurkan gemasnya dengan gigitan kecil di beberapa titik pundak rain. pasalnya benda yang ia pegang itu pas sekali ukurannya. tidak besar, tidak kecil. malah sangat cukup jika nantinya masuk ke mulut...
“ahh sebentar itu tahan dulu, kak.. memang rasanya begitu kah..” rain bergerak gelisah kala remasan kecil jave berikan pada payudara yang masih tertutup bra tersebut. makin sinting lagi gerakan jave ketika ia melirik ekspresi rain di kungkungannya, rautnya seksi sekali.
“emang rasanya kayak apa rain?”
“hmh? ya itu, apa, kayak.. kayak geli, tapi, ahh ya ampunh kak jangan mendadak dikencenginh..”
“enak?”
“aku kaget.”
napas jave semakin berat, isi kepalanya bahkan sudah memerintah untuk menggempur kencang saja detik ini, untung jave masih punya titik waras beberapa persen hingga ia tetap melakukannya secara stabil sambil sesekali berdeham serak.
jave berani bersumpah, rain seksi sekali. ia bahkan tidak pernah tau jika ia akhirnya bisa melihat sisi rain yang seperti sekarang ini.
“rain..”
gadis itu menoleh, apa? begitu maksud tatapannya. namun jave terlena, tatapan rain tak lebih menurutnya hanya tatapan sendu meminta lebih. dengan cepat ia menjatuhkan ciuman di bibir rain yang sudah membengkak bagian bawahnya, meraup dan menghisapnya cepat sampai rain beberapa kali hampir tersedak. tangan jave yang terus meremas di atas miliknya itu makin membuatnya gila.
perlahan rain duduk menyamping, memudahkan ciuman jave agar terus masuk secara leluasa.
desahan kecil yang keluar di tengah ciuman itu membuat tangan jave bergerak tak kenal arah, meremat apapun yang bisa digapai untuk menyalurkan hasrat. terakhir ia memberanikan diri untuk menjentik kaitan bra rain sambil bibirnya terus bekerja.
dan karena belum berpengalaman membuka kaitan bra gadis manapun, jave gagal di detik-detik penentuan hingga ia melepas ciumannya kesal.
“itu gimana cara bukanya sih rain?”
rain mengatur napas, belum menjawab, dan sialnya dada rain yang naik turun dengan rambut berantakan makin membuat jave kalang kabut.
“stop, sebentar, sebentar kak.. tahan. napas dulu, kamu kayaknya udah lost control. napas sebentar.” rain mencegah jave yang ingin menidurkan tubuhnya sebab ingin bermain dari atas.
jave terpaksa mengangguk, menggigit bibir bawahnya tidak sabar hingga ia melihat sendiri rain berbalik membelakanginya, menyingkirkan rambut ke samping. “ini melepasnya itu, cuma ditarik begini loh, kak jave.” gadis itu berucap patah-patah sambil tangannya bergerak melepas kaitan bra dengan gerakan canggung. “nah kan, lepas.”
jave termangu, semakin stress melihat gadisnya berbuat demikian. “kamu jangan godain aku rain, ini udah gak nahan.”
“ya aku enggak menyuruh kamu nahan.. lepas aja, kalo memang mau ya silakan, kan udah dibilang, gak papa..”
jave langsung bergerak mendekat, menaikkan gadis itu ke atas pangkuannya kembali, dan sepersekian detik pantat gadis itu mendarat di atas miliknya yang sudah kaku, geraman berat jave otomatis keluar.
“eh kenapa? aku berbuat apa?” rain menoleh, sedikit banyak terkejut mendengar suara berat jave yang lepas tepat di dekat telinganya.
“gara-gara kamu.” jave membalas, mengerut dahi sebentar karena merasa miliknya yang semakin memaksa keluar di bawah sana.
“aku enggak berbuat apapun.. kamu yang naikin aku.”
jave tak membalas komenan rain lagi dan tangannya langsung bekerja, ia sudah tidak tahan. sudah cukup permulaan mereka sejak tadi, ia akan mengajak rain menuju kenikmatan hari pertama yang tak akan pernah dilupakan.
napas rain mendadak tercekat kala jemari jave menarik lepas bra yang tadi masih menggantung di pundaknya, meraba sebentar beberapa titik kulitnya hingga jave memberanikan diri untuk mendaratkan tangannya ke atas payudara polos rain yang sudah disuguhkan tersebut.
kesan pertama adalah, kenyal. sudah seperti jeli versi seksi menurut jave. kesan kedua adalah ukurannya ternyata benar pas dalam genggaman, lebih sedikit malah. jave sampai menegak ludah berulang kali di detik-detik pertama.
keluh pelan rain terdengar merdu, gadis itu bergerak gelisah kala remasan jave mulai bergerak dengan ritme teratur. beberapa kali jemarinya memainkan puting dan menjapitnya pelan, membuat napas rain makin memburu dihimpit tegang.
“enak rain?”
“bisah, diem, enggak?”
“kalo mau keluarin suara gak papa keluarin aja, jangan ditahan.” jave berbisik, menjatuhkan tubuh rain agar tertidur saja hingga ia bisa puas melihat keajaiban dunia satu-satunya yang bisa ia nikmati keseluruhannya.
“aku malu..” rain menutup wajah merahnya kala melihat jave tak henti-hentinya memandang. lelaki itu bahkan tidak berkomentar dan hanya sibuk menjilat bagian bawah bibirnya sendiri yang seketika kering.
tangan jave bergerak, menarik tangan rain yang menutup wajah dan membawanya ke atas kepala.
“kamu suka sekap-sekap tangan orang kenapa sih?” rain makin tegang saja detik ini, tak bisa menyembunyikan wajah merah tomatnya yang sudah 100% menahan malu.
“wajah cantik gak perlu ditutupin, kalo malu kamu merem aja, oke? meski aku gak ngerti kamu malunya kenapa karena kamu.. wah, gimana aku ngomongnya?”
rain tidak fokus mendengar dan langsung memejamkan mata. tak ingin melihat raut jave yang juga sudah merah padam sambil terus menatap ke arah tubuhnya.
jave menjatuhkan ciumannya kembali di bibir untuk menenangkan sebentar, lalu turun ke dagu, leher, pundak dan akhirnya berhenti tepat di atas payudara rain. lelaki itu mendongak, mengelus tangan rain yang masih ia kunci di atas kepala itu sebentar sebelum akhirnya ia membuka bibir, mulai menyicip area baru yang akhirnya bisa ia coba hari ini.
enak. gila sekali sensasinya, jave sampai menahan kaki rain dengan kakinya sendiri agar tidak menggelinjang kabur.
“mh, kak.. itu kamu, apainh.....” rain frustasi mendadak, wajahnya makin merah dan sialnya tak bisa berbuat apapun lagi karena ia terkunci di segala sisi.
jave sudah tentu tuli detik ini, setiap suara yang keluar dari rain hanya bagai perintah untuk melakukan lebih. lelaki itu meremas sisi satunya dengan tangan yang bebas, sedang sisi satunya lagi sudah basah sekali akibat ia kulum sejak tadi. tak henti-hentinya ia menjulur lidah untuk memutari area dan memberikan banyak gigitan pada ujungnya yang sudah mengeras, sentuhan terakhir ia jatuhkan dengan menyedot kencang hingga rain hampir mengeluarkan teriakan keras saking gelinya.
jave mengusap bibir, melepas tangan rain agar bisa bebas dan langsung menjatuhkan bibirnya ke sisi satunya yang masih belum ia cicip.
sinting, rain otomatis meremat rambut jave. geli sekali rasanya, dan sekarang ia bahkan sudah merasa ada cairan keluar di area bawahnya, entah, ia sendiri tidak sempat berpikir dan hanya fokus untuk tidak menendang jave saja karena, lihatlah.. lelaki itu terus menggigit dan menghisap payudaranya bagai memakan permen lolipop.
desahan demi desahan menguar kecil karena rain sudah lelah mengeluarkan protesan yang sama sekali tidak digubris. namun rasanya semakin dalam hisapan jave juga semakin terasa nikmat, entahlah, rain sendiri juga tak sadar kala tangannya bergerak menekan tangan jave agar mau memainkannya sedikit kuat.
jave mendongak, menciumi bibir rain kembali sambil tangannya perlahan meraba ke bawah. mengusap area sensitif yang ternyata sudah basah itu sambil sesekali menekannya pelan sebagai bentuk sapaan.
“ahh, kak..” rain risau sekali, berbeda dengan jave yang semakin bersemangat di atasnya, semua tangan dan bibirnya bekerja tak kenal wilayah. bahkan lelaki itu kini sudah turun mendekati ujung kaki rain. pergi dari posisinya yang tadi masih menindih.
“kamu nelen magnet rasanya rain.”
“maksudnya?”
“ini aku kayak gak mau lepas semua dari kamu. liat, kakimu aja lucu.” jave menunjuk jemari kaki rain yang kecil itu sambil perlahan mengangkatnya.
“kamu gak papa kah? itu kaki norm.. hhh.. kak javeeeeeee.” rain hampir benar-benar menendang jave ketika ujung jari kakinya dilumat perlahan. rasanya benar-benar basah dan menggelikan. efeknya luar biasa sekali hingga rain kini hanya bisa kembali menutup wajah karena jilatan jave semakin lama semakin naik.
jilatannya memutar lama seakan tidak ingin melewatkan apapun di hari pertamanya, sesekali menghisap, sesekali menggigit. rain seksi sekali. setiap jengkalnya yang lucu itu tampak menggiurkan 100 kali lipat malam ini. mengundang hasrat jave untuk terus berbuat lebih dan lebih.
jilatan lelaki itu berhenti, tangannya mengelus pangkal paha rain dengan gerak halus. meremasnya di beberapa sisi hingga ia memberanikan diri lagi untuk menyentuh bagian sensitif tersebut dari luar celana pendek hitam yang rain kenakan.
“ini basah rain.” jave terkekeh pelan dengan suara serak. “kamu ngompol ya?”
rain menggeleng, tak bisa bersuara karena jemari jave mulai menekan-nekan beberapa titiknya. sesekali tekanan jarinya meruntut garis dari atas ke bawah, menikmati ekspresi rain yang makin kelabakan menahan suara nikmat.
“tambah basah kamu betul kebelet pipis ya?” jave masih menggoda, meski hasratnya untuk menarik lepas celana ini sudah besar sekali.
*“engh, enggakh.. itu, gak tau, dari tadi, kayak ada.. ahhh, kak jave please jangan disitu.. yang itu gak nahan, kayak, aneh.. please banget aku enggak kuat kayak pengen teriak-teriak tolong jangan diteken sumpah geli banget betulan. aku merinding, liathhh, mmh..” gadis itu tak melanjutkan omongan tersengalnya kala bibir jave perlahan kembali naik ke atas dan membungkamnya dengan ciuman kasar. melilit lidahnya beberapa kali sambil terus melancarkan aksi di bawah sana.
desahan rain sedikit keras sekarang, menguar di tengah ciuman dan sangat berhasil membuat nafsu jave terus terkumpul di ubun-ubun.
ia sendiri khawatir nanti akan pecah dan bisa menggempur tanpa ampun jika dibiarkan terus-terusan. sebagai bentuk pelepasan pertama lelaki itu keluarkan dengan menghisap kuat isi mulut rain, meraupnya kasar sampai rain benar kelimpungan sekali bagaimana cara membalasnya. terbatuk sekali dua kali ketika ciuman jave akhirnya lepas.
“boleh aku buka?” jave meminta ijin sebentar, menunjuk celana rain. gadis itu menutup wajahnya dengan bantal, menggumam tak jelas antara iya dan tidak.
“gak denger aku sayang, kamu bolehin gak?” jave menarik bantal dan menyingkirkannya ke samping. “kalo gak boleh lepas yang itu then we should stop here. gak papa, kita gak keburu, kita punya banyak waktu.”
“aku gak papa, but she's not pretty.. aku malu banget.”
“i'm sure she is as pretty as you.”
“how did you know?”
jave menaikkan alis, “wanna bet? aku berani kasih semua ke kamu.”
rain memejamkan mata ketika akhirnya mengangguk memberi ijin. “jangan paksa aku melek, aku malu banget.” ujarnya, menarik bantal kembali ke atas wajah.
“lucu banget.” jave gemas sekali dan hampir lupa untuk melancarkan aksi ketika rain memeluk bantal dan hilang di baliknya.
“makasih, tapi aku enggak lucu.... aku sudah besar.” masih sempat pula gadis itu menanggapi.
jave mengangguk, tak berkomentar lagi ketika tangannya yang mendadak gemetar itu menarik celana rain turun. tak tanggung-tanggung, langsung dengan dalamannya.
sial. benar-benar sial sekali dunia dan isinya karena yang merasa paling beruntung malam ini hanyalah jave seorang. lihatlah, dimana letak jelek yang rain maksud? seluruh sudut dan lekuk tubuhnya terpampang polos di hadapan jave dan tak ada tanda-tanda negatif disana kecuali mungkin bercak merah bekas digigit nyamuk tadi siang. tapi, siapa yang peduli oleh gigitan nyamuk?
“wah..” jave masih menahan diri di menit-menit pertama guna mengawasi tubuh rain dengan seksama. elok sekali. perlahan jave menarik bantal yang menutupi wajah rain dan mengelus pipinya halus. panas sekali pipi rain, sepertinya benar-benar sudah hampir meledak.
“why? she's not pretty? gak sesuai ekspetasi kah?”
“aku gak pernah berekspetasi ya ampun..” jave gemas sekali, “kenapa suka insecure sih?”
“karna kadang ngerasa gak pantes aja, maksudku ya, insecure gimana hilangnya ya udah begini terus muter di... hhhhhh tanganmu kak..” rain menggigit bibirnya kencang ketika jemari jave mengelus bagian bawahnya tanpa permisi lagi.
basah.
super basah.
dan
lengket.
setidaknya rain betul merawat tubuhnya dengan baik, bahkan bagian bawahnya benar polos karena tidak ada jenis rambut menempel disana meski sehelai.
cantik sekali.
jave menciumi leher rain dan menyedotnya berulang kali, sedang jemarinya terus mengusap dan menggesek area sensitif itu perlahan agar tidak mengagetkan.
“ahhh, kak jave jarinya jangan kesitu.” rain menahan tangan jave yang masih bergerak aktif, namun bukannya berhenti jave malah semakin semangat.
rain seksi, sudah dibilang gadis itu seksi sekali. tangannya yang kecil itu masih mencekali tangan jave hingga dadanya ikut bergoyang meski posisinya terlentang.
sinting.
“desah aja kalo mau, gak usah ditahan-tahan, disini gak ada orang.” jave berbisik, menggoda klit rain dengan ibu jari sedangkan jari tengahnya perlahan menyusup masuk ke lubang tanpa permisi lagi.
rain benar mendesah, matanya memejam nikmat sambil sesekali bergerak gelisah, gadis itu hendak kabur saking enaknya.
jari jave bergerak dengan ritme dipercepat ketika rain mencium bibirnya penuh hasrat, urat gadis itu bahkan sudah menyembul sebab ingin melakukan pelepasan pertama. terbukti juga dari ciumannya yang sudah lepas dan wajah yang kian memerah.
jave melepas tangannya cepat, tidak membiarkan rain meledakkan cairannya secara cuma-cuma.
“kenapa?” rain bertanya sayu, wajahnya frustasi sekali akibat ditunda.
“i'll make you out babe, but not with this finger.” jave menjawab, bergerak pindah mendekati tubuh bagian bawah rain.
“kamu mau pake apa maksudnya please jangan gila.”
jave menelan ludah, “with this.” ujarnya singkat, mendekatkan lidah ke arah area sensitif rain dan menjilatnya dari bawah ke atas. lelaki itu menekannya kuat dengan ritme teratur, membuat desahan rain terdengar makin lama makin kencang disertai rematan keras di kepalanya. jave menyecap segala cairan yang mengerumun dan menelannya cuma-cuma, menyedot klitnya tanpa ampun hingga rain menggelinjang. jave reflek mencekali pinggulnya agar rain tidak banyak bergerak.
“ahh, kak..”
“hmh?”
“maaf berisikh, tapi, tapi itu.. ahhhh..” suara rain makin tak keruan saja karena jave kembali menyusupkan jari dengan lidah yang terus bekerja. lelaki itu gila sekali jika sudah bernafsu.
rain melihat ke bawah, pergerakan jave itu seksi sekali di matanya, dengan atasan yang sudah tanggal sejak tadi dan pelipisnya yang berkeringat menahan gejolak.
tangan kekarnya yang masih memegang pinggul rain erat dan suara-suara sedotan basah yang menguar keras makin membuat atmosfer di sekitar mereka hidup, rain bahkan sudah menekan kepala jave ketika pelepasan pertamanya keluar begitu saja, meledak dalam mulut jave dan ditelan hilang bagai menyeruput air putih tanpa ada rasa jijik dan sebangsanya.
jave bangkit duduk, mengusap bibirnya dengan ibu jari sebentar. rain telentang pasrah akibat ledakan pertamanya terasa luar biasa. napasnya tak beraturan dan matanya masih memejam.
“she's peeing, rain.” jave terkekeh.
“kenapa kamu main pake bibir, itu aneh banget mana pake acara kamu telen.....”
“manis, enak.”
rain masih tidak fokus karena bagian bawahnya masih berkedut, rasanya benar aneh sekali.
“enak?”
rain mengangguk jujur. telinganya memerah sepersekian detik.
“jago kan aku?”
“iya, belajar dari apa?” rain membuka mata dan ikut bangkit duduk, kini gadis itu berinisiatif untuk duduk di pangkuan jave tanpa disuruh.
jave reflek melenguh ketika kepala milik pusakanya yang tertutup celana itu menempel dengan bagian bawah rain yang polos tak mengenakan sehelai benangpun.
“otodidak, rain..” jawabnya setelah menetralkan napas.
gadis itu mendengus, menata sebentar rambutnya kala bibirnya jatuh di atas bibir jave. menekan kuat sebagai bentuk balasan sudah memberikan surga untuknya barusan.
jave tersenyum dalam kegiatannya, membalas ciuman rain mengikuti iramanya yang selalu tenang dan kalem seraya mengelus pinggulnya lama, menyalurkan hangat karena ia merasa tubuh rain merinding di beberapa titik terkena sapuan angin ac.
ciuman rain turun, bukan ke dagu, bukan juga ke leher ataupun tulang selangka, namun..
“goshh..” jave menggumam berat ketika bibir rain mengecup dadanya, memutar lidah di area putingnya sebentar sebelum mulai berani untuk memberikan gigitan kecil disana.
gadis itu belajar banyak, penyerapan ilmunya dalam sejam terakhir cepat sekali.
tangan rain bahkan sudah mendorong jave agar menyender saja di kepala dipan, atau tepatnya agar ia bisa menyerang balik dengan leluasa.
“kak maaf kalo terlihat bodoh atau agresif, kalo ada salah nanti tarik aja rambutnya biar ngerti. oke?”
jave mengangguk cepat, tak sabar merasakan hal baru yang sebelumnya tak pernah ia dapatkan.
gadis itu memejam mata sebentar demi meyakinkan diri, ia lantas bergerak mendekat dan kembali menjatuhkan ciuman di tempat yang sama. mengulum putingnya lama seraya tangannya terus meraba turun. bertumpu pada paha jave yang sama saja kerasnya. rain heran, sejujurnya apa ada lemak di tubuh jave?
“ah rain, pelan-pelan kalo narik itu kamu kayak gigit apaan sih, ahhh.. astaga......” jave sampai mendongak antara nikmat dan perih karena rain menggit cukup keras. sepertinya gemas, atau, entahlah, jave juga tidak mengerti.
rain meminta maaf sebagai balasan, bukan pada jave, tapi pada objek yang tadi berhasil digigitnya kencang. “maaf maaf, kamu lucu sih. anuuu maksudnya aku bukan mau jorok tapi itu memang lucu kayak kecil gitu kan aku gemas, tapi.. AH SUDAHLAH..” wajah rain jadi makin merah saja.
jave hampir meledakkan tawa untuk menanggapi permintaan maaf rain ketika gadis itu mendadak saja menyenggol bagian bawahnya yang keras. iya, tiba-tiba, tanpa ada angin basa-basi terlebih dahulu.
jave reflek melenguh berat, menatap mata rain yang kini ikut melongo dan bergidik ketika berhasil bertatapan.
“itu apa.. enggak maksudnya bukan aku gak pernah belajar biologi atau aku polos yang gak ngerti itu apa, tapi maksudnya kenapa bisa begitu.. dari tadi pas aku duduk itu kayak nyodok aku bingung banget. akhirnya kesenggol gak sengaja aku mau pindah tangan ke sebelah itu pas dia rada dongak.”
gosh.. bisakah gadis itu tidak selucu itu? lihatlah, ini bahkan kondisinya sudah hampir klimaks namun ada saja tingkah rain yang membuat jave semakin sayang dan tak ingin menghilangkan jiwa baby yang rain punya.
“gara-gara kamu intinya.”
“wah... ini boleh disentuh kah?”
“coba.”
rain ragu, namun penasaran juga. dan akhirnya, “wahhhh..”
“wah apa sih dari tadi wah wah terus? gak usah dipegangin doang itu sayang mana kayak megang mouse aja gayamu.”
“eh lah gimana..”
“ya apa kek, disapa dulu kayak hi cutie atau apa gitu..”
“ini memang betul cute kah?”
“liat aja.”
“kak jave jangan gituuuu...” rain malah malu sendiri.
“ya abis.. pegang aja, begini.” jave memegangi tangan rain, lalu mengarahkannya dengan benar. “nah, kalo udah gitu diteken dik.. DIKIT AJA NEKENNYA SAYANG ASTAGA..”
“eh eh kekencengan kah?”
“gakkkkkkk..”
“maaf maaf, sekali lagi ini betulan.”
jave sangsi, menahan pergelangan tangan rain. “pelan aja, pelan-pelan, kayak kamu kalo ngelus rara..”
“aku kalo sama rara kepengen nyekek soalnya dia nakal.”
“ya ampun rain terus aku kasih ibarat apa sayang..”
“lala aja lala, sini bentar tapi ini gendut gak?”
“gak, tapi keker.”
“IH JOROK IH.”
“lah fakta kok, buka aja..”
rain malah memejamkan mata.
“diajak ngomong kok malu terusssss. kamu nih diem-diem pikirannya ikut jorok.” jave mencibir, melepas tangan rain agar gadis itu bisa berbuat sendiri.
“ih enggak pikiranku gak separah kamu.” rain mendengus ketika pikirannya kembali jatuh, ia lantas kembali meletakkan fokus pada benda milik jave yang masih tertutup celana tersebut. “jadi ini namanya apa? kamu mau dipanggil apa adik?”
“jani aja.”
“anjani?”
“jave mini.”
“IHHHHHHH..” rain geregetan dengan jawaban jave yang menurutnya absurd tersebut, namun sepersekian detik kemudian ia menurut saja. “oke jani, kamu aku pegang bentar ya..” rain menyapa, menepuk pelan seperti sedang menepuk kepala anjing ketika sedang lucu-lucunya.
jave meringis, antara gemas tidak tahan, pun nikmat merasakan sentuhan lagi. tangan rain bahkan kini sudah meremas lembut sesuai arahan. tidak sekaku sebelumnya, atau setidaknya gadis itu sudah berusaha agar lemas menikmati permainan.
“omong-omong ini bukan mini tapi maxi. gak muat, eh muat sih, tapi kayak gak muat maksudnya gak ada unsur mini gitu dalam genggaman. kak maaf cerewet ini seperti pengalihan isu aja biar gak grogi. tuh kan.. IH KAK KOK BISA BEGITU???”
“cerewet rain.”
“kak dia kayak.. wah... muat kah celananya astaga kasian, eh..” rain jadi tidak fokus bermain karena milik jave bangun sempurna. antara seram dan takjub juga melihatnya.
jave semakin menggigit bibir ketika rain mengurut miliknya dari balik celana, tangannya yang kecil dan putih kontras sekali dengan celana hitamnya.
“mau liat gak?”
“aku gak mau.”
“whyyyyyy..” jave spontan frustasi.
“ih takut liat aja itu dia udah kayak marah, nanti kalo udah keluar makin marah gimana?”
“kalo gak dikeluarin ya makin marah itu sempit betulan.”
rain menimbang, “aku takut, maksudnya aku grogi, kamu mau keluarin sendiri aja enggak..”
jave berdecak, menarik tangan rain mendekat dan mengarahkannya ke celana. “tinggal tarik begini loh.”
“AAAAAAAAAAAAAA.”
“heh apa sih ini kamu kayak korban mutilasi.”
“bilang dulu jangan main diarah-arahin itu tadi tersenggol. KAKAK AKU MALU BANGET MAAF AKU GAK BISA MELIHAT.” wajah rain betul merah padam kali ini, gadis itu memejam erat sambil membuang pandang ke samping.
padahal, jave masih melepas luarannya saja. dalamannya masih menempel disana.
“apa sih? gak ada apa-apa.”
“ih sama aja itu malu.”
“yang harusnya malu aku gak sih?” jave kebingungan setengah gemas.
“aku juga malu.”
“gak usah malu, siniin cepet gak mau kenalan sama jani apa?”
“gak usah sok imut itu bukan jani itu jaxi kak betulan gak ada mininya.” rain protes, masih belum menoleh.
“ya udah kenalan sama jaxi sini dah, masa kamu mau buang muka terus.”
rain menghela napas, tidak menoleh, namun tangannya bergerak mendekat. memegang jaxi yang sudah sepenuhnya tegang karena tersentuh lagi.
jave menutup mata dan mendongak, mengarahkan tangan rain agar bergerak kembali.
“memang itu rasanya kayak apa kak?” rain menoleh, menatap ekspresi jave.
“nanya?”
“iya lah ini bertanya.”
“enak.”
“geli?”
“gak bisa jelasin, tapi.. ahh rainh.. ya gitu, ngurutnya pake perasaan.” jave memuji, menurunkan pandang kembali demi melihat jemari kecil rain yang sibuk memuaskan.
jave terus melenguh, lenguhannya kian tak terarah ketika rain menyusupkan jemarinya masuk ke dalam.
jave melotot, rain juga melotot.
“panas kak..”
“goshhhhhh..” jave tak tahan lagi, mencium bibir rain cepat agar tidak bersuara kembali sambil melucuti celananya turun.
keduanya benar tak memakai sehelai benangpun sekarang, membiarkan suara televisi yang kini berdengung akibat keduanya hanya fokus satu sama lain saja. sibuk meladeni dan menggempur karena sejak tadi nafsunya belum tersalur dengan benar.
tangan jave perlahan mencekali tangan rain, menuntunnya mendekat ke arah pusakanya sembari terus memberikan ciuman. sebab ia tau ia tidak akan bisa fokus jika rain terus berkomentar lucu nantinya.
rain terkejut, tersentak pelan dalam selingan ciuman mereka. sedang jave semakin kasar saja meraup bibir rain karena gerakan tangan gadis itu mulai terarah secara mandiri. mengurut pelan kepalanya hingga mengocok atas bawah.
nikmat sekali.
jave melepas ciumannya demi melepas suara berat ketika rain mendadak mendekatkan bibir ke telinga jave. ia penasaran kenapa lelaki itu suka sekali bermain disana, setidaknya ia ingin mencicipnya sebentar saja.
gadis itu meniup pelan, mengecup daun telinganya sebagai sapaan. mulai menjulurkan lidahnya memutar dan mengulum telinga tersebut dengan gerakan kaku. namun sekaku-kakunya gerakan rain tersebut tetap saja membuat jave bernafsu.
dengan pasti ia berucap serak, menyuruh rain menaikkan tempo gerakan tangannya. gadis itu menurut saja, suruhan jave terdengar begitu merdu sekali hingga tak sadar ia mulai menghisap belakang telinga jave kuat dan terus turun ke lehernya. gila sekali hisapannya barusan.
laki-laki itu reflek menahan kuat cairannya agar tak meledak, ia lantas menarik rain pelan dan menjatuhkan tubuh itu agar telentang saja di bawahnya.
“udah gak tahan, foreplaynya udahan ya?”
rain tak menjawab, karena merasa canggung tentu saja.
jave mengecup pelipis gadisnya lama, lantas membisikkan kalimat penenang tepat di samping telinga. “kalo sakit kamu gebuk aku gak papa, cakar aja atau apa terserah. oke?”
rain gelisah seketika, namun, “oke, nanti kamu aku jambak aja.” ia balas bergurau demi mengurangi tegang.
“boleh. kamu tarik kenceng juga aku gak keberatan.” jave menjawab, tangannya bergerak melebarkan kaki rain sebentar. “liat mataku aja rain, jangan liat ke bawah.”
“okay.......”
“sini tangannya.” jave mempersilakan rain mengalungkan tangan di lehernya.
“sekarang liat aku.” ia menyambung dan mengunci tatapan dengan manik rain ketika perlahan ia menggesek miliknya di pintu milik rain demi menyapa, membuat rain menggigit bibir bawahnya karena geli sekali.
“jangan liat ke bawah, oke?” jave mengecup bibir rain sekali. tak bermain terlalu lama lagi dan segera memasukkan miliknya perlahan ke milik rain.
sempit. sudah tentu lubang itu sempit sekali karena tak pernah dilintasi benda apapun.
rain hampir berteriak ketika jave mendadak menyumpal bibirnya dengan pagutan ringan.
dorongan miliknya di bawah terus berusaha masuk, masih seperempat mungkin, namun rasanya sudah nikmat sekali menurut jave.
lelaki itu berulang kali mengelus pipi rain dan masih menciumnya lembut ketika terus mendesak masuk.
“ahhh..”
“sakit?”
“gak muat, segitu aja.”
“itu bahkan belum separuh rain.” jave menjelaskan, masih mengunci mata rain agar tak menoleh ke arahnya yang melakukan penetrasi.
“itu nanti, sobek... ahh kak pelan aja please..”
jave menggeram berat, terus melesak masuk hingga akhirnya berhasil masuk setengah, wajahnya memerah sempurna. “demi apapun sempit rainh..”
“punyamu aneh, kayak, ahhh kak sumpah pelan-pelanh...”
“udah pelan sayang.” jave sibuk menahan napas.
“enggakh itu kamu dorongnya kecepetan.”
jave menggeleng, menenggelamkan wajahnya yang memerah itu ke ceruk leher rain. “maaf ya rain, kamu boleh siksa aku abis ini.” jave berbisik, mendorong kembali miliknya yang memang sudah hampir sepenuhnya masuk itu dalam sekali sentak hingga akhirnya pertahanan rain runtuh sudah.
milik jave sepenuhnya tenggelam ke dalam milik rain dengan kondisi rain yang tegang kesakitan di bawahnya.
gadisnya tidak berteriak, pun tidak mengomel. sebagai gantinya sebulir air mata lepas begitu saja. sakit sekali dan rasanya begitu aneh karena ada benda asing yang berani menerobos di dalam miliknya.
jave reflek meminta maaf. rain bahkan tidak sempat menjambaknya tadi, hanya mampu meremat rambut saking cepatnya gerakan jave di bawah sana.
jave lekas mencium rain untuk sedikit mengobati rasa anehnya. mengusap air matanya cepat dan terus berucap maaf maaf tiada henti.
“itu sakit.” keluhnya, masih tidak berani bergerak. saking perihnya bibir rain sampai terkunci tak bisa berkata-kata lebih banyak lagi. tetesan air matanya bahkan masih melumer keluar.
“maaf sayang.” jave mendaratkan kecupan panjang di dahi dan banyak tempat lainnya dengan tangan yang terus mengusap pipi rain lembut. menghapus air mata rain dan mengabaikan kedutan nikmat di bawah sana akibat sudah terjepit sempurna.
jave masih membiarkan rain relax beberapa saat, memberikan rasa tenang dengan terus menciumi wajah dan bibirnya lembut.
“masih sakit?”
“masih, tapi udah gak papa, kamu mau gerak kah?”
“kalo sakit biar gitu dulu gak papa rain.”
“gerak aja, tapi pelan-pelan.”
jave reflek mencium bibir rain lagi, rasa sayangnya melimpah ruah, dan ia benar menggerakkan miliknya secara perlahan, tak ingin menyiksa rain lagi setelah tadi sudah kesakitan akibat pertahanannya ditembus paksa.
lelaki itu melenguh berat di setiap gerakannya, merasa tiap cengkraman dinding kuat rain yang meremat-remat miliknya kencang di bawah sana.
“wajahmu merah banget kak.”
“mabuk kamu.”
rain sendiri sudah tidak fokus lagi karena kini sibuk menikmati tiap tusukan yang diberikan jave.
rasanya.. bagaimana ia mendeskripsikan hal ini?
“ahh astagah...” rain mendesah kencang kala jave meraup payudaranya dari atas. pergerakan lelaki itu yang masih menggempur dengan ritme pelan membuat napas rain tersengal dimakan nafsu.
“kak jave..”
“ya sayang..”
“enak?”
“banget.”
rain mengangguk, mengakui jawaban jave barusan. gadis itu lantas memejam mata dan tak sadar terus mengeluarkan desahan enak yang membuat jave makin semangat menggempur.
“kak jave boleh dicepetin enggakh..”
“beg me.”
“gak jago begituan tapi please betulan cepetin dikit kak.”
“kamu mau pipis?”
“hmh..”
jave mengalah, menusukkan cepat miliknya pada milik rain hingga akhirnya rain menarik wajah jave mendekat dan mencium bibirnya karena berhasil meledak untuk kedua kali.
“pinter..” jave memuji, mendaratkan kecupan di pelipis rain. ia sendiri masih belum lepas sejak tadi karena masih ingin bermain.
“ayo sekarang kamu..”
jave mengangguk. “mau coba kamu di atas?”
“aku takut nanti gak jago..”
“bisa, yuk sini.” jave membantu rain bangkit untuk berpindah posisi.
jave menyenderkan punggungnya di kepala dipan, “bisa gak masukinnya?”
“nanti sakit lagi..”
“pelan-pelan sini duduk dulu.” jave membantu mengarahkan miliknya agar bisa pas dan perlahan menyuruh rain untuk duduk di pangkuannya.
“ahh ya ampunh...” rain mendesah kecil, dari posisi ini rasanya berbeda lagi rupanya. makin aneh karena kini ia yang harus bermain dengan isi kepala kosong tak mengerti bagaimana harus bergerak.
“diapain kak..”
“terserah, cari aja posisi enakmu. aku belakangan gak papa rain.”
“eh..” rain menggigit bibirnya, perlahan menurut dan menggerakkan sedikit pinggulnya memutar.
“gosh rainy.. you're so fuckin hot on me.” jave meremat pantat rain gemas dan membantunya bergerak maju mundur.
desahan berat kembali menguar bersahutan. rain yang tadinya masih ikut arahan mulai berani bergerak sendiri. “enak kak?” tanyanya memastikan.
“apapun yang sama kamu itu enak.” jave menjawab ala kadarnya, fokus memejamkan mata karena kenikmatannya tidak terkalahkan lagi.
rain sangat menggiurkan ketika bergerak malu-malu di atasnya, meski gerakannya tak teratur sama sekali menurut jave masih saja nikmat.
rain bercekalan pada pundak jave, beberapa kali kedapatan mengomel sambil mengelukan namanya.
*“kak jave itu ada anak kecil dia gak seharusnya menonton kita yang 21 plus ini, ahh kak.. jangan dipegang-pegang terus itu biarin ajah jarimu usil bangethh..” rain merengek ketika jempol jave mengusap klitnya cepat, memberikan kenikmatan terus padanya meski jave sejak tadi belum terpuaskan.
“anak kecil siapa?”
“itu di tv. dia masih bayi malah.” rain menjawab setengah tersengal.
“ya ampun..”
“diem kak.”
“kamu yang berisik kok aku yang disalahin...”
“mmhh..”
“capek rain?”
“enggak, kamu belum keluar, capeknya nanti aja.”
“sini kalo capek gantian.”
rain akhirnya mengangguk setuju, “ya udah boleh.”
“yeeee.” jave reflek mencibir, menggigit pipi rain gemas. “katanya gak capek tapi mau gantian.”
“ya kan biar kamu seneng aja.”
“ini seneng kok, apa ajaaa. apa aja sama kamu aku seneng.” jave menyeringai sebentar, membalik tubuh rain agar kembali telentang saja. sebenarnya ada banyak posisi yang diinginkan jave, namun mengingat ini masih hari pertama dan rain butuh penyesuaian lebih baik ia saja yang bergerak aktif. toh mau apapun posisinya tetap tak mengurangi nikmat.
“pelan-pelan kak..” rain mengingatkan sebelum jave bergerak di atasnya.
“siap sayang.”
meski tentu setelah jawaban itu pikirannya justru makin kalang kabut kembali. nafsunya yang tadi tertahan lama itu menguar lepas secara perlahan ketika desahan rain yang terus menyebut namanya itu terlepas berulang kali.
jave menggeram nikmat, mempercepat tempo sambil
menghentakkan miliknya melesak hingga ke titik terujung berulang kali kala merasa dinding rain berkedut lagi.
“bareng aku rainh..”
“gak bisa, gak kuath kak..”
“bentar lagi, tahan.”
rain menggigit bibirnya kuat, benar menahan sesuai arahan.
“aku keluarin di dalem ya?”
“ya memang mau dimana lagi?”
jave mengangguk, mereka memang sudah sempat membicarakan perihal anak dan sebangsanya, umur mereka sudah pas untuk memiliki anak pertama tahun depan.
“oke, barengh rain, sebentar lagi.”
“kamu lamaaa.” rain mengeluh, terus mendesah tanpa sadar karena gempuran jave makin tak keruan. sinting sekali rasanya.
“sekarang babe.”
jave melenguh kuat ketika akhirnya cairan itu meledak, meluncur deras ke dinding rahim bersamaan dengan cairan rain yang juga melumer pada akhirnya.
“itu anget, maaf, bukannya ceplas-ceplos, aku cuma mau review sebentar.”
jave menetralkan napas, tersenyum penuh penghargaan. menciumi bibir rain lama sekali dengan halus.
“makasih.” ujarnya, menjatuhkan pelukan rapat dari atas.
rain menggeleng, jave tak perlu berterima kasih.
“aku gak peduli gender, kalo kamu?” jave berucap random, membahas calon anak yang bahkan masih baru saja diciptakan.
“sama.” rain tertawa, mengelus rambut jave.
“i love you rain. gak berkurang.”
“so do i?”
“kok tanda tanya sih nadanya.”
“hahahahaha.”
“maafin tadi sakit.”
“gak papa. memang udah tau sih kalo bakal begitu, tapi tadi kaget perih gitu.”
“iya maaf.. sini jambak aku sekarang bol.. AH HEI BERCANDA KOK BENERAN SIH.”
“HAHAHAHAHAHA ALAY KAMU PELAN DOANG KOK.”
jave mendengus mengusel ceruk leher rain. “aku ngantuk, tapi harus mandi dulu. keringetan.”
“ya udah sana buruan pergi, cabut punyamu itu buruan keburu nanti ketiduran betulan ini gak lucu banget.”
“hahahahahaha iya juga belum dicabut.”
“kak gak usah ngomongin itu seakan itu cas-casan.”
“kamu chargerku.”
“ahhhh sudahlah oldman..” rain menggerutu.
“tapi kamu sayang aku kan rain..”
“gak.”
“oh gitu????” jave menarik pelukannya, memicing alis.
“bercanda kak, ahh.. STOP. AKU GAK MAU LAGI. JANGAN DIGERAK-GERAKIN.”
“dia bangun sendiri.”
rain seketika frustasi. malam ini, sepertinya akan menjadi malam panjang pertamanya berdua.