waterrmark

1936, south axfrienne


Koridor bangunan paling megah yang terletak tepat di pusat kota itu sekarang penuh dengan suara tapak kaki berlarian. Yang satu tampak kesusahan dan berusaha menghindar, sedangkan yang lainnya tengah mengejar mati-matian.

Dress floral berbahan satin yang menjuntai panjang sampai ke tungkai itu sedikit diangkat pemiliknya kala sepatu yang ia kenakan hampir saja menginjak genangan air di rerumputan yang masih basah dan separuh berlumpur.

“Demi Tuhan, Nona Alexa kumohon berhentilah berlari! Jika Tuan Anderson melihat, akan dijamin anda pasti menerima hukuman seperti yang sudah-sudah!” Teriakan Annelie yang kini juga sibuk berlari demi mengejar sang putri tunggal pemilik bangunan itu menggema kencang di sepanjang koridor. Tapak kaki ketua pelayan itu tak melambat meskipun nyeri sudah merajai seluruh tungkainya. Tentu saja karena ia tidak ingin dirinya dan bawahannya yang lain menerima omelan lagi dari Anderson.

Namun sayang, sang nona yang dielu-elukan tampak tidak peduli sama sekali. Dengus kesal masih keluar secara spontan dari bibir karena usaha kaburnya ketahuan berulang kali. Kini, bahkan rambut hitamnya yang tergerai panjang dan tertata rapi dengan beberapa aksen bunga-bunga kecil itu mulai bergerak-gerak liar mengikuti iringan langkah kakinya yang enggan berhenti.

Dengan napas terengah dan keringat yang mulai mengucur tipis di pelipis, gadis itu akhirnya membelokkan arah agar keluar dari kungkungan dinding rumah megahnya.

Aku harus sampai di taman timur sebelum matahari terbenam. Pikirnya kala melihat gerbang samping koridor masih terbuka lebar.

Dan begitulah, dengan usaha ekstra menghindari segala pengawalan, Alexa Greinn akhirnya tiba juga di pelataran taman. Gadis itu sedikit membungkuk demi menetralkan napas ketika bau-bauan rumput yang menguar lembut mulai menyapa indra penciumannya. Bahkan para burung dan kupu-kupu yang tadinya hanya melintas sepintas lalu mulai memberikan jarak, seakan mengerti bahwa inilah detik-detik Alexa akan menghabiskan waktunya sampai disusul oleh tangan kanan ayahnya sendiri.

Mungkin beberapa dari pekerjanya sudah muak dan sering kali bertanya-tanya tentang alasan Alexa yang selalu menyediakan waktu untuk duduk disini setiap akhir pekan menjelang malam.

Sebab, apa sebenarnya yang telah gadis itu nantikan? Bahkan cahaya dari bulatan matahari yang terjun hilang-pun tidak dapat terekam baik oleh netra akibat terhalang pilar-pilar rumah yang terlalu tinggi dan besar.

“Nona Alexa, kuperingatkan sekali lagi bahwa anda harus segera kembali sebelum ayah anda benar-benar kehilangan kesabaran. Ini sudah kali ke-dua puluh seluruh pekerja anda terkena badai amukan. Apa anda masih tega?” Annelie yang kini sudah berhenti 3 meter di belakang Alexa mulai menuturkan keluh kesah seraya mengatur napasnya sendiri.

Namun, “Ya.” Sesuai dugaan, jawaban singkat yang sangat tidak ingin didengar siapapun itu lolos keluar dari bibir ranum Alexa kurang dari sepersekian detik. Seakan nona satu itu mengeluarkan balasan tanpa berpikir dua kali lagi.

Seluruh pekerja yang mengikutinya kini hanya bisa mendesah berat selagi mulai melangkah mundur sejauh 10 meter demi memberikan ruang hening yang diinginkan Alexa seperti biasanya.

Gadis dengan tinggi 160 senti itu lantas mendudukkan diri di kursi panjang dekat air mancur. Matanya yang berhias bulu mata lentik lengkap dengan iris berwarna biru laut ia paksa agar bisa terpejam rileks, mulai membiarkan rambutnya terbelai angin dan cahaya senja mentari menari-nari di kulit putih pucatnya.

Sebenarnya ada satu alasan yang membuat Alexa selalu duduk disini setiap hari sabtu menjelang malam hari. Alasan itu tidak jauh-jauh dari...

“Nona Alexa? Anda harus benar kembali ke dalam istana sebelum jamuan makan malam dimulai. Anda tidak ingin terkena hukuman lagi seperti pekan lalu, bukan?”

Suara tak diundang itu mulai terdengar berisik dan mengusik rungu Alexa. Kedatangannya yang selalu tak terduga itu kadang membuat gadis itu naik darah. Namun mengingat jika pemilik suara tersebut yang sudah sering kali membantunya membuat alasan dan lain sebagainya agar terhindar dari omelan Anderson, maka yang bisa dilakukan oleh Alexa sebagai balasan hanyalah terdiam seribu bahasa.

“Sepuluh menit nona. Kuberi kau jatah sepuluh menit untuk duduk disini seperti biasanya.” Harvey Colton, nama pria tersebut, mulai memberi penekanan seraya mundur dan memberi jarak kembali.

Alexa mendesah kelewat dramatis, kedamaiannya terusik sempurna dan ia yakin bahwa tidak akan pernah bisa menemukan kilatan cahaya yang selalu ia nantikan. Padahal, ini satu-satunya jalan dan cara ia bisa kembali ke masanya, dan satu-satunya cara agar ia tidak harus pergi untuk diserahkan kepada pangeran di istana entah untuk dijadikan apa.

Alexa lalu menoleh ke belakang, menatap langsung ke mata Harvey yang nyatanya kini hanya sibuk memandang kosong ke pilar-pilar kokoh di arah barat. Pria itu tidak akan pernah memandangnya jika tidak atas sebuah perintah.

“Harvey.” Panggilnya kemudian.

“Ya, nona?” Balasnya, maju satu langkah ke depan.

“Maukah kau mengusir mereka sebentar agar aku bisa fokus disini sendirian?”

Pria dengan bahu tegap dan rambut hitam pekat itu meneleng kepalanya sedikit. “Anda ingin kabur seperti dua pekan lalu, bukan?” Tanyanya penuh selidik. “Saya tidak akan melakukannya, saya tidak ingin melihat saya dan pekerja anda yang lain terkena hukuman karena lalai menjaga anda. Bukankah anda sendiri ingat bahwa jadwal anda lusa untuk pergi ke istana?”

Alexa menggeram gemas. Gadis itu lantas memberi isyarat agar Harvey maju dan berdiri di hadapannya.

“Aku tidak akan kabur. Kau lupa bahwa rumah ini terkunci dan penjaga di depan sana sudah mendapat perintah agar tidak membiarkanku keluar? Tolonglah aku Harvey, aku membutuhkan keheningan agar aku bisa kembali.”

Kening Harvey kini menukik sempurna. Sebab kalimat yang diucap oleh Alexa itu nyatanya terdengar bagai untaian kaset rusak. Selalu saja perempuan itu berujar ingin kembali dan kembali. Namun, kembali ke mana maksudnya? Bukankah ini adalah rumahnya sendiri? Banyak hal yang ingin Harvey lontarkan sebagai pertanyaan, namun yang keluar dari bibirnya hanya gumam serak yang tak dapat didengar jelas bahkan oleh Alexa sendiri.

Hening cukup lama melanda sampai akhirnya Alexa bangkit dari duduknya. Ia tahu bahwa tidak seharusnya ia mencari pekara dengan Harvey. Toh, pada dasarnya, lelaki tampan tersebut adalah tangan kanan ayahnya sendiri. Tentu pula lelaki itu berpihak seratus persen pada Anderson, bukan kepadanya.

“Baiklah, aku akan kembali masuk.” Putusnya kemudian, tampak kelelahan sendiri dengan keputusannya yang selalu saja kalah oleh keadaan. Gadis itu lantas menundukkan kepalanya sebentar guna berpamitan, lalu mulai membalik badan, ingin mengangkat kaki dari taman tersebut.

“Tunggu Nona Alexa.” Suara tegas Harvey kembali mengudara.

Alexa hanya menghentikan langkah kakinya yang ingin beranjak tanpa berminat untuk menolehkan pandang barang satu inci. Menggumam kata balasan pun ia sudah malas dan tak berselera.

“Anda selalu berucap bahwa anda ingin kembali, kemanakah yang anda maksud sebagai kembali itu?”

“Rumah. Rumahku. Sangat jauh di sana yang kau bahkan tidak mungkin mengerti bagaimana dan apa ataupun kapan dan di mana letak pastinya.” Alexa menjawab ambigu. Matanya mulai memanas sebab kali ini ia gagal lagi. Ia selalu gagal dalam percobaannya yang ingin kembali pulang, seakan ada selaput transparan yang menguncinya disini dan tak pernah ingin ia kembali. Lantas tanpa mengucap sepatah kata lagi ia akhirnya kembali menyusuri jalan setapak diikuti oleh Annelie dan yang lainnya di belakang sana.

Meninggalkan sosok Harvey yang kini terus menatap punggung sang Nona dengan pandangan yang sangat sulit diartikan.

11.11


nyatanya nasya memutuskan untuk benar tidak tidur malam ini. tidak. dia akan tidur, tapi nanti.. ketika rasa penasarannya akan sesuatu yang mengganggunya itu sudah terpuaskan.

gadis itu masih setia memejamkan mata rapat-rapat. menarik selimut biru laut yang tadi hanya menutupi sebatas pinggang itu agar mulai menutupi sampai dadanya. entah, ia masih belum merasakan apapun detik ini. apa masih belum waktunya?

katakan saja nasya sudah gila sebab masih mau-maunya menantang makhluk lain yang jelas telah mengganggu begitu parah akhir-akhir ini. tapi siapa pula yang tidak penasaran ketika kemampuan melihatnya seakan musnah lenyap saat dihadapkan dengan pengganggu baru tersebut?

udara dingin dari AC yang disetel 16 derajat itu kembali menusuk kulitnya. membuat gadis itu kembali merapatkan selimut sambil mengeluh sebab sudah tidak sabar ingin segera membuka mata. ia lelah karena terlalu lama memejam. ya, ini memang bukan jam tidurnya. ia tidak biasa tidur sebelum hari mulai berganti. tapi..

sebentar.

apa ini gempa bumi ringan? sebab kasur berukuran 200x200 yang nasya tiduri kini terasa menggeliat kecil.

seperti ada yang berusaha untuk duduk di pojokan dekat kakinya.

gadis itu menelan saliva berat, berusaha terus memejamkan mata sambil menunggu apa yang akan terjadi setelahnya.

namun, tidak ada.

tidak ada hal aneh apapun yang terjadi selain suhu ruangan yang mendadak naik dan tidak sedingin sebelumnya, membuat nasya gerah sendiri dan reflek menurunkan selimutnya agar turun kembali sebatas pinggang.

kasur kembali bergetar kecil, kali ini rasa dingin yang tadi sempat hinggap di sekitar kaki kirinya sudah tidak terasa. digantikan oleh kehangatan nyaman yang membuat nasya mendadak saja ingin menangis, entah karena apa.

jutaan oksigen yang berhamburan di sekitarnya juga mendadak lenyap tak bersisa, membuat nasya dengan sigap membuka mata dan mendudukkan badannya. dadanya terasa bergemuruh hebat dilengkapi dengan jantung yang berdegup kencang. terasa sangat tidak masuk akal. perutnya bahkan sudah melilit dan paru-parunya berasa diikat dengan rantai-rantai besar.

sebenarnya, apa yang terjadi?

lampu kamarnya masih menyala terang, bahkan barang-barangnya sama sekali tidak ada yang berpindah tempat. selain fakta bahwa memang suhu AC meningkat di suhu 25°, kamar nasya masih sangat-sangat sama seperti sebelumnya.

atau, tidak?

sebab kini nasya mulai melihat sesuatu yang berdiri menjulang tepat 2 meter di dekat badannya terduduk. sosok manusia. tidak. itu bukan manusia sebab nasya tidak bisa melihat satu wujud penuh seperti ia melihat manusia normal. nasya hanya bisa melihat satu bayangan blur seperti ia biasa melihat pardin dan teman-temannya yang lain.

anehnya, bayang-bayang blur tersebut makin lama makin terlihat jelas. dan anehnya lagi, rasa sesak yang tadi menghimpitnya itu perlahan juga mulai mereda. oksigen seakan kembali berlomba-lomba untuk segera masuk ke rongga hidungnya.

sekali lagi. sebenarnya apa yang terjadi?

nasya kembali memicing mata ketika sosok tersebut mulai terlihat jelas. hal pertama yang ingin gadis itu pastikan adalah kakinya. ya, benar. ia ingin melihat apakah sosok itu masih sama seperti yang membuatnya pingsan kemarin. meski dalam hati nasya sangat sadar bahwa gejalanya memang sudah begitu jelas.

kaki polos tanpa alas, yang jika dimasukkan ke sepatu akan muat di ukuran 42.

sama.

sosok itu memang benar yang tengah ditunggu-tunggu nasya.

dan kini, sepatu tersebut bergerak ke samping. mendekati kursi yang ada di sisi kiri ruangan tanpa berniat sedikitpun untuk menghampiri nasya.

gadis itu akhirnya memutuskan untuk sedikit mendongak demi melihat wajahnya. wajah yang membuat nasya penasaran akibat sebal setengah mati akhir-akhir ini. wajah yang.. shit! nasya mengumpat dalam hati sebab lihatlah... ini adalah hantu paling tampan yang pernah ia lihat dalam satu tahun terakhir!

iya, sebenarnya sejak kapan nasya bisa melihat hal-hal tersebut? rasanya ketika kecil pun ia tidak pernah bisa melihat. atau, bisa? entahlah, nasya tidak yakin akan hal tersebut.

gadis itu lantas mulai berdeham, bersiap untuk mencecar sosok tadi tanpa henti. sebab tampan dan tidaknya sosok tadi bukanlah satu hal positif yang layak dibenarkan.

“lo tuh cowok harusnya gak masuk ke kamar gue. betul?”

hening.

sosok tersebut hanya duduk di kursi nasya dalam diam dan tidak ada tanda-tanda akan bersuara.

surai hitam yang tampak halus jika disentuh itu perlahan bergoyang terkena hembus angin AC yang memang tepat berada di atas kepalanya. kulitnya yang pucat tampak sedikit hidup sebab pantulan lampu warm tone nasya yang ada di atas meja itu memantul tepat ke arahnya.

“ganteng lo gak dibutuhin ya serius.. ini kalo gue ada ganti baju gimana? lo kan biasanya gak nampakin diri tuh?”

tak disangka, tubuh yang nasya lihat itu tampak menegang. kepalanya bahkan mulai menggeleng-geleng kecil dengan gerakan kuat. tampak mengelak.

mau tak mau nasya merasa gemas. hingga dengan perlahan gadis itu mulai keluar dari kungkungan selimutnya dan menjuntaikan kaki jenjangnya ke samping ranjang. pergerakannya cukup lambat karena seluruh tubuhnya bergetar menahan perasaan aneh yang tau-tau saja hinggap di dasar hati.

dan dilihat jelas secara face to face ketampanan sosok tersebut makin menjadi-jadi.

tepat hampir 5 detik nasya memandangi rupa lelaki itu, nasya tiba-tiba merasa kepalanya pening seketika. seperti ada ribuan tali yang kini menjeratnya tanpa ampun dan tak ingin melepasnya dengan segera. otaknya seketika riuh dengan beberapa kelebat bayangan ringan akan sebuah masa yang hampir tidak semua ia ingat secara benar.

lalu hening.

ruang berukuran 5x4 meter milik nasya itu terlampau hening dan mungkin akan selalu hening. sebab setelah nasya sempat mengeluh dengan erangan kesakitan, lelaki itu tetap tidak ada tanda-tanda akan mengeluarkan suara meski hanya dehaman kecil sekalipun.

dan ketika rasa pening nasya perlahan mereda, dan ketika ia juga sudah ingin bersuara, akhirnya, untuk pertama kalinya, suara lirih milik lelaki itu menjalar masuk ke gendang telinganya.

“maaf.”

ya, hanya sebatas itu saja. tidak ada tambahan lagi pun tidak ada penjelasan lengkapnya.

dan lagi, saat nasya hendak menanyakan maksudnya, lelaki tersebut sudah menghilang dibarengi dengan speaker di atas mejanya yang mulai berbunyi pelan. sepelan suara lelaki tadi ketika meminta maaf.

oasisdon't look back in anger

intro selesai, dan nasya kembali kehilangan kesadaran.

hazel sarah's random moment.

lowercase.

happy reading!


terhitung sudah lebih dari satu minggu hazel tidak bertemu sarah sama sekali. gadis itu tidak bisa ditemui meski cuma satu detik. ya, jangankan ditemui, dihubungi pun tidak bisa!

entah apa yang menyebabkan gadis itu menjauhinya kali ini, bahkan terakhir kali mereka bertemu-pun kejadiannya masih baik-baik saja. atau, sebetulnya tidak? hazel meraup wajahnya gusar. ia rindu gadisnya yang dicap tukang ngegas tersebut.

mungkin rasa kesal hazel bisa sedikit dipendam kalau saja christo tidak mendadak mengabari dirinya dengan info sarah beberapa hari yang lalu. christo menunjukkan postingan insta story arina, teman model sarah, yang sedang berada di bali. disitu tampak gadisnya itu tengah duduk di pojokan bersama javi. meski hanya video singkat saja, tentu hazel hafal betul bentukan gadisnya seperti apa.

jadi, apa yang tengah dilakukan sarah di bali bersama teman-teman modelnya sampai tidak bisa dihubungi sama sekali? garis bawahi, tidak bisa dihubungi SAMA SEKALI. chat tidak dibalas, telpon tidak diangkat. bahkan kepulangan sarah dari bali pun lagi-lagi hazel ketahui dengan curi-curi lihat insta story arina.

noah yang kala itu menemani hazel mabuk-pun sampai geleng-geleng kepala melihat betapa melasnya kondisi kakaknya kala itu.

geram berat terdengar lumayan menggema di ruangan kerja hazel. lelaki dengan jas abu-abu itu kepalang frustasi. rambutnya sudah separuh acak-acakan sebab terlalu bingung dengan situasinya bersama sarah saat ini. hampir saja ia menjambak rambutnya lagi kalau saja ketukan pintu yang berasal dari agya, sekretaris barunya itu, tidak berbunyi pelan.

pintu perlahaan dibuka saat hazel mempersilakan. dan disana, tepat di depan pintu besar dengan tinggi 2 meter itu, hazel melihatnya.

sarah adelaine.

gadis yang membuatnya awut-awutan dan uring-uringan karena mendiamkan hazel satu minggu lebih itu tengah berdiri di depan pintu sambil menenteng tas jinjingnya.

sangat khas sarah sekali.

rambut panjangnya yang terakhir kali hazel tau masih berwarna sedikit kebiruan itu sudah dicat hitam pekat. bahkan potongannya pun sudah berubah. yang waktu itu sepanjang pinggang kini sudah naik sedikit sekitar 7 senti.

hazel masih kebingungan. kakinya kaku sekali ketika perlahan ia bangkit berdiri untuk menghampiri perempuannya yang kini sudah mengangguk singkat pada agya guna mengucap terima kasih sudah diantarkan masuk. kata lainnya, ia mengusir. tentu saja tidak mungkin ia akan berpacaran di depan sekretaris hazel itu, kan?

wangi lembut sarah perlahan menguar makin dahsyat kala hazel sudah tiba di depan tubuh gadis itu persis. tangannya reflek ingin merengkuh ketika sarah tau-tau saja sudah berlalu melewatinya untuk duduk di sofa panjang sisi kanan ruangan.

“ada apa dengan suasana dingin ini sebenarnya ra?” hazel tidak tahan untuk tidak bersuara. sapaan hangatnya yang tadi ingin ia lontarkan spontan menguap begitu saja saat tau ia diabaikan lagi kali ini.

“dingin? nggak juga ah.” sarah menjawab, menepuk ruang kosong di kanannta agar hazel duduk disitu mengikutinya.

sedetik setelah hazel duduk, keduanya hanya diam membisu. hazel yang masih menuntut penjelasan dengan masih diselimuti rasa kaget, dan sarah yang.. entah, bagaimana menjelaskan ekspresi gadis itu kali ini.

“jadi? ada apa dengan kita seminggu terakhir ini ra? kamu jauhin aku, aku tau.”

“gue ada kerjaan di bali hazel.” sarah menjawab tenang sambil mengangkat kaki kanannya untuk ia letakkan di atas kaki kirinya. membuat tungkai cantik gadis itu terlihat sebab dress panjangnya tersingkap.

“lalu kenapa nggak kabarin aku?” hazel masih mengejar. ia butuh penjelasan akan apa yang tengah dilakukan sarah kali ini.

“nggak sempet.”

hazel reflek menggeram sambil memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut. “kamu jangan bercanda adelaine.”

adelaine..

hazel mengucap nama belakangnya dengan penekanan ekstra barusan. dan jujur saja sarah langsung merinding.

“nggak bercanda zel. gue emang gak sempet kabarin.”

“satu detikpun kamu gak sempat? aku lihat di story arina kamu pegang hp waktu itu. kenapa gak sempatin balas chatku atau angkat telponku?”

sarah mendengus singkat, tawa kecilnya bahkan sampai keluar beberapa detik. “liat deh, siapa yang marah-marah?”

“ya siapa juga yang nggak marah kalau ditinggal seminggu tanpa kabar? kamu disana ngapain aja aku nggak tau. aku datangin apartment kamu juga kosong melompong. apa kamu kalau jadi aku juga nggak marah?”

“marah lah jelas.” sarah menjawab sambil mengangguk menyetujui.

“terus ra? kenapa malah buat aku kesiksa seperti ini?”

gadis itu menyenderkan kepala di punggung kursi, tampak memberi jeda sebentar sebelum ia mengeluarkan jawaban. beberapa detik ia habiskan untuk menatap hazel dari samping.

rambut lelaki itu memanjang, lengkap dengan kumis tipis yang tumbuh dan belum dicukur. masih tampan memang. dan jujur saja hazel masih tampak sangat rapi meski ini adalah versinya yang sudah super kacau. ya, hanya orang-orang terdekat saja yang bisa mengetahui perbedaan penampilan hazel kala kacau dan fit.

“ra?” hazel menagih jawaban. membuat sarah otomatis meletakkan tasnya di meja kecil depan tempatnya duduk, lalu bangkit berdiri untuk menjauh dan duduk di meja kerja hazel.

“pengen balas dendam aja sih aslinya.” kalimat itu akhirnya keluar juga. hazel yang tadi memang langsung mengikuti di belakangnya itu sampai kehabisan kata-kata. ia bingung setengah emosi mendengar jawaban sarah barusan.

balas dendam katanya?

“gue tau gue salah zel. tapi seenggaknya gue pengen lo tau kalo biasanya perasaan gue pas lo kacangin juga kayak gitu.”

emosi hazel yang tadinya sempat sampai di ubun-ubun itu entah kenapa mulai meluap perlahan. sepertinya ucapan sarah barusan menyadarkan hazel 100%.

“gue tau kita berdua emang udah pacaran lama banget. tapi tetep, gue kadang juga kangen diperhatiin kayak jaman awal-awal pacaran gitu. lo sekarang sibuknya kebangetan zel gila. gue pernah gak kontakan sama lo hampir sebulan lho? seminggu kemarin gue diemin masih bukan apa-apa..” sarah reflek mendengus dan membuang pandangan. apa lagi kini ketika ia menyadari tangan kekar hazel mulai memagari pinggulnya yang masih duduk di meja.

“iya. paham aku ra. maaf. tapi serius, jangan ulangi lagi. aku hampir gila ra.. aku nggak mau bela diri sendiri, tapi setiap mau kemana-mana seenggaknya toh aku kabarin kamu kan? jadi aku harap besok-besok kamu kabarin aku juga. jangan tiba-tiba hilang. aku gak suka kehilangan kamu.” hazel menjawab sembari menundukkan pandangan. tampak menyesal dan sedikit terpukul sebab kini ia merasakan menjadi sarah meski cuma satu minggu.

“gue juga minta maaf. maaf karena sengaja gak kabarin dan maaf karena disana gue ditempelin javi mulu. gue yakin lo juga liat javi kan di akun arina?”

hazel reflek mengangkat pandang dan menatap lurus bola mata sarah yang kini sudah berada tepat di hadapan wajahnya. “khusus yang itu aku benar-benar nggak suka ra. kesel banget waktu tau dia ada ikut pertemuan model disana padahal posisinya sudah bukan model lagi. dia dekati kamu terang-terangan sekali.”

sarah mengangguk. “dia emang pantang menyerah sih. dan beberapa atasan gue sialnya malah nyuruh gue terima javi aja. katanya ganteng dan berdedikasi banget gitu dia-nya.”

hazel masih belum bereaksi. sudah tentu lelaki itu tau bahwa javi memang sangat menginginkan sarah. tidak sekali dua kali hazel menerima pesan yang berisi ancaman serius dari javi. seperti, kalau gak bisa jaga sarah lebih baik mundur dan biarin javi yang ambil alih.

ralat, bukan dia yang menerima. tapi sekretarisnya. tentu saja karena nomor telpon hazel tidak semua orang bisa memiliki.

hazel masih membiarkan keadaan hening cukup lama sebelum akhirnya ia merasakan tangan sarah yang kini sudah melingkari lehernya.

“gue tau gue kedengeran gak sadar diri dan ngeselin. tapi jujur zel, gue kangen banget.” gadis itu berujar lirih seraya mulai menempelkan bibirnya pada milik hazel. berusaha menyecap sensasi yang sudah beberapa hari tak ia rasakan. bibir hazel masih diam tak membalas, membiarkan sarah melakukan semuanya sendirian dan semaunya sampai puas.

padahal, bagaimana bisa puas jika hazel tidak bergerak sedikitpun?

tidak menyerah begitu saja, sarah mengeluarkan jurus ampuh dengan cara menggeser ciuman pada telinga hazel. berusaha menggodanya dengan kecup-kecup kecil yang terus ia bubuhkan. lingkaran tangannya bahkan perlahan bergerak naik demi membelai rambut hazel.

gila.

hazel hampir mengerang kala lidah sarah turut andil mengambil alih permainan. seharusnya hazel tau dan tidak cari gara-gara. sebab sejujurnya yang paling jago dengan goda menggoda seperti ini memang adalah sarah sendiri. mau tak mau hazel menelengkan kepalanya dan membiarkan lidah perempuannya itu menyusur otot leher hazel yang menyembul sebab dipermainkan sebegitu rupa.

menyadari hazel sudah terpikat, tangan sarah bergerak turun demi mengendorkan dasi hazel. bahkan sempat-sempatnya sarah juga menyusupkan tangan ke bawah jas hazel agar kain itu terlepas dari tubuh kekar kekasihnya.

“ra.. kita masih di kantor...”

sarah tidak mengindahkan dan kembali membubuhkan ciuman pada leher depan hazel yang kini mulai terpampang akibat dua kancing kemeja teratasnya sudah sarah lepas.

gadis itu memang ahli sekali membuat hazel panas dingin. dan sebagai ganti atas tindakan liarnya barusan, hazel pun mulai merapatkan tubuh seraya menarik dagu sarah agar berhadapan lurus dengannya. adu nafas berat terjadi beberapa detik sebelum hazel mengikis habis jarak yang tersisa dengan mencium brutal bibir seksi sarah.

lenguh-lenguh kecil tentu terdengar lepas dari bibir sarah. sebab nyatanya, nafsu hazel yang memuncak selalu berhasil menggerogoti iman sarah yang susah payah ia pertahankan. hisapan lelaki itu terasa sangat nikmat. bahkan lidahnya yang terus menyesap dan menyusup masuk itu memabukkan sekali.

decakan basah disertai desahan ringan menguar bergantian. tangan hazel yang tadi masih diam di meja kini sudah bergerak dan mendarat di paha sarah. sesekali ia bahkan membubuhkan remasan-remasan kecil guna menyalurkan energinya yang masih menggebu sebab kepalang rindu.

“ah zel, jangan dendam ke telinga... aku gak kuat.”

aku?

hazel benar-benar gelisah dan makin berminat saja mendengar kata aku yang diibarengi desahan itu keluar dari bibir sarah. otomatis bibirnya terbuka dan mengulum telinga sarah tanpa basa-basi lagi.

perempuan yang masih duduk di atas meja itu reflek menjambak-jambak rambut hazel. sensasi geli dan basah itu merambat cepat sampai nafasnya memburu kian berat.

dan entah sadar atau tidak, kaki sarah kini bahkan sudah melingkari pinggul hazel agar pelukannya semakin rapat.

“ah adelaine.. please jangan gesek bagian bawahku. kamu jangan gerak-gerak.” hazel resah bukan main ketika sarah mendadak sudah naik ke gendongannya. perempuan itu liar sekali memang.

“i miss you zel.” ujarnya lagi sambil menarik wajah hazel agar bisa kembali ia ciumi bibirnya.

maka dengan ciuman tak terputus, kaki hazel melangkah kembali mendekati sofa agar bisa duduk memangku sarah disana.

terhitung sudah hampir 10x sarah dan hazel berciuman di sofa itu. dan baru kali ini mereka berdua kelewatan.

bagaimana tidak?

bahkan kini saja..

“hazel.. pintunya belum dikunci zel..” sarah berucap serak ketika tangan hazel perlahan menurunkan ritsleting dress sarah. lelaki itu ingin mengecup tulang selangka dengan bebas.

“silakan aja masuk kalau memang berani.” hazel membalas seraya menyibak rambutnya ke belakang. “aku nggak akan turun kemana-mana, aku cuma mau area pundak aja. apa kamu izinkan?”

see? biasanya sarah dan hazel hanya sampai batas leher saja.

sarah tidak menjawab, dan sebagai gantinya ia langsung menurunkan sedikit bagian atas dressnya hingga sampai tepat di atas payudara.

melihat kulit putih sarah membuat hazel panas dingin dan berakhir bengong cukup lama. “kiss it zel?” ujarnya menyuruh. dan belum sampai bibir hazel menyentuh kulitnya, gadis itu sudah lebih dulu menggoda dengan cara menarik dagu hazel agar bisa berpagut bibir kembali terlebih dulu.

hazel terdengar mendesah berat, kemungkinan besar karena bagian bawahnya lagi-lagi tergesek kencang oleh pantat sarah yang masih duduk di atasnya. hingga suara decak ciuman itu lagi-lagi menguar dibarengi desahan ringan yang cenderung berat dan seksi.

lenguhan sarah bahkan kini sudah menguar lepas ketika tangan hazel mendadak saja meremas payudaranya pelan dari luar dress.

satu kali, dua kali.

pikiran hazel makin liar sebab sarah tak menunjukkan penolakan. bahkan didengar dari desahannya yang terus keluar disela brutalnya adegan ciuman itu, hazel tau bahwa sarah amat menikmatinya.

namun masalahnya ini semua tidak boleh terjadi. makin parah lagi perasaan kacau hazel ketika ingat bahwa markiel dan amel saja sampai sekarang masih belum ke tahap ini padahal sudah menikah.

“ra, we need to stop. aku takut bablas.”

“yes we need to stop. but after...” sarah menjeda omongannya dengan menunjuk tulang selangkanya yang mengecap seksi. “bukannya tadi ada yang kepingin hisap kulitku di bagian ini?”

masih acara makan-makan.


amelia kembali dari arah dapur dengan langkah tergesah. entah, ia tidak nyaman karena separuh hatinya merasa malu bukan main pada markiel. tingkah laku sepupunya barusan memang membawa aura negatif sekali. toh, siapa yang akan merasa nyaman sih jika tau tengah dibicarakan terang-terangan?

perempuan itu merapikan rambut panjangnya sebentar, lalu berdeham kecil. kakinya telah menapak sekitar 3 meter dari kaki markiel dan ranu berdiri. tanpa agnisa. betul jika sepupunya itu tidak mau ribut dan memilih untuk menyingkir saja.

“mel?” markiel yang pertama kali menyapa sebab kini amelia hanya diam saja sambil berdiri di dekat meja berisi makanan ringan yang masih berjajar banyak.

amel tersenyum, mengangguk singkat pada ranu yang kini juga mulai ikut menatapnya guna menyapa. lantas tanpa disuruh, pria itu melangkah menjauh setelah berpamitan pada markiel dan amel. tampak sadar diri.

“sorry lama. kamu udah selesai makan toh?” amelia bertanya ketika membiarkan markiel melangkah mendekatinya.

pria itu mengangguk, menunjuk meja tempatnya tadi makan yang sudah dibersihkan pelayan. “kamu sendiri? tadi makanmu belum habis lho mel. keburu dibawa papa.”

“kenyang udahan aku marki.”

“tadi saya lihat ada lobster lho. kamu nggak mau saya kupaskan?”

amelia hampir melotot. “jangan ngaco ya kamu ya. gak ada acara begitu-begitu. lain kali aja. kamu ini abis balik kerja langsung terbang ke bali, belum lagi kena acara makan-makan aneh begini sampe diomongin sepupuku.. eh masih bisa-bisanya mau kupasin aku lobster?! marah dikit dong? ini gara-gara keluargaku lho kiel.”

markiel terkekeh. lantas tanpa aba-aba mulai menyelipkan sebelah tangan kanannya ke pinggang amel seraya mendekatkan bibir ke telinga gadisnya. “sepupumu masih lihatin saya itu. sekarang malah ada 2.” bisiknya kemudian.

“siapa?”

“yang biasa tengkar sama kamu mel.”

oh. amelia paham. “vani sama stella?”

“nah!”

“udah dibilang mereka usil banget. sekarang aja yakin tuh mereka udah saling chat kiel..” amelia mengedikkan pundak, lantas menoleh ke arah markiel sebentar. dan sedetik setelah ia sadar 100% bahwa markiel tengah mengajak julid dirinya dengan posisi semepet ini, pipinya spontan memanas sempurna.

“deg-degan aku markiel.”

markiel balas menoleh, lalu menelan ludah sebentar. “sama kok mel.”

masih acara makan-makan.


amelia kembali dari arah dapur dengan langkah tergesah. entah, ia tidak nyaman karena separuh hatinya merasa malu bukan main pada markiel. tingkah laku sepupunya barusan memang membawa aura negatif sekali. toh, siapa yang akan merasa nyaman sih jika tau tengah dibicarakan terang-terangan?

perempuan itu merapikan rambut panjangnya sebentar, lalu berdeham kecil. kakinya telah menapak sekitar 3 meter dari kaki markiel dan ranu berdiri. tanpa agnisa. betul jika sepupunya itu tidak mau ribut dan memilih untuk menyingkir saja.

“mel?” markiel yang pertama kali menyapa sebab kini amelia hanya diam saja sambil berdiri di dekat meja berisi makanan ringan yang masih berjajar banyak.

amel tersenyum, mengangguk singkat pada ranu yang kini juga mulai ikut menatapnya guna menyapa. lantas tanpa disuruh, pria itu melangkah menjauh setelah berpamitan pada markiel dan amel. tampak sadar diri.

“sorry lama. kamu udah selesai makan toh?” amelia bertanya ketika membiarkan markiel melangkah mendekatinya.

pria itu mengangguk, menunjuk meja tempatnya tadi makan yang sudah dibersihkan pelayan. “kamu sendiri? tadi makanmu belum habis lho mel. keburu dibawa papa.”

“kenyang udahan aku marki.”

“tadi saya lihat ada lobster lho. kamu nggak mau saya kupaskan?”

amelia hampir melotot. “jangan ngaco ya kamu ya. gak ada acara begitu-begitu. lain kali aja. kamu ini abis balik kerja langsung terbang ke bali, belum lagi kena acara makan-makan aneh begini sampe diomongin sepupuku.. eh masih bisa-bisanya mau kupasin aku lobster?! marah dikit dong? ini gara-gara keluargaku lho kiel.”

markiel terkekeh. lantas tanpa aba-aba mulai menyelipkan sebelah tangan kanannya ke pinggang amel seraya mendekatkan bibir ke telinga gadisnya. “sepupumu masih lihatin saya itu. sekarang ada 2 lagi.” bisiknya kemudian.

“siapa?”

“yang biasa tengkar sama kamu mel.”

oh. amelia paham. “vani sama stella?”

“nah!”

“udah dibilang mereka usil banget. sekarang aja yakin tuh mereka udah saling chat kiel..” amelia mengedikkan pundak, lantas menoleh ke arah markiel sebentar. dan sedetik setelah ia sadar 100% bahwa markiel tengah mengajak julid dirinya dengan posisi semepet ini, pipinya spontan memanas sempurna.

“deg-degan aku markiel.”

markiel balas menoleh, lalu menelan ludah sebentar. “sama kok mel.”

kinda mature but IT'S OKAY.


“nunggu lama kah? maaf ya kiel. tadi danielnya larang aku pulang.” amel menjelaskan ketika baru saja mendudukkan diri di sebelah kursi kemudi.

markiel mengangguk, tersenyum. selang beberapa detik kemudian, lelaki tersebut mengulurkan tangan mendekat.

“mau apa?”

“ayo duduk di pangkuan saya.”

bukan pertanyaan. ucapan markiel barusan lebih terdengar seperti perintah yang tidak menerima segala jenis penolakan.

amelia sontak melotot. pipinya langsung memerah. “biar apa...?”

“uhm.. biar bisa saya peluk waktu nanti lampu merah, mungkin? kamu tau lampu merah di sana 100 detik kan? saya gak mau menunggu bosan.”

“ih?” amel sangsi. namun entah mengapa perempuan itu malah lanjut menangkap jemari markiel dan kini perlahan berpindah duduk di pangkuan suaminya.

“you always look good on me lho mel.” markiel menelan ludah, mendaratkan dua tangannya di pinggul amel seraya membenarkan posisi gadisnya agar bisa pas duduk selagi nantinya ia menyetir. tentu saja markiel sengaja tidak memakai jasa pak angkasa untuk mendapatkan moment ini.

“kamu mau rambutku diurai apa dikuncir aja kiel?”

markiel meneleng kepala, tertawa tanpa suara. “saya kadang bingung. kamu ini malu-malu tapi nantangin saya terus.”

“hm.. urai aja lah ya? gak bawa kunciran juga akunya.” amelia tidak merespon dan lanjut bermonolog. sengaja saja sebenarnya.

“sini deh peluk dulu, kepalanya kamu senderkan ke saya ya.”

amel menurut tanpa banyak bicara. menyenderkan kepalanya persis di dada kiri markiel. sedetik setelahnya amelia sudah merasakan punggungnya yang sesekali dielus-elus perlahan.

“kamu mau mampir makan dulu di luar gak mel? kalau iya saya ampirkan, nanti kita dine in.”

“gak ah, males. aku mau makanan rumahan aja, tadi udah request mbak anita masakin sawi daging juga. eh, tapi kalo kamu mau makan di luar gak papa ya.. aku temenin.” perempuan itu menjawab seraya memundurkan sedikit kepalanya demi melihat wajah markiel sebentar.

“kemauan saya nurutin kamu sayang..”

amelia berdecak, kembali menyenderkan kepala. “kamu tuh terlalu manis lho kiel jadi cowok. aku suka pusing.”

markiel hanya bisa melebarkan senyum di balik tubuh amelia yang masih ada di pangkuannya. lelaki itu merasakan gejolak cinta yang luar biasa sekali detik ini, entah lah kenapa bisa sampai jadi begini.

“mel..” panggilnya kemudian.

“hm.”

“makasih ya.”

“buat yang apa?”

“karena mau menikah sama saya. makasih sudah percayakan hati dan hidup kamu untuk dihabiskan bersama saya sampai tua nanti.”

“tuh kan? manis-manisin aja lahterus sampe diabetes sekalian aku rel?”

“saya sayang sama kamu. saya rela pertaruhkan apa saja untuk melindungi kamu dan keluarga kita nantinya.”

amelia memejamkan mata. jantungnya meledak bukan main. beberapa detik ia habiskan dengan terus memejam demi meredam degup jantung sampai akhirnya ia putuskan untuk membuka mata kembali.

selain silau karena kelamaan memejam, pemandangan pertama yang amelia lihat berhasil membuat gadis itu mengerjap dan menelan salivanya bulat-bulat.

iya. benar. jakun markiel.

dan entah karena terpengaruh ucapan markiel yang terlalu menguasai kondisi atau karena hal lain, tangan kiri amelia mulai bergerak naik demi bertengger di leher markiel. bibirnya bergerak maju secara perlahan hingga akhirnya berhasil mengecup bawah dagu suaminya.

“suddenly kamu cium saya?” markiel tergelak. meski sejujurnya juga susah payah menahan gejolak salah tingkah akibat kecupan amelia barusan.

“kamu kalo nyetir sambil neleng dikit bisa gak?”

“kamu mau eksplorasi leher saya?”

amelia mengangguk. “pingin coba....”

“bisa kok. boleh kamu co.. ah shit.” markiel mendadak kelimpungan karena amel, lagi-lagi tanpa babibu langsung menjulurkan lidahnya. sensasi panas itu merambat cepat hingga ke bagian tubuh markiel yang lain. membuat cengkramannya di setir kemudi juga makin menguat.

amelia sendiri tidak banyak berbicara. selain memang pembawaannya yang suka seenak hati, amelia juga selalu cuek dengan apa yang terjadi.

“kenapa tiba-tiba kamu godain saya waktu lagi menyetir begini mel?” markiel melayangkan protes, namun gerakannya berbanding terbalik dengan protesannya. sebab kini kepalanya terus memberikan akses agar amel bisa menjilatnya lebih leluasa. bahkan, tangan kirinya yang sesekali ia gunakan untuk mengoper mobil itu juga ia fungsikan untuk menekan leher amel agar memperkuat hisapannya.

“love you kiel.” ujarnya pelan selagi terus menjatuhkan kecupan dari leher kanan menuju leher kiri. kecupannya terus ia jatuhkan tak kenal wilayah. sesekali ia memberi tanda kecil di pertengahan leher meski hasil warnanya tidak terlalu berhasil.

markiel mengerem mobilnya tepat ketika tercegat lampu merah 100 detik yang kini menyisakan hanya 75 detik saja. dan kini selagi menanti, dua tangan markiel yang tadi tak bisa bergerak leluasa itu memutuskan untuk mendorong tubuh amelia agar sedikit menjauh.

ditatapnya sebentar mata istrinya yang kini sudah 50% diisi hawa nafsu, lalu lanjut mengecup bibir merah amel tersebut dengan pelan. dilumatnya kecil seraya ia hisap beberapa kali sampai si empunya tidak sengaja melenguh seksi.

“saya suka sisi kamu yang ini mel.” markiel berujar setengah berbisik, lantas membiarkan gadisnya kembali memangsa lehernya sebab lampu merah kini sudah berakhir.

satu yang pasti adalah agenda made in korea ala markiel dan amelia akan segera terjalani dekat-dekat ini.

cinta silang, kalau kata ranu.


matahari sudah hampir kembali ke tempatnya tidur ketika markiel dan adik-adiknya mulai menepikan diri dari area lapangan. markiel mengibas rambutnya yang telah basah terkena keringat, lalu menerima lemparan air minum dari adrian. langkah kakinya terus bergerak demi menemui sang pujaan hati yang kini duduk berdampingan bersama model cantik berambut biru. ya! itu adalah sarah. sarah adelaine, kekasih hazel.

amelia hanya mengangguk dan menepuk ruang kosong di sebelahnya duduk ketika kaki markiel mulai berpijak di hadapan tubuhnya. menyuruh duduk. sementara itu, tanpa sadar mata perempuan itu sudah terpaku lurus pada langkah kaki besar yang juga mengarah ke bangku tempatnya duduk. betul! itu kekasih sarah, hazeliondani hadiwangsa, yang kini juga berjalan sembari mengelap keringat. tampak sangat tampan sekali.

“ehm.” markiel berdeham, mengalihkan atensi amelia yang masih terus menatap hazel tanpa berkedip. apa lagi ketika hazel mulai mengelap keringatnya menggunakan baju. pemandangan yang cukup berbahaya menurut markiel.

“kamu gak kedip lho mel.” markiel berbisik seraya terus mengelap keringat yang terus bercucuran di pelipisnya. membuat amelia tersenyum canggung dan terpaksa memutus pandangannya yang ia akui jatuh sangat lama kepada sosok hazel.

dan selanjutnya, amelia hanya mampu mencekali botol minum markiel yang dititipkan padanya sambil sesekali memainkan tutupnya. ya lagi pula mau berharap apa lagi? mau melihat amel mengelap keringat markiel seperti adegan di roman picisan khas SMA?

“ce amel..”

tidak ada angin tidak ada guntur, hazel mendadak saja menyapa amel sambil menunduk sopan. formalitas saja sebenarnya, mengingat sarah memang tengah duduk di samping amel menanti kehadiran hazel sejak tadi.

“ehm.. iya, zel.” susah payah amelia membalas setelah membersihkan kerongkongannya sendiri.

hazel hanya mengangguk, lalu melintas dan lekas duduk menyender di badan sarah. sepertinya sengaja mengingat keringat lelaki itu masih saja bercucuran bagai air terjun.

“jijik ya gue ya zel.” sarah mendesis, separuh ketar-ketir karena jantungan tiba-tiba dipepet hazel di tempat umum. tangannya bergerak mendorong-dorong kekasihnya itu kencang agar segera menyingkir.

“ya habis akunya didiemin terus lho ra..” hazel menekuk wajah, kembali menempeli sarah agar setidaknya dimanja sedikit lebih lama.

“gak diem ini gue jelas-jelas ngajak lo ngomong?” sarah berdeham, mengecilkan suaranya agar tidak terlalu kencang. bahkan jika amel tidak salah tangkap, nada suara sarah mendadak jadi lembut sekali.

“kamu ngeliatin markiel ya aku keliatan. terus ini mendadak kalem juga mesti pencitraan..”

“hehehehe.”

oh? amelia mengangguk. “sarah suka kamu markiel..” bisik perempuan itu kemudian.

markiel hanya mengedik pundak. “iya. sepertinya sudah lama. waktu dia masih kuliah itu pernah saya jemput di kampus karena hazel ada acara soalnya. ya kenal awal dari situ.”

“terus?”

“terus apa? kan dia pacar hazel mel?” markiel meneleng, menangkap mata amelia yang kini juga menatapnya.

dilihat dari jarak sedekat ini, markiel yang berkeringat sehabis olahraga ternyata tampak sangat seksi. belum lagi semilir angin yang mengganggu rambutnya..

amel sontak mengerjap.

“kenapa? saya ganteng ya?”

“uhm.... lumayan?” amelia menaikkan sebelah alisnya, mati-matian menekan gelisah akibat salah tingkah.

“iya deh, yang paling ganteng di hati kamu memang hanya jaehyun aja..” markiel terkekeh, lalu mengambil botol yang ada di tangan amel. dan ketika lelaki itu menoleh ke arah lain, tidak sengaja tatapannya beradu dengan milik sarah. otomatis markiel menganggukkan kepala, tersenyum demi menyapa.

dan detik itu juga, sarah mulai batuk-batuk seraya mencengkram lengan hazel kuat-kuat.

ya, nyatanya di area basket ini ada 4 hati yang tengah dimabuk asmara..

their little first touch.


kondisi rumah kediaman markiel hadiwangsa memang selalu sepi. para asisten yang bekerja di bawah namanya tidak punya keberanian berlebih untuk membuat keramaian atau sekedar huru-hara kecil. namun sepertinya sore ini perlu diberi tanda pengecualian, sebab salah satu ruangan paling besar yang ada di rumah tersebut malah sedang berisik-berisiknya. entah apa yang diperbuat kedua manusia itu di dalam sana. hanya mereka, dan penulis serta pembaca saja yang tau.

“markiel..” lenguh seksi yang menguar itu benar terus-terusan terlontar dari bibir amelia tiada henti. kenikmatan tengah menjalar di sekujur tubuhnya dan jujur, ia tidak bisa menolak. ralat, tidak sanggup dan tidak mau.

kejadiannya tepat terjadi beberapa menit yang lalu ketika markiel menerjang masuk ke kamar tanpa mengetuk.

memang benar amelia masih terlilit handuk, dan sebenarnya gadis itu memang biasa seperti itu ketika di rumahnya sendiri. dan tadi, ketika sesi maskerannya telah usai dan ia ingin mengambil pakaian di walk-in closet, tubuhnya mendadak sudah direngkuh dari belakang.

tidak salah. pelakunya adalah markiel hadiwangsa.

“bisa-bisanya kamu godain saya di jalan seperti tadi mel..” keluhnya, lalu menenggelamkan kepala di ceruk leher amelia yang benar fresh mengeluarkan aroma sabun khas selesai mandi.

amelia menelan ludah, mencekali handuk putih yang bagian atasnya hampir melorot karena pelukan markiel jatuh rapat di pinggangnya. gadis itu lantas berdeham, membiarkan markiel mengendus aroma badannya sepuas mungkin. toh, apa salahnya? mereka sudah menikah.

“mau mandi, tapi saya mendadak malas. bagaimana ini mel?”

“ya udah diem aja gitu dulu gak papa.” amelia menjawab, menyingkirkan rambutnya yang menghalau wajah markiel itu ke arah lain agar suaminya tidak merasa risih.

suami..

amelia mendadak grogi setengah mati.

“saya boleh cium leher kamu?” markiel menjauhkan sedikit kepalanya dan menatap mata amelia melalui cermin besar yang berada di hadapan mereka.

“cium atau apa nih..?” sangsinya kemudian.

markiel hanya mampu melepas tawa tanpa suara, lantas merapatkan pelukannya seraya mulai mengecup leher kiri amelia yang terpampang mulus.

satu kali. dua kali. lima kali.

kecupannya jatuh kemana-mana dan kini mulai merembet turun ke arah pundak, membuat amelia yang dari tadi tidak melepas pandang dari cermin itu mulai terhanyut dan tak sadar menggigit kecil bibir bawahnya.

markiel melepas cium, lalu meletakkan dagu di pundak gadisnya. mata lelaki itu kemudian bertumbukan dengan milik amelia lewat cermin, membuat kupu-kupu lepas landas dan berterbangan dalam perut keduanya.

“istri saya cantik sekali.” puji markiel seraya mencium pipi amelia cukup lama. amelia sendiri jangan ditanya, keadaannya sudah kacau sekali sebab kakinya melemas bukan main. jantungnya disko tak keruan. yang bisa ia lakukan hanya menggenggam tangan markiel yang masih melingkar kuat di pinggangnya.

amelia masih menatap markiel yang baru melepas kecup panjang di pipinya itu dalam hening ketika mendadak ia menoleh wajah ke samping. tepat menghadap ke milik markiel yang sekarang sudah menyorot penuh dengan raut damba.

napas yang saling beradu dalam jarak dekat itu terdengar sedikit memburu. dan entah siapa yang memulai, bibir keduanya kini sudah saling berpagut halus. markiel kedapatan tersenyum beberapa kali dalam ciumannya. lelaki itu menyapu lembut benda kenyal yang kini mulai terasa terbiasa di indra kecapnya itu dengan ritme teratur.

berbeda dengan amelia yang masih canggung dan kagok ketika membalas, ciuman markiel memang terasa sangat mulus dan menghanyutkan.

lelaki itu memberanikan diri untuk sesekali mengelus pinggang ramping amelia sebelum kembali memeluknya rapat.

perlahan markiel melepas ciumnya sesaat untuk melihat ekspresi amelia saat ini. dan ketika yang ia tangkap tak lain dan tak bukan adalah mata yang sudah berat akibat terlalu menikmati sentuhan, markiel reflek saja kembali menyatukan ciuman bibirnya. namun, kali ini ia mulai mengajak lidahnya untuk ikut bermain.

amelia menegang, terbukti dari cengkraman tangannya yang kini menguat di bawah sana. celah bibirnya yang baru disapu oleh benda basah milik markiel itu otomatis makin terbuka, seakan membiarkan lelaki itu untuk memperintim ciuman dengan andilnya hisapan lembut serta pagutan yang kian lama kian menuntut.

sudah jelas ini pertama kalinya bagi amel. hingga tak ayal membuat gadis itu sukses kelabakan dan kini kehabisan oksigen padahal baru saja memulai.

“hah..” helanya kemudian sambil meraup napas dalam-dalam.

markiel terkekeh, membiarkan istrinya menarik napas dahulu sementara ia kembali mengecupi leher jenjang amelia. lidahnya terjulur maju sebelum mulai ia hisap kuat di beberapa titiknya.

amelia mendesis kecil kala pinggangnya diremat gemas di bawah sana. bahkan entah kenapa gadis itu juga merasakan gelenyar aneh merambat di area kewanitaannya.

atau, ini kah yang namanya terangsang?

gadis itu reflek menggigit bibir lagi kala markiel melumat lehernya secara brutal. menciptakan jejak basah dan merah yang terus bergerak sebab bibirnya tak berhenti bergeser. bahkan kini markiel sudah menggigiti pundak amelia secara berkala. ya, siapa pula yang sanggup melewati bagian tubuh amelia? gadis itu sangat terawat bahkan sejak keluar dari rahim ibunya sekalipun.

“kalau seperti ini agaknya kamu harus mandi lagi mel.” markiel mengeluh, mengawasi hasil karyanya seraya mulai menatap amelia yang masih menahan lenguh dengan menggigit bibirnya kian rapat. dan karena terlampau seksi, markiel lantas membopong tubuh istrinya untuk kembali ke kasur.

ia ingin bermain dengan lebih leluasa di atas ranjang.

“saya tindih apa diijinkan?” markiel masih sempat bertanya sebelum melanjutkan kegiatannya. hal tersebut membuat amelia sontak mengalungkan tangannya ke leher markiel dan menyatukan bibirnya secepat kilat.

markiel yang memang kadar sopannya keterlaluan itu kadang membuat amel tersanjung dan gemas di saat bersamaan. dan kini kala bibir keduanya kembali saling lumat, markiel dengan yakin mulai menindih dan mengunci gadisnya agar tidak bisa bergerak kemanapun. toh memang mau kemana? amel juga tidak berniat kabur.

gadis dengan rambut panjang itu kini malah sudah menjambaki rambut markiel ketika lehernya kembali menjadi sasaran empuk. ia tidak yakin bisa menghadap keluarga markiel jika lehernya merah-merah nantinya.

“kiel.. jangan dimerahin terus leherku...” amelia mengeluh. namun kontras dengan keluhannya, gadis itu malah makin mendongak kepala agar akses gerak markiel kian bebas.

ciuman markiel mendadak turun menuju dada atas amel yang terpampang jelas di bawah kungkungannya. tampak sangat seksi dan menggiurkan sekali.

“boleh kah?” lelaki itu mendongak sebentar demi meminta ijin. dan anggukan kepala amelia membuat markiel tak membuang banyak waktu untuk menjatuhkan cium lembut ke dada tersebut.

“markiel..”

“hm..”

“kalo kamu mau buka handukku, aku gak papa. buka aja.”

markiel menghentikan kegiatannya, kembali memandang mata amelia yang kian sayu dari detik ke detik. “ada apa? kamu memang ingin atau lagi tertekan dengan pikiran lain?”

“pengen.” ujarnya terang-terangan. jemari lentik tersebut bahkan kini sudah bergerak untuk menarik lilitan handuk secara perlahan.

“stop right there, babe. jangan dibuka, cukup turunkan saja sedikit handuknya kalau memang kamu mau saya sentuh disitu.” markiel berujar serak. reflek melonggarkan dasinya sebab pikirannya mendadak over load.

“kenapa?”

“saya gak yakin bisa tahan kalau kamu lepas benang 100 persen. saya gak mau menyakiti kamu.”

*“go then.. lepasin hasratmu. we're married, kiel.. just do it. jangan tahan-tahan itu semua cuma karna aku bilang jangan. kamu juga berhak buat minta, toh..”*

“kan saya sudah pernah bilang, keinginan saya menuruti kamu.”

dan karena jawaban tersebut, amelia dengan gerakan terlampau reflek mulai mendorong markiel pelan dan menyuruhnya untuk duduk. gadis itu lantas tanpa aba-aba mulai mendudukkan diri di atas pangkuan markiel.

“babe?”

“keinginanmu nurutin aku, kan?” pancingnya kemudian. lantas dengan sekali gerak, handuk yang tadi melilit dan setia menutupi itu mulai mengendor turun mengikuti lekuk tubuh amel dan merosot sampai batas pinggang.

markiel sontak menelan ludah. ia tentu sudah pernah membayangkan hal ini sebelumnya, namun dipapar nyata dengan tatap yang memancar dengan yakin membuat lelaki itu malah jadi goyah sendiri.

ia takut.

takut jika amelnya melakukan ini hanya karena terpaksa.

“aku gak papa markielllllllll.” gemasnya kemudian lantaran markiel malah mematung tak bergerak.

“saya yang apa-apa amelia.” ujarnya dengan suara kian serak. dan akhirnya, sebelum amelia berubah pikiran untuk menarik handuknya kembali naik, tangan markiel bergerak untuk mengunci tangan amel di belakang tubuh.

“saya ijin sentuh ya? kamu kalau mau mengeluarkan suara-suara lebih baik jangan ditahan. saya gak ingin bibir kamu berdarah kalau kamu gigit terus-terusan.”

“hm..” jawabnya kemudian.

dan dengan begitu, bibir markiel mulai bergerak untuk menjilat milik gadisnya dengan perlahan. ia tekan mati-matian nafsunya untuk tidak sekedar menyedot dan mengulum apa lagi meremas dan memilin. sebab untuk pembukaan yang diberikan secara sukarela seperti ini, markiel memutuskan untuk bermain lembut saja agar gadisnya tidak terkejut dan bablas trauma esok hari.

“ah, markiel...” desahnya dengan suara kecil tepat di dekat telinga.

“apa mel?” dan sialnya, markiel malah iseng menanggapi.

“nothing. cuma mau ingetin juga, kita jam 7 ada dinner.. harusnya, sekarang kita.. ahh..” jeritan kecil yang kini hinggap di telinga itu dibarengi dengan rematan kencang pada rambut hitam markiel. tentu saja asalnya dari tangan amel yang sudah lepas cekalan.

“gak masalah, kita bisa datang sedikit terlambat. saya masih ingin berdua sama kamu.”

dan dengan begitu pula, ruangan paling besar dalam kediaman markiel hadiwangsa berubah ramai akan suara decak basah dan lenguh-lenguh cinta yang kian bersahutan.

.


markiel tidak percaya akan penglihatannya sendiri saat ini. bagaimana tidak? amelnya yang selalu kalem dan santai menghadapi kestressan kini tampak kacau sekali. baru markiel ingat beberapa saat lalu ia mengajak amelia untuk lari sebentar dengan menawarkan wine.. namun kali ini?

markiel hanya mampu memijat pelipisnya sendiri.

melihat amel mabuk di kota lain sampai seperti ini tentu tidak pernah lewat dalam benak markiel meski sekali. pria itu lantas menyuruh dua asisten rumah yang barusan membantu amel berganti pakaian itu agar pergi meninggalkan kamar hotel. ia ingin ruang untuk berdua dengan gadisnya yang baru pertama kali ini membuat ulah sampai sebegininya.

“mel?” markiel menyapa, menepuk pundak amelia yang kini terduduk lemas sambil menyender di head board. habis muntah, tentu saja kepalanya juga masih pusing setengah mati.

“maaf ya markiel. aku lagi sebel banget sama semua-semua.” gadis itu sambat, mencekali lengan markiel yang tadinya mau hinggap di pipinya itu agar bisa ia peluk saja kali ini.

“sama saya juga ya berarti?” guraunya sebagai balasan. membiarkan kepala gadisnya hinggap di lengan atas.

“no no.. aku gak sebel sama kamu.”

“kamu tidur dulu saja ya sekarang? besok pagi kita kembali subuh. oke?”

amelia menarik kepala, menggeleng kuat. “gak mau. kamu balik sendiri aja.”

“ada apa sebenarnya mel? mau cerita ke saya?”

amelia tertawa layaknya orang gangguan jiwa. “aku nih ibarat pendosa dan tukang bikin aib di keluarga tau mark..”

markiel meneleng wajah, menghadapkan tubuh sepenuhnya ke arah amelia. “apa maksudnya? kenapa bicara begitu? siapa yang bilang kamu aib dan pendosa di keluarga?”

“gak ada sih. tapi feelnya gitu.”

“ada apa sayang?” markiel melunakkan suaranya yang memang sudah tenang itu agar semakin kalem dan sabar. dan karena mendapatkan perlakuan sebaik itu dari markiel, mata amelia mendadak berkaca-kaca.

“kesel aja. masa iya aku digibah sama ibu-ibu katanya mandul kiel? mana mamaku juga kemakan omongan pake acara tanyain aku pernah periksa ke dokter atau gak.. terus papa juga lagaknya gak mau aku balik kerja lagi. ya udah sih kalo emang gak pengen terima orang teledor kayak aku ya bilang aja jujur gitu gak usah sok bawa-bawa pernikahan pake acara aku disuruh urus rumah segala. apa lah begitu tuh?”

oh. markiel seketika paham kenapa amelia bisa emosi sampai begini. dikatai mandul di saat keduanya bahkan belum saling menyentuh tentu saja sangat menyakiti perasaan gadis itu. lagi pula, apa urusan tentang keturunan amelia bagi mereka? apa mereka akan membiayai persalinan amelia jika istrinya nanti hamil? tidak, kan?

lelaki itu lantas mengelus-elus pucuk kepala gadisnya pelan. ibu jari tangan kirinya yang menganggur ia gunakan untuk mengusap air mata amelia yang nyatanya enggan menetes lagi. hanya tertahan di pelupuk saja. rupanya, kesal gadis itu sudah terbayar dengan mabuk sampai tepar.

“biar saya yang ngobrol sama papa mama ya?”

“gak guna. mereka tuh keras kepala markiel.. papa gak bakal ijinin aku balik, dan mama.. sampe aku hamil mungkin baru bisa diem.”

markiel kehabisan kalimat. sudah pada dasarnya lelaki itu memang diam malah makin diam saja malam ini. lelaki itu hanya berakhir memeluk amel dari samping guna menenangkan. toh ia mengerti, amelia sebenarnya tidak butuh saran.. gadis itu hanya ingin didengarkan.

“maaf ya kiel aku bikin kamu kesini. aku aslinya tadi semisal habis muntah juga bisa balik rumah kok. cuma pak pandu aja tuh lebay dikit.”

markiel mengangguk. mengawasi legamnya bola mata amelia yang kini menatapnya lekat meski sayu mendominasi. dan dengan pipi yang masih merah lantaran kepalang mabuk itu, amelia bergerak maju untuk mengecup pucuk kanan bibir markiel singkat. “good night, kiel..” ucapnya, lantas menyelinap di sela tubuh markiel agar ia bisa meletakkan kepala di atas bantal. berniat untuk tidur saja meski perutnya terasa tidak enak.

“demi apa saya bisa gila kalau kamu begini amelia.” markiel berbisik pelan seraya menelan ludahnya bulat-bulat, mengesampingkan hasrat untuk menciumi benda kenyal yang barusan sudah mencuri kecup miliknya tanpa aba-aba tersebut.

markiel menghela napas kasar. sebab dengan pakaian lengkap seperti ini saja istrinya sudah tampak sangat indah. ia jelas tak mau membayangkan detik ketika gadisnya melepas blazer seperti ucapan pandu beberapa jam lalu. karena ia sangat yakin, mata lelaki waras pasti akan melihat amelia secara terang-terangan.

lelaki itu lantas mengelus rambut amelnya agar lekas terlelap sebelum mulai menarik ponsel dari dalam saku jasnya yang masih belum berganti. ia ingin menelpon seseorang.

jatuh, lebur.


markiel tidak percaya akan penglihatannya sendiri saat ini. bagaimana tidak? amelnya yang selalu kalem dan santai menghadapi kestressan kini tampak kacau sekali. baru markiel ingat beberapa saat lalu ia mengajak amelia untuk lari sebentar dengan menawarkan wine.. namun kali ini?

markiel hanya mampu memijat pelipisnya sendiri.

melihat amel mabuk di kota lain sampai seperti ini tentu tidak pernah lewat dalam benak markiel meski sekali. pria itu lantas menyuruh dua asisten rumah yang ia utus tersebut agar pergi meninggalkan kamar hotel. ia ingin ruang untuk berdua dengan gadisnya yang baru pertama kali ini membuat ulah sampai sebegininya.

“mel?” markiel menyapa, menepuk pundak amelia yang kini terduduk lemas sambil menyender di head board. habis muntah, tentu saja kepalanya juga masih pusing setengah mati.

“maaf ya markiel. aku lagi sebel banget sama semua-semua.” gadis itu sambat, mencekali lengan markiel yang tadinya mau hinggap di pipinya itu agar bisa ia peluk saja kali ini.

“sama saya juga ya berarti?” guraunya sebagai balasan. membiarkan kepala gadisnya hinggap di lengan atas.

“no no.. aku gak sebel sama kamu.”

“kamu tidur dulu saja ya sekarang? besok pagi kita kembali subuh. oke?”

amelia menarik kepala, menggeleng kuat. “gak mau. kamu balik sendiri aja.”

“ada apa sebenarnya mel? mau cerita ke saya?”

amelia tertawa layaknya orang gangguan jiwa. “aku nih ibarat pendosa dan tukang bikin aib di keluarga tau mark..”

markiel meneleng wajah, menghadapkan tubuh sepenuhnya ke arah amelia. “apa maksudnya? kenapa bicara begitu? siapa yang bilang kamu aib dan pendosa di keluarga?”

“gak ada sih. tapi feelnya gitu.”

“ada apa sayang?” markiel melunakkan suaranya yang memang sudah tenang itu agar semakin kalem dan sabar. dan karena mendapatkan perlakuan sebaik itu dari markiel, mata amelia mendadak berkaca-kaca.

“kesel aja. masa iya aku digibah sama ibu-ibu katanya mandul kiel? mana mamaku juga kemakan omongan pake acara tanyain aku pernah periksa ke dokter atau gak.. terus papa juga lagaknya gak mau aku balik kerja lagi. ya udah sih kalo emang gak pengen terima orang teledor kayak aku ya bilang aja jujur gitu gak usah sok bawa-bawa pernikahan pake acara aku disuruh urus rumah segala. apa lah begitu tuh?”

oh. markiel seketika paham kenapa amelia bisa emosi sampai begini. dikatai mandul di saat keduanya bahkan belum saling menyentuh tentu saja sangat menyakiti perasaan gadis itu. lagi pula, apa urusan tentang keturunan amelia bagi mereka? apa mereka akan membiayai persalinan amelia jika istrinya nanti hamil? tidak, kan?

lelaki itu lantas mengelus-elus pucuk kepala gadisnya pelan. ibu jari tangan kirinya yang menganggur ia gunakan untuk mengusap air mata amelia yang nyatanya enggan menetes lagi. hanya tertahan di pelupuk saja. rupanya, kesal gadis itu sudah terbayar dengan mabuk sampai tepar.

“biar saya yang ngobrol sama papa mama ya?”

“gak guna. mereka tuh keras kepala markiel.. papa gak bakal ijinin aku balik, dan mama.. sampe aku hamil mungkin baru bisa diem.”

markiel kehabisan kalimat. sudah pada dasarnya lelaki itu memang diam malah makin diam saja malam ini. lelaki itu hanya berakhir memeluk amel dari samping guna menenangkan. toh ia mengerti, amelia sebenarnya tidak butuh saran.. gadis itu hanya ingin didengarkan.

“maaf ya kiel aku bikin kamu kesini. aku aslinya tadi semisal habis muntah juga bisa balik rumah kok. cuma pak pandu aja tuh lebay dikit.”

markiel mengangguk. mengawasi legamnya bola mata amelia yang kini menatapnya lekat. dan dengan pipi yang masih merah karena kepalang mabuk, amelia bergerak maju untuk mengecup pucuk bibir markiel singkat. “good night, kiel..” ucapnya, lantas menyelinap di sela tubuh markiel agar ia bisa meletakkan kepala di atas bantal. berniat untuk tidur saja meski perutnya terasa tidak enak.

“demi apa saya bisa gila kalau kamu begini amelia.” markiel berbisik pelan seraya menelan ludahnya bulat-bulat, mengesampingkan hasrat untuk menciumi benda kenyal yang barusan sudah mencuri kecup miliknya tanpa aba-aba tersebut. lelaki itu lantas mengelus rambut amelnya agar lekas terlelap sebelum mulai menarik ponsel dari dalam saku jasnya yang masih belum berganti. ia ingin menelpon seseorang.